• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Sejarah

Menelusuri Tempat Belajar Mbah Hasyim

Menelusuri Tempat Belajar Mbah Hasyim
Menelusuri Tempat Belajar Mbah Hasyim
Menelusuri Tempat Belajar Mbah Hasyim

Di bangunan berbentuk angkring dan atap limasan khas rumah Jawa ini, KH. Hasyim Asy’ari bertempat saat belajar kepada Kiai Asyiq di Pesantren Cangaan, Bangil pada paruh kedua 1800-an. Ia tinggal di kamar depan pada sisi kanan bangunan.


Ruangan cukup kecil. Tak lebih dari 260 x 180 cm luasnya. Tingginya pun hanya 156 cm sudah menyentuh kayu-kayu penyanggah. Sedangkan ke plafonnya hanya 48 cm dari kayu penyangga. Pintu masuknya lebih kecil lagi. Tingginya hanya 130 cm dengan lebar 57 cm. Saya yang setinggi 167 cm harus menunduk untuk masuk ke bilik asrama Kiai Hasyim Asy’ari tersebut.


“Ini ajaran Sunan Bonang. Mengajarkan ketawadluan kepada para santri,” ungkap KH. Ridloi, pengasuh Pesantren Cangaan tersebut.


Konon, sejak awal berdiri, pesantren ini memiliki lima bangunan asrama. Kesemuanya dengan arsitektur yang sama. Selain bentuk dan ukurannya yang sama, juga ditandai dengan atap wuwungan yang unik. Genting penyambung pada atap tersebut ada aksesoris menyerupai burung.


Asrama tersebut diperuntukan kepada para santri sesuai dengan daerahnya masing-masing. Ada asrama Bangkalan, Sumenep, Jawa, Kudus dan Bonang. Dua asrama terakhir sudah tidak ada. Konon dibawa oleh santri-santri dari Kiai Sayyidin, pengasuh awal pesantren.


Di masing-masing asrama ini, telah terlahir para santri yang menjadi ulama terkemuka. Selain Kiai Hasyim, di asrama Jawa tersebut juga pernah tinggal Kiai Hasbullah, Tambakberas, Jombang. Kamarnya berhadap-hadapan dengan kamar Kiai Hasyim.


Sedangkan di asrama Bangkalan, dulunya pernan ditempati oleh Syaikhona Kholil. Beliau tinggal di kamar nomor tiga dari depan di sisi kiri bangunan. Selain kamar tersebut, ada banyak kenangan Kiai Kholil yang tersisa di sana. Di antaranya sumur dan kentongan bambu.


Di pesantren ini, tak sedikit orang yang datang untuk menapaktilasi jejak-jejak dari punjer masyayikh nusantara abad 19 dan 20 itu. Mengharapkan keberkahan dari petilasan sosok-sosok mulia tersebut. Sungguh suatu keberuntungan bisa menjejakkan kaki di tempat ini.


Ayung Notonegoro, salah seorang Peneliti NU


Sejarah Terbaru