Sejarah Maulid Nabi

Maulid Nabi SAW (1)

Ahad, 17 Oktober 2021 | 07:00 WIB

Maulid Nabi SAW (1)

Ilustrasi kemuliaan Nabi Muhammad SAW (NUO)

KH A hmad Ruhyat Hasby 
Pada abad ke 6 Masehi, dunia dikuasai oleh dua kekuatan besar, Romawi di Barat dan dan Persia di Timur. Dunia sedang berada di puncak kebobrokan mental, atau dalam bahasa masyhurnya masa jahiliah. Manusia saling membunuh, saling bantai antara satu suku dengan suku lainnya. Bahkan di Romawi manusia yang dianggap memiliki fisik yang kuat, diadu dengan jagoan lainnya sampai salah satu di antara mereka ada yang mati. Biadabnya, pertunjukan itu ditonton seluruh rakyat. Lalu sang gladiator yang menang akan diadu melawan singa buas yang lapar. 

Manusia pada masa itu juga tidak ada bedanya dengan binatang, karena dapat diperjualbelikan. Siapa saja yang punya uang banyak, maka dengan mudah dia bisa membeli budak sesuka hatinya. 

Wanita juga menjadi makhluk yang tidak ada martabatnya, mereka hanya menjadi pemuas nafsu laki-laki. Bahkan jika seorang suami mengetahui istrinya melahirkan anak perempuan, maka dia akan langsung mengubur hidup-hidup anaknya itu tanpa sedikitpun merasa berdosa. Punya anak perempuan bagi kaum jahiliah adalah aib yang harus ditutupi.

Pada masa itu agama hanya menjadi kedok bagi para pemukanya dan para penguasa untuk mengelabui rakyat jelata, demi harta dan kekuasaan. Rumah dukun dan tukang ramal menjadi tempat favorit yang didatangi orang. 

Pesta dan hura-hura sudah menjadi pemandangan biasa, tentu dengan minuman keras dan wanita penghibur sebagai penyertanya. Perjudian pun merajalela, dari mulai kelas sabung ayam sampai kelas kasino. Dunia benar-benar ada dalam puncak kebodohan. Dunia benar-benar gelap gulita.

Di saat seperti itulah, di sebuah rumah sederhana di kota Mekah, pada hari Senin tanggal 20 April 571 Masehi, atau tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah, dari rahim seorang wanita yang terpercaya, Aminah, dengan dibidani ruh tiga wanita mulia, Siti Hawa, Siti Asiah dan Siti Maryam yang diantarkan oleh jutaan Malaikat. Lahirlah seorang bayi suci yang memancarkan cahaya, yang memadamkan api sesembahan kaum Persia yang ribuan tahun tak pernah padam, yang disambut riang gembira oleh seluruh makhluk di alam raya . 

Kelahiran bayi itu berbeda dengan bayi pada umumnya. Dia bersujud dengan wajah menengadah ke atas langit, dan tak ada setetespun darah yang mengotorinya. Bayi ini juga sudah dalam keadaan dikhitan. Abdul Muthalib sang kakek merasa sangat gembira tiada terkira. Menantunya Aminah bisa memberikannya cucu laki-laki sebagai pengganti putranya yang juga ayah dari sang bayi ini, yakni Abdullah yang wafat ketika ia masih usia dua bulan dalam kandungan. Abdul Muthalib lalu membawa cucunya ini ke dalam Ka'bah dan memberinya nama Muhammad. 

Marhaban Ya Khairal Anam. Marhaban Ya Sayyidal Murasalin.

Penulis adalah Ketua PCNU Karawang