• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 28 Juni 2024

Ubudiyah

Amalan Sunnah di Hari Tasyrik 

Amalan Sunnah di Hari Tasyrik 
Amalan Sunnah di Hari Tasyrik (Ilustrasi: NU Online/Freepik)
Amalan Sunnah di Hari Tasyrik (Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Hari Tasyrik adalah hari setelah hari raya Idul Adha yaitu pada tanggal 11-13 bulan Dzulhijjah. Tiga hari tersebut adalah batas waktu umat muslim untuk melaksanakan ibadah kurban setelah idul adha.
 

Selain itu, hari Tasyrik juga merupakan waktu istimewa untuk melakukan ibadah lainnya, karena pada hari-hari ini merupakan waktu di mana kebanyakan orang lalai. Keutamaan hari tasyrik dijelaskan dalam kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari.
 

Imam Bukhari mengutip hadits keutamaan Hari Tasyrik sebagai waktu istimewa untuk ibadah yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra.
 

: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَّ أَنَّهُ قَالَ مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ 
 

Artinya: “Dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Tidak ada amal pada hari-hari ini yang lebih utama daripadanya di hari-hari ini,’” (HR Bukhari).  (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz II, halaman 527).
 

Adapun ketentuan ibadah di Hari Tasyrik yakni dilarangnya umat Islam melaksanakan puasa dan dianjurkannya memperbanyak zikir. Imam Muslim meriwayatkan hadits yang menerangkan Tasyrik sebagai hari istimewa untuk makan, minum, dan untuk zikir:


عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ 


Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir,’” (HR Muslim). 


Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari. (Al-Imam An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 273).


Berikut adalah beberapa amalan sunnah di hari tasyrik menurut beberapa ulama yang dikutip dari tulisan Alhafiz Kurniawan pada laman NU Online
 

1. Mengumandangkan takbir. 
Imam Bukhari meriwayatkan hadits perihal amal pada Hari Tasyrik. Ia mengutip pandangan Ibnu Abbas ra. perihal perintah zikir pada hari-hari tertentu yang dipahami sebagai Hari Tasyrik di Surat Al-Baqarah ayat 203.


 وقال ابنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُواْ اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ أَيَّامُ العَشْرِ والأَيَّامُ المَعْدُوْدَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ وكَانَ ابنُ عُمَرُ وأَبُو هُرَيْرَةَ كَانَا يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أيَّامِ العَشْرِ يُكبِّرَانِ، ويُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيْرِهِمَا وكَبَّرَ مُحَمَّدٌ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَافِلَةِ 


Artinya: “Ibnu Abbas ra. mengatakan, ‘Sebutlah nama Allah (zikirlah) pada hari tertentu,’ (Surat Al-Baqarah ayat 203). ‘Hari 10 dan hari-hari tertentu adalah Hari Tasyrik.’ Sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra. keluar ke pasar pada hari 10 sambil bertakbir. Orang-orang pun ikut bertakbir karena takbir keduanya. Muhammad bin Ali juga bertakbir setelah shalat sunnah,” (HR Bukhari). 


Imam Bukhari dalam bab ini juga mengutip sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah yang bertakbir pada Hari Tasyrik. Ia juga meriwayatkan Muhammad bin Ali yang bertakbir setelah melaksanakan shalat sunnah. 


Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengutip pandangan serupa sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari perihal anjuran takbir selesai shalat. Kali ini ia mengutip pandangan Imam Abu Hanifah perihal pembacaan takbir seusai shalat pada Hari Tasyrik.


 وكان أبو حنيفة يذهب بالتشريق في هذا إلى التكبير في دبر الصلاة 


Artinya: “Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa amal pada Hari Tasyrik adalah takbir setelah shalat,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/525). 
 

Ibnu Bathal yang juga mensyarahkan Shahih Bukhari mengutip pendapat Mahlab. Menurutnya, amal utama pada Hari Tasyrik adalah pembacaan takbir sebagaimana lafal takbir yang dianjurkan. Bahkan menurutnya, zikir takbir pada Hari Tasyrik lebih utama daripada shalat sunnah.
 

 وقال المهلب العمل فى أيام التشريق هو التكبير المسنون، وهو أفضل من صلاة النافلة 


Artinya: “Al-Muhallib mengatakan, ‘Amal pada Hari Tasyrik adalah pembacaan takbir yang disunnahkan. Itu (takbiran) lebih utama dari shalat sunnah,’” (Ibnu Bathal, Syarhu Shahihil Bukhari libni Bathal, [Riyadh, Maktabatur Rusyd: tanpa tahun], juz II, halaman 561). 
 

2. Perbanyak dzikir (Tahlil, Tahmid, dan Takbir). 
Ibnu Hajar Al-Asqalani pada akhir pembahasan amal pada Hari Tasyrik mengutip riwayat hadits yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir.
 

 وقد وقع في رواية بن عمر من الزيادة في آخره فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّحْمِيْدِ وَالتَّكْبِيْرِ 


Artinya: “Pada riwayat Ibnu Umar ada tambahan kalimat di akhir, ‘Perbanyaklah tahlil, tahmid, dan takbir pada Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/529). 


3. Jenis Amal Ibadah 
Al-Asqalani mengutip pendapat Ibnu Abi Jamrah. Menurutnya, Islam tidak menentukan amal atau zikir tertentu pada Hari Tasyrik. Menurutnya, amal apapun asal dilakukan pada Hari Tasyrik tetap lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik.


 وقال بن أبي جمرة الحديث دال على أن العمل في أيام التشريق أفضل من العمل في غيره 


Artinya: “Ibnu Abi Jamrah mengatakan, ‘Hadits ini menunjukkan bahwa amal apapun pada Hari Tasyrik lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/527). 


Pada prinsipnya, Hari Tasyrik memang waktu istimewa untuk ibadah sehingga apapun amal ibadahnya asal dilakukan pada waktu-waktu yang istimewa maka ganjarannya juga istimewa. Hadits riwayat Imam Bukhari di atas menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan waktu-waktu tertentu, sebagaimana Dia mengistimewakan tempat-tempat tertentu.

 
وأن الغاية القصوى فيه بذل النفس لله وفيه تفضيل بعض الأزمنة على بعض كالأمكنة 


|Artinya: “Tujuan tertinggi dari hadits ini adalah penghambaan diri sepenuhnya kepada Allah. Hadits ini juga menjadi dalil pengutamaan waktu-waktu tertentu dalam ibadah dibanding waktu lainnya, sebagaimana pengistimewaan tempat-tempat tertentu,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/528).
 


Ubudiyah Terbaru