Ubudiyah

Etika Islam dalam Menyambut dan Memuliakan Tamu

Ahad, 1 Desember 2024 | 10:00 WIB

Etika Islam dalam Menyambut dan Memuliakan Tamu

Tamu (Foto: NU Online/Freepik)

Memuliakan tamu adalah salah satu ajaran penting dalam Islam yang tidak hanya menjadi tradisi turun-temurun, tetapi juga mencerminkan sifat mulia para nabi dan orang-orang terdahulu. Islam sangat menekankan pentingnya memuliakan tamu, bahkan Rasulullah saw mengaitkannya dengan keimanan. Sebagaimana sabda beliau:

 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya,” (HR. Malik).


Momen menerima tamu adalah kesempatan untuk menjalankan ajaran syariat sekaligus mempererat silaturahmi. Namun, Islam juga mengajarkan adab dan etika tertentu dalam menyambut tamu agar memberikan kesan yang baik dan penuh berkah.
 

Adab Menyambut Tamu dalam Islam

Menjawab Salam
Menjawab salam tamu adalah salah satu bentuk penghormatan yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:


اِذْ دَخَلُوْا عَلَيْهِ فَقَالُوْا سَلٰمًاۗ قَالَ سَلٰمٌۚ قَوْمٌ مُّنْكَرُوْنَ

Artinya: “(Cerita itu bermula) ketika mereka masuk (bertamu) kepadanya, lalu mengucapkan, ‘Salam.’ Ibrahim menjawab, ‘Salam.’ (Mereka) adalah orang-orang yang belum dikenal,” (QS. Adz-Dzariyat: 25).


Nabi Ibrahim dikenal sebagai sosok yang sangat memuliakan tamu. Bahkan, beliau tidak pernah makan kecuali bersama tamu dan rela mengutus orang untuk mencari tamu jika tidak ada yang datang (Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya minal Bidayah wan-Nihayah, jilid I, hal. 252).


Menyambut dengan Senang Hati
Tamu harus disambut dengan wajah ceria, senyum tulus, dan sikap rendah hati. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

 

وَتَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَةٌ

Artinya: “Senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah sedekah,” (HR. Al-Bukhari).


Menemani dan Melayani Kebutuhan Tamu
Tamu yang datang hendaknya ditemani dan dilayani dengan baik. Jika tamu menginap, tuan rumah sebaiknya menunjukkan tempat shalat, kamar mandi, dan tempat istirahat.


Menjamu dengan Makanan yang Disukai
Menjamu tamu dengan makanan kesukaan mereka adalah bentuk penghormatan. Imam al-Ghazali menyebutkan, bahkan saat puasa sunah, diperbolehkan berbuka untuk menyenangkan tamu (Ihya’ Ulumuddin, jilid II, hal. 20).


Tidak Menyinggung Perasaan Tamu
Bersikap sopan, menjaga penampilan, dan berbicara lemah lembut adalah bagian dari adab menerima tamu. Rasulullah saw bersabda:


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka katakanlah perkataan baik atau memilih diam,” (HR. Malik).


Mengantar Tamu Hingga Pintu
Mengantar tamu hingga pintu atau halaman rumah adalah bentuk penghormatan terakhir. Jangan lupa untuk saling mendoakan dan menyampaikan salam perpisahan yang menyenangkan.


Memuliakan tamu adalah bagian dari keimanan dan cermin ketinggian akhlak seorang Muslim. Dengan mempraktikkan adab-adab di atas, kita tidak hanya menjalankan sunnah Rasulullah saw, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan memperoleh keberkahan.


Ibnu Katsir, "Qashashul Anbiya minal Bidayah wan-Nihayah"; Imam al-Ghazali, "Ihya’ Ulumuddin"; Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat: 25; Hadits-hadits Nabi Muhammad saw.

Tulisan ini dikutip dari artikel karya M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, sebagaimana dimuat di NU Online.