• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Taushiyah

KH Zakky Mubarak

Perumpamaan yang Berkesan dari Kitab Terdahulu

Perumpamaan yang Berkesan dari Kitab Terdahulu
kitab (foto: NU Online)
kitab (foto: NU Online)

Setiap orang yang muslim pasti meyakini dan mempercayai kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terdahulu, sebelum Rasul Muhammad s.a.w.. Keyakinan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad Saw mempunyai dasar yang kuat dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam surat al-Baqarah misalnya, disebutkan beberapa kriteria dari orang-orang yang bertakwa, diantara sebagian kriterianya adalah
 

وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ  
 

Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (Q.S. Al-Baqarah, 2:4).


Mempercayai kitab-kitab sebelum dibangkitkan Nabi Muhammad, bagi seorang muslim adalah mempercayai kebenaran ajaran kitab-kitab itu, semua kitab yang diturunkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya adalah petunjuk kebenaran yang membimbing umat manusia mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.


Ajaran dan kitab terdahulu yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul Allah terangkum dalam kitab suci al-Qur’an, karena ia merupakan kitab suci yang terakhir diwahyukan dan kitab yang paling sempurna. 


نَزَّلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوۡرَىٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ مِن قَبۡلُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ ٱلۡفُرۡقَانَۗ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدٞۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٞ ذُو ٱنتِقَامٍ  


 “Dia menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, Sebelum (al-Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; Dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa)”. (Q.S. Ali Imran, 3:3-4).
 

Kitab suci al-Qur’an memiliki keistimewaan yang dapat dibedakan dengan kitab-kitab suci sebelumnya di antaranya: (1) al-Qur’an memuat ringkasan dari kitab-kitab terdahulu, sehingga ajaran-ajaran kitab itu tetap terjaga dengan baik. Keistimewaan yang ke (2) al-Qur’an mengkokohkan dengan menguatkan ajaran kebenaran dari kitab-kitab suci sebelumnya. Seperti ajaran tentang Tauhid (ke-Esaan Allah), beriman kepada para Nabi dan Rasul, meyakini adanya hari akhirat, menganjurkan tentang keluhuran akhlak dan sebagainya.
 

Keistimewaan yang ke (3) al-Qur’an merupakan batu ujian, untuk menguji kitab-kitab lama yang masih ada sampai sekarang. Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas dari ajaran kitab lama itu, apakah masih asli atau kemungkinan ada campur tangan manusia. Selanjutnya yang ke (4) al-Qur’an melengkapi dan menyempurnakan ajaran dari kitab-kitab terdahulu yang belum lengkap. Misalnya penjelasan secara terperinci tentang hukum waris, masalah masyarakat dan negara, serta masalah-masalah lain yang mungkin timbul dalam kehidupan dunia modern dan postmodern yang terus berubah dan berkembang.
 

Ajaran kitab lama, selain terangkum dalam al-Qur’an juga dijelaskan dalam beberapa hadis Nabi s.a.w. 
 

سَأَلَ أَبُوْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى فَقَالَ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا كَانَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيْمَ ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَانَتْ أَمْثَالاً كُلَّهَا  فَمِنْهَــا أَيُّهَا الْمَلِكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُوْرُ إِنِّيْ لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضُهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَكِنِّيْ بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّيْ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنِّيْ لَا أَرُدُّهَا وَإِنْ كَانَتْ مِنْ كَافِرٍ (رواه ابن حبان والحاكم)


“Abu Dzar r.a. seorang sahabat Nabi yang dekat dengan Nabi pernah bertanya kepaa beliau: “Bagaimana ajaran dari shuhuf Ibrahim dan Musa itu wahai Rasul”? “Rasul menjawab: “Ajaran itu adalah merupakan perumpamaan-perumpamaan, misalnya: “Wahai para penguasa yang terkena cobaan dan tertipu, karena melupakan amanah Allah yang seharusnya dilaksanakan dengan baik. Sesungguhnya Aku (Allah), tidak membangkitkanmu untuk menimbun harta duniawi secara berlebihan. Akan tetapi Aku membangkitkanmu agar berlaku adil terhadap rakyatmu, sehingga tidak ada lagi do’a orang-orang yang teraniaya. Sebab Aku tidak akan menolak do’a orang yang teraniaya, meskipun ia seorang kafir”. (HR. Ibnu Hibban, No: 361 dan Hakim, No: 652).


Kalau perumpamaan di atas dialamatkan kepada para penguasa, maka dalam hadis berikutnya, imbauan dialamatkan bagi para ilmuwan dan para ulama, sebagai berikut: 


وَعَلَى الْعَاقِلِ مَا لَمْ يَكُنْ مَغْلُوْبًا عَلَى عَقْلِهِ أَنْ تَكُوْنَ لَهُ سَاعَاتٌ سَاعَةٌ يُنَاجِيْ فِيْهَا رَبَّهُ وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيْهَا نَفْسَهُ وَسَاعَةٌ يَتَفَكَّرُ فِيْهَا فِيْ صَنْعِ اللهِ وَسَاعَةٌ يَخْلُوْ فِيْهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ الْمَطْعَمْ وَالْمَشْرَبِ (رواه ابن حبان والحاكم)


“Bagi mereka yang berakal cerdas (ilmuwan, ulama dan cendekiawan), yang tidak dikalahkan kecerdasan akalnya (tidak mendewakan akal pikirannya), hendaklah mereka dapat membagi waktu dengan baik dan benar. Yaitu sebagian waktu disediakan untuk bermunajat kepada Allah. Sebagian waktu untuk memperhitungkan segala kegiatan dan aktifitasnya. Sebagian untuk memperhatikan segala ciptaan Allah (mengadakan penelitian terhadap segala apa yang ada dalam alam semesta ini dan  segala kejadiannya yang menakjubkan). Sebagian lagi untuk memikirkan keperluannya, berupa makanan dan minuman,”. (HR. Ibnu Hibban, No: 361 dan Hakim, No: 652).
 

Banyak lagi perumpamaan-perumpamaan dari kitab-kitab terdahulu yang sangat berharga bagi kita, yang diriwayatkan hadis Nabi s.a.w. dan ajaran-ajaran lain yang dapat kita peroleh dengan mengkaji kitab-kitab hadis. Mengenai petunjuk kebenaran dan pelajaran yang berharga, kita dapat memperolenya dari siapapun. Sayidina Ali ibn Abi Thalib pernah berpesan:
 

اُنْظُرْ إِلَى مَا قِيْلَ وَلَا تَنْظُرْ لِمَنْ قَالَ
 

“Lihatlah kepada apa yang dikatakan dan jangan melihat kepada siapa yang mengatakan”.
 

Dr. KH. Zakky Mubarak, MA., salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru