• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Syariah

Kesepakatan Para Ulama tentang Hukum Menimbun Barang Komoditas

Kesepakatan Para Ulama tentang Hukum Menimbun Barang Komoditas
Kesepakatan Para Ulama tentang Hukum Menimbun Barang Komoditas. (Foto: Antara)
Kesepakatan Para Ulama tentang Hukum Menimbun Barang Komoditas. (Foto: Antara)

Perbuatan menimbun barang sudah tentu tidak diperbolehkan dalam Islam. Apalagi jika diperhatikan, menimbun barang merupakan upaya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Terlebih, jika barang yang ditimbun adalah bahan-bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, telur, susu, daging, minyak goreng, dan lain-lain. 


Mengutip NU Online, para ulama sepakat bahwa ihtikar (menimbun) hukumnya adalah dilarang (haram). Adapun landasan hukum haramnya menimbun barang yang digunakan oleh para ulama adalah adanya kesengsaraan (al-madlarrah), dimana dalam menimbun ada praktik-praktik yang menyengsarakan orang lain. Hal tersebut tidak sejalan dengan langkah untuk mendatangkan kemanfaatan (jalbul manfa’ah) dan membuang kesengsaraan (daf’ul madlarrah). 


Baik dari kalangan madzhab Hanafiyah (misalnya Ibnu ‘Abidin dalam karyanya Raddul Muhtâr atau az-Zailia’iy dalam karyanya Tabyînul Haqâiq), ulama Malikiyah (misalnya dalam kitab al-Muntaqa ‘alal Muwattha atau al-Gharnathiy dalam karyanya al-Qawânîn al-Fiqhiyah), ulama Syafi’iyah (misalnya al-Khathib al-Syirbiniy dalam karyanya Mughnil Muhtâj atau as-Syiraziy dalam karyanya al-Muhaddzab dan syarahnya yaitu kitab al-Majmû’ an-Nawawiy juga Zainuddin al-Malibbariy dalam Fathul Mu’în dan Syarahnya yaitu kitab I’ânatut Thâlibîn karya Muhammad Syatha ad-Dimyathiy), maupun ulama Hanabilah misalnya Ibnu Qudamah dalam karyanya al-Mughni menyepakati bahwa ihtikar (menimbun) hukumnya adalah dilarang (haram). 


Adapun dalil yang dijadikan landasan dari para ulama tersebut adalah beberapa hadits Nabi Muhammad Saw, diantaranya hadits yang diriwayatkan melalui Umar RA:


الجالب مرزوق والمحتكر ملعون


"Orang yang mendatangkan (makanan) akan dilimpahkan rezekinya, sementara penimbun akan dilaknat." 


Juga hadits yang diriwayatkan melalui Mu’ammar al-‘Adwiy: 


  لا يحتكر الا خاطئ    


"Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berbuat salah."   


Hadits yang diriwayatkan melalui Ibn Umar:


   من احتكر طعاماً أربعين ليلة، فقد برئ من الله ، وبرئ الله منه 


"Siapa menimbun makanan selama 40 malam, maka ia tidak menghiraukan Allah, dan Allah tidak menghiraukannya." 


Hadits yang diriwayatkan melalui Abu Hurairah:


    مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ   


Siapa menimbun barang dengan tujuan agar bisa lebih mahal jika dijual kepada umat Islam, maka dia telah berbuat salah. Hadits Riwayat Ibnu Majah, dan sanadnya hasan menurut Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah:


   من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بالجذام والإفلاس” رواه ابن ماجة وإسناده حسن   


"Siapa yang suka menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah akan mengutuknya dengan penyakit kusta dan kebangkrutan." (HR Ibnu Majah, sanad hadit ini hasan)


Para ulama juga banyak pendapat, bahwa yang haram ditimbun bukan hanya barang/komoditi makanan pokok sehari-hari suatu penduduk saja, melainkan komoditi yang kalau hal tersebut sulit didapatkan maka hal itu bisa menyebabkan kesengsaraan bagi orang banyak. Malah ulama Malikiyah berpendapat bahwa haramnya menimbun tidak hanya pada bahan pokok saja melainkan semua barang. Dan dalam kitab Fathul Mu’in yang dinukil dari al-Ghazali diistilahkan dengan “mâ yu’în ‘alaih” yaitu setiap komoditi/barang yang dibutuhkan.


Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Selasa, 17 April 2012 pukul 06:02.


Syariah Terbaru