• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Purwakarta

KH Abun Bunyamin: Jangan Tinggalkan Keluarga dalam Keadaan Lemah Secara Finansial

KH Abun Bunyamin: Jangan Tinggalkan Keluarga dalam Keadaan Lemah Secara Finansial
KH Abun Bunyamin: Jangan Tinggalkan Keluarga dalam Keadaan Lemah Secara Finansial
KH Abun Bunyamin: Jangan Tinggalkan Keluarga dalam Keadaan Lemah Secara Finansial

Purwakarta, NU Online Jabar
Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat KH Abun Bunyamin mengamanatkan kepada kaum muslimin, terutama warga Nahdliyin dan pesantren agar tidak meninggalkan keluarga dalam keadaan lemah secara finansial. 


“Kita tidak boleh lengah, jangan sampai meninggalkan istri, anak dan cucu dalam keadaan miskin dan tidak berdaya. Lebih baik meninggalkan keluarga itu dalam keadaan berkecukupan secara ekonomi,” jelas kiai Abun dalam tausyiahnya di Ponpes Al-Muhajirin, Senin (3/6) lalu.


Berusaha mencari nafkah untuk anak istri sambungnya, menurut Nabi Saw termasuk jihad di jalan Allah Swt. Upaya tersebut juga termasuk untuk menjaga anak istri agar tidak minta-minta.


Menurut Kiai Abun, Nabi Saw pernah bersabda, betapa hinanya bagi orang yang pekerjaanya meminta-minta, diberi atau tidak diberi mereka tetap hina, sampai di hari kiamat. Mereka yang kerjanya meminta-minta, di akhirat akan dibangkitkan dalam keadaan tanpa muka, karena selama hidup di dunia seperti tidak bermuka atau tidak punya rasa malu. 


Kiai Abun menuturkan bahwa dalam surat At Tahrim ayat 6, kita sering mendengar ayat ini dikaitkan dengan masalah akidah dan ibadah, padahal bila kita kaitkan dengan hadist Nabi Saw, memiliki makna bahwa kita diperintahkan untuk menjaga ekonomi, penghasilan dan kelayakan hidup diri dan keluarga agar tidak membuat orang lain repot.


“Tingkatan manusia dalam ekonomi adalah yang paling jelek itu orang yang selalu berharap diberi, lalu orang yang selalu minta-minta, orang yang suka mencuri, terakhir yang paling hina adalah yang kaitanya dengan korupsi,” ungkap Kiai Abun.


Makanya, sambung kiai Abun, Nabi Saw menganjurkan agar anak istri dicukupkan kebutuhannya, khawatir bila kebutuhannya tidak tercukupi, anak itu akan mencuri, terlebih bila ada peluang. Harus mengusahakan kehidupan yang cukup dan memadai bahkan lebih baik mapan dalam finansialnya, agar bisa memberi kepada orang lain. 


Menurutnya, kita sebagai kalangan pondok pesantren sudah banyak memahami tentang pentingnya hidup mandiri. Pentingnya menjadi orang yang memberi dan pentingnya untuk tidak membuat orang repot. 


“Bahkan dalam kitab Taklim Muta’alim dikatakan, bila tidak menganggu seorang santri dalam belajar, maka tidak menjadi masalah seorang santri belajar sambil usaha atau berbisnis. Rasulullah sendiri sebelum menjadi nabi adalah seorang pengusaha, di bidang peternakan dan perdagangan. Nabi Saw bukan orang yang lemah secara finansial, justru seorang saudagar yang kaya raya,” pungkas Kiai Abun.


Pewarta: Riki Baehaki
Editor: Abdul Manap


Purwakarta Terbaru