Ubudiyah

Kebahagiaan Menunaikan Ibadah Haji dan Umrah

Ahad, 8 Juni 2025 | 09:59 WIB

Kebahagiaan Menunaikan Ibadah Haji dan Umrah

Ka'bah. (Foto: Tangkapan Layar Youtube At-Taqwa TV).

Bagi seseorang yang pernah mengunjungi Makkah dan Madinah, entah itu dengan pergi berhaji atau berumrah pasti akan ada ingatan dan kenangan pada dua tempat yang dimuliakan Allah SWT itu. Hal itu wajar, mengingat pergi kedua tempat itu akan menjadi sesuatu yang bernilai ibadah. Tidak hanya itu, pahala yang didapat dari mengunjungi dua tempat itu pun melebihi pahala ibadah yang dilakukan di luar dua tempat itu. 


Selain sebagai kewajiban bagi seorang muslim yang dirasa telah cukup mampu untuk melaksanakannya, mengunjungi Makkah dan Madinah menjadi ajang untuk mengenang kehidupan para utusan Tuhan (baca: Nabi dan Rasul), terutama Ibrahim, Ismail dan Muhammad SAW. Oleh karena itu, keinginan untuk mengunjungi kedua tempat itu selalu menjadi dambaan bagi setiap muslim di manapun berada.


Seorang muslim yang melakukan umrah maupun haji pada dasarnya telah menjadi hamba, paling tidak menjadi hamba Tuhan yang tidak terperdaya oleh kehidupan duniawi. Mengapa demikian, sebab pergi berhaji maupun umrah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun, bagi seorang muslim yang imannya dan ketakwaannya kuat, seberapa pun biaya yang dikeluarkan untuk pergi berhaji atau umrah, rasanya tidak ada bandingannya dengan kenikmatan beribadah di dua tempat mulia itu. 


Beragam kenikmatan bagi orang yang berhaji atau yang berumrah terletak pada kenikmatan suasana ibadah yang penuh dengan makna. Jika sehari-hari, misalnya, kita shalat hanya membayangkan menghadap kiblat dan membaca shalawat Nabi dari kejauhan. Namun, ketika di Makkah dan di Madinah, orang yang berhaji atau berumrah akan menemukan suasana yang berbeda, yakni langsung shalat menghadap kepada Kabah dan bershalawat ke makam Nabi langsung. Kenikmatan yang dirasakan itulah yang kemudian banyak orang meneteskan air mata, terharu, atau pun sedih karena rasa bahagianya. Tangisan juga kadang membuncah manakala jemaah teringat akan dosa dan kesalahan yang pernah dilakukannya.


Kebahagiaan dan rasa haru juga layak dimiliki oleh orang yang berhaji atau berumrah karena kesempatan untuk memeluk Ka'bah dan mencium batu dari surga (Hajar Aswad) terbuka lebar. Tinggal para jemaah memiliki niat yang tulus, punya keberanian, dan cermat memanfatkan segala kesempatan. Hal ini perlu dipertimbangkan karena begitu banyaknya jemaah yang menghendaki hal yang sama. 


Keistimewaan orang yang berhaji dan berumrah terletak pada kesempatan jemaah dapat meneladani sekaligus melakukan perjalanan yang dialami Nabi Ismail dan ibunya, Siti Hajar melalui ibadah Sa'i. Meskipun secara lahiriah, Sa'i itu hanya berlari-lari kecil tujuh balikan, namun di dalam prosesi Sa'i terdapat nilai-nilai yang sarat dengan hikmah. Melalui Sa'i, jemaah seolah diingatkan akan keteguhan iman seorang hamba yang sedang diuji, kesabaran seseorang yang ditinggal oleh pelindung keluarga, serta keyakinan akan keberhasilan yang diperoleh melalui kesabaran. 


Dua bukit yang menjadi titik pangkal perjalanan Sa'i yakni bukit Safa dan Marwah. Dari dua bukit ini, jemaah diingatkan pada simbol bahwa  perjuangan dalam meraih kebahagian harus didukung dengan berbagai pengorbanan. Pengorbanannya pun tidak cukup dilakukan satu kali, melainkan mesti dilakukan berulang-ulang. Dalam hal ini, sumber air Zamzam yang terletak di belakang bukit Safa dan Marwah menjadi klimaks dari perjalanan Sa'i. Air zamzam yang merupakan simbol kehidupan dihasilkan dari teguh dan kuatnya perjalanan Siti Hajar dalam menjaga anak semata wayangnya, Ismail AS.


Kebahagiaan orang yang berhaji maupun yang berumrah dapat dirasakan manakala jemaah dapat mengunjungi Maulid, tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW yang kini menjadi perpustakaan (Maktabah) Makkah. Di tempat ini jemaah bisa merenung, bahwa manusia pilihan telah lahir. Tentu bagi seseorang yang mempercayai akan hal keberkahan, mengunjungi Maulid menjadi satu hal sayang kalau dilewatkan. 


Selama berada di Makkah maupun di Madinah jemaah haji maupun umrah dapat melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah yang memiliki nilai andil begitu besar dalam perjuangan para Nabi dan Rasul menegakan kalimat tauhid. Sudah dipastikan bahwa selama Makkah jemaah haji maupun umrah terbuka lebar merasakan indah dan syakralnya tempat-tempat  seperti Mina, Arafah Muzdalifah. Begitupun dengan komplek pamakaman Ma'la, Gua Hira, Jabal Rahmah, serta Masjid Jin. 


Sementara selama di Madinah, jemaah akan merasakan kenikmatan ibadah di Masjid Nabawi dan juga berziarah langsung ke makam Nabi beserta sahabat Abu Bakar dan Utsman dan para syuhada di Baqi. Selama di Madinah pula, jemaah dapat mengunjungi Masjid Kuba dan Masjid Kiblatain. Dan yang mesti jangan dilewatkan, para jemaah juga perlu mengunjungi pusat kebun kurma, jabal magnet untuk sekedar mengoptimalkan bisa berkunjung ke Madinah. 


Salah satu yang akan selalu dikenang oleh jemaah selama di Madinah juga yakni berkesempatan untuk berdiam diri di Raudloh, satu tempat di dunia sebagai gambaran taman surga yang diapit oleh makam Nabi dan Mimbar Nabi yang berada di dalam Masjid Nabawi. 


Tampaknya kebahagiaan dan kekhusuan beribadah di Makkah dan Madinah tak akan ada duanya. Jika saja tidak ada kewajiban dan kerinduan untuk pulang ke tanah air, menetap di Makkah dan di Madinah akan menjadi dambaan bagi semua orang. Tapi apalah daya, semua jemaah mesti kembali ke tanah airnya masing-masing untuk menunjukkan keberhasilan ibadah haji maupun umrahnya. Mengapa, karena kemabruran ibadah haji dan umrah terletak pada sejauh mana ia dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari di tempat ia tinggal. 


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang pernah berangkat ibadah haji tahun 2014 di bawah bimbingan KBIH Al-Huda