• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 19 Maret 2024

Ubudiyah

Tanda-Tanda Orang Bahagia Dunia-Akhirat Menurut Syekh al-Samarqandi

Tanda-Tanda Orang Bahagia Dunia-Akhirat Menurut Syekh al-Samarqandi
Tanda-Tanda Orang Bahagia Dunia-Akhirat Menurut Syekh al-Samarqandi (foto: freepik)
Tanda-Tanda Orang Bahagia Dunia-Akhirat Menurut Syekh al-Samarqandi (foto: freepik)

Setiap peristiwa baik musibah atau peristiwa bahagia kita tidak tahu kapan datangnya, namun Allah Swt memberi gambaran dengan tanda-tanda kekuasaannya. Seperti kapan terjadinya kiamat, kita sebagai hambanya tidak mengetahui itu, tetapi Allah memberikan pertanda sebagai gambaran bahwa hari kiamat itu akan terjadi salah satunya yaitu dengan munculnya Dajjal.

 

Nikmatnya dan indahnya surga sebagai tempat yang di janjikan Allah kepada hambanya yang bertaqwa juga kita tidak mengetahui bagaimana keindahannya, tetapi Allah memberikan gambaran dengan tanda-tandanya, bahwa surga itu salah satunya bagaikan talaga dengan air susu.

 

Mengenai tanda-tanda, ada pula tanda orang-orang yang akan bahagia dunia dan akhirat. Tanda tersebut Allah telah mengungkapnya dalam Al-Qur’an.            


"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya," (QS al-Mukminun [23]: 1-9).     

 

Selain itu, Syekh al-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin juga menyebutkan 11 tanda orang yang akan berbahagia. Sebagian di antaranya sama dengan tanda yang telah disebutkan dalam ayat di atas. Sehingga bila dipadukan, jumlahnya menjadi 14 tanda. (Lihat: Tanbih al-Ghafilin, [Surabaya: Harisma], hal. 70). Namun, keempat belas tanda ini tidak serta merta berdiri sendiri kecuali di atas keimanan yang kokoh dan ketakwaan yang kuat.  

 

Pertama, senantiasa memelihara shalat lima waktu dengan khusyu’. Hal ini juga sejalan dengan perintah Allah dalam ayat yang lain, "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu," (QS al-Baqarah [2]: 238).    


Perintah ini pun tak bisa disepelekan karena shalat merupakan amal hamba yang pertama kali dihisab atau dipertanggungjawaban pada hari Kiamat. Usai amal shalatnya diperiksa, barulah amal-amal yang lain.    


Kedua, menjaukan diri dari hal-hal yang tidak berguna, baik dalam tindakan maupun dalam pembicaraan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan, “Di antara tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tak bermakna,” (HR Ahmad).    


Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga berpesan, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik-baik atau diam,” (HR Malik).   


Ketiga, menunaikan zakat bila harta sudah mencapai nisab, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Kendati belum mampu berzakat, masih bisa bersedekah, berhibah, berinfak, berwakaf, memberi hadiah, menyumbang, dan seterusnya.     


Keempat, menjaga kemaluan kecuali kepada pasangan yang sah. Sayangnya, menjaga kemaluan ini sudah banyak diabaikan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan ancamannya, “Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah, setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya,” (Ibnu Abi al-Dunya).    

 

Kelima, selalu menjaga amanat yang diberikan dan janji yang telah disampaikan. Amanat sendiri mencakup semua yang telah diberikan Allah untuk dipertanggungjawabakan, seperti usia, harta, ilmu, jabatan, keluarga, keturunan, dan sebagainya.     


Keenam, zuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat. Ia menyadari bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia. Karena itu, segala sesuatu yang ia lakukan diorientasikan untuk kehidupan akhirat. Namun, zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, melainkan menjadikan dunia sebagai sarana meraih kebahagiaan yang lebih besar dan abadi. Sedangkan dunia yang sekiranya mencelakakan dan tak akan mengantarkan kepada kebahagiaan akhirat ditinggalkan.           


Ketujuh, mencurahkan seluruh perhatiannya kepada ibadah dan membaca Al-Qur’an. Apa pun yang dilakukannya harus bernilai ibadah. Mulai dari mencari nafkah, menikah, mengurus keluarga, mendidik anak, makan, minum, sampai tidur, dilakukan dan diniatkan dengan tulus agar bernikai pahala di sisi Allah. Apalagi amaliah yang berbentuk ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, dan sebagainya. Tidak ada waktu luang kecuali diisi dengan hal-hal bermanfaat, seperti membaca Al-Qur’an. Ia sadar Al-Qur’an kelak akan memberi syafaat atau pertolongan bagi pembacanya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bacalah Al-Qur’an oleh kalian! Sebab, pada hari Kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pemilik (pembaca)-nya,” (HR Ahmad).

 

Mengutip pernyataan Abdullah ibn Abi Zakariya, Ibnu Abi Ashim menuturkan, orang yang banyak bicaranya, banyak kesalahannya. Orang yang banyak kesalahannya, sedikit sifat wara‘-nya. Orang yang sedikit sifat wara‘-nya, mati hatinya. Orang yang mati hatinya, diharamkan Allah ke dalam surga.       


Kedelapan, bersikap wara’ atau berhati-hati dari segala perkara haram, baik yang banyak maupun yang sedikit. Jangankan yang haram, yang halal pun sudah dibatasi dan syubhat sudah dihindari. Dalam hadis disebutkan, siapa pun yang menjauhi perkara syubhat, sejatinya telah membebaskan agama dan kehormatan dirinya. Sebab, orang yang telah berani mengambil perkara syubhat akan terjatuh kepada perkara haram.        


Kesembilan, bersahabat dengan orang-orang saleh. Bahkan, persahabatan ini juga akan berlanjut hingga hari akhir. Salah satu hadis Rasulullah menyatakan, “Sesungguhkan engkau akan dikumpulkan bersama orang-orang yang engkau cintai.” Artinya, jika seseorang cinta kepada orang saleh, maka kelak ia akan dibangkitkan bersama orang-orang saleh. Demikian pula sebaliknya.    

 

Selain itu, bersahabat dengan orang-orang saleh juga termasuk pelembut dan pengobat hati. Sementara pelembut hati lainnya adalah membaca Al-Qur’an dengan penuh penghayatan, sering berpuasa mengosongkan perut, senantiasa bangun malam, dan merendahkan diri kepada Allah di waktu sahur.      


Kesepuluh, bersikap tawaduk, rendah hati, dan tidak sombong. Sungguh jelas apa yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya, “Siapa saja yang ruhnya meninggalkan jasad, dalam keadaan terbebas dari tiga hal, maka ia masuk surga. Ketiganya adalah kesombongan, kedengkian, dan hutang,” (HR al-Darimi).   

 

Kesebalas, bersikap murah hati dan dermawan. Sebab, orang yang murah hati itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari sesama, dan dekat dengan api neraka. Sehingga orang jahil yang dermawan lebih dicintai Allah daripada ahli ibadah yang kikir. Dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat, sebagaimana yang diriwayatkan al-Tirmidzi.    


Keduabelas, bersikap penyayang kepada sesama makhluk Allah. Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sayangilah mereka yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayang oleh mereka yang ada di langit.” Dan yang lebih istimewa, orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Dzat yang maha penyayang.    


Ketigabelas, memberi manfaat kepada sesama makhluk. Sungguh mulia orang yang selalu memberi manfaat kepada sesama. Selain dicap sebagai manusia terbaik, juga dimasukkan ke dalam golongan hamba yang paling dicintai Allah. 


Ingatlah, amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kebahagiaan kita berikan kepada seorang muslim, bantu meringankan kesulitannya, melunasi hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Bila aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi satu kebutuhannya, maka lebih aku sukai daripada beri'tikaf di masjidku (Masjid Nabawi) selama satu bulan. Siapa saja yang berjalan bersama saudaranya dalam satu kebutuhannya, hingga ia siap membantunya, maka Allah akan menetapkan telapak kakinya pada hari dimana banyak telapak kaki tergelincir,” (HR al-Thabrani).    


Keempatbelas, selalu mengingat kematian, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kenikmatan,” yakni: kematian.    


Mari kita bandingkan mereka yang lalai kepada kematian dan mereka yang ingat kepada kematian. Mereka yang lalai umumnya malas dalam beribadah, ceroboh dalam bertindak, tak peduli akan kewajiban sendiri dan hak orang lain, tak pandang bulu dalam perkara haram, dan seterusnya. Namun tidak demikian halnya yang ingat kepada kematian. Mereka sadar sekecil apa pun yang mereka perbuat akan dipertanggungjawabkan dan diperlihatkan balasannya. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula," (QS al-Zalzalah [99]: 9).     


Itulah tanda-tanda orang yang akan meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Sementara tanda-tanda orang yang akan celaka adalah kebalikan dari tanda-tanda di atas, seperti melalaikan shalat, sibuk dengan hal-hal yang tak bermakna, tidak menjaga kemaluan, dan seterusnya. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam.  


Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.   


Ubudiyah Terbaru