• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Mengubah Paradigma Tentang Banser

Mengubah Paradigma Tentang Banser
Gus Irsyad Yusuf, Banser yang juga Bupati Pasuruan (NU Online Jabar/Foto: Dok. Susbanpim)
Gus Irsyad Yusuf, Banser yang juga Bupati Pasuruan (NU Online Jabar/Foto: Dok. Susbanpim)

Oleh: Imam Mudofar, S.Hum

Apa yang kita pikirkan pertama kali saat mendengar nama Banser (Barisan Ansor Serbaguna)? Pikiran kita tentang Banser mau tidak mau pasti akan terkotak-kotakan sesuai dengan paradigma atau cara pandang kita tentang Banser. Bagi yang suka atau bahkan mungkin cinta, mereka akan berpikir hal-hal yang luar biasa tentang Banser. Mereka akan mengelu-elukan Banser dan berpikiran postif tentang setiap gerakan dan langkah yang dilakukan oleh Banser. Tapi bagi yang benci, maka yang muncul adalah narasi-narasi yang berdasarkan pada pikiran-pikiran yang penuh dengan kebencian, dengan celaan, umpatan fitnahan dan pikiran-pikiran negatif lainnya.

Lewat tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk mengubah paradigm mereka tentang Banser. Perubahannya tentu ke arah positif. Caranya dengan menyajikan data dan fakta yang akurat. Harapannya tentu mudah-mudahan sedikit banyak coretan ini dapat membuka wawasan kita tentang Banser secara utuh. Menyeluruh dan komperhensif. Terutama yang berkaitan dengan hal ihwal eksistensi kader-kader Banser yang telah berdiaspora ke berbagai lini kehidupan. Saya juga berharap lewat tulisan ini Banser tidak hanya dikenal sebatas penjaga pengajian dan pengawal ulama. Tapi lebih dari itu, Banser adalah ruh dan denyut nadi dalam perjalanan panjang kehidupan ini.

Paradigma pertama yang ingin saya munculkan adalah Banser sebagai pejuang toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Dari mana landasannya? Keistiqomahan Banser yang turut serta menjaga perayaan hari besar umat agama lain menjadi bukti kuat ijtihad perjuangan Banser dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Menancapkan pondasi nilai-nilai toleransi dalam bentuk praktek yang nyata. Tidak hanya sekedar teori. 

Memasuki bulan Desember seperti sekarang ini, biasanya muncul naras-narasi negatif ihwal Banser menjaga gereja. Turut serta dalam pengamanan saat umat Kristiani merayakan natal. Narasi-narasi negatif itu tentu dimunculkan oleh mereka-mereka yang tidak suka dengan eksistensi Banser. Namun faktanya berbanding terbalik. Ijtihad yang diambil itu menjadikan Banser mudah diterima di wilayah-wilayah yang memang umat Islam tidak menjadi mayoritas. Contoh, Banser diterima dengan baik di Bali yang memiliki julukan Pulau Dewata. Banser juga diterima dengan baik di bumi Cendrawasih Papua. Begitu juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia. 

Apalagi kalau sudah berbicara soal kisah Riyanto, Banser yang gugur mendekap bom saat perayaan malam Natal di Gereja Eben Hazert Kota Mojokerto dua puluh tahun silam. Bukti Banser sebagai pejuang toleransi dan kerukunan umat beragama terpampang nyata lewat sosok Riyanto. Riyanto rela kehilangan nyawa untuk menyelamatkan banyak nyawa yang bahkan berbeda keyakinan dengannya.

Paradigma kedua yang mesti kita luruskan adalah kesan negatif tentang Banser baik yang muncul dari kalangan sendiri ataupun pihak lain. Mohon maaf, kesan Banser di banyak kalangan adalah “pekerja kasar.” Banser adalah kader NU yang lebih dibutuhkan tenaga dan kekuatan fisiknya ketimbang gagasan pemikirannya. Banser yang masih didominasi oleh orang-orang yang berpendidikan lemah yang hanya sebatas ingin mengabdi dan diakui sebagai santri Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Cara pandang itu tidak jarang muncul dari kalangan warga Nahdliyin sendiri. Dari pihak pembenci, tentu paradigmanya lebih tidak mengenakkan lagi. Pasukan nasi bungkus, tukang membubarkan pengajian dan paradigma-paradigma negatif lainnya.

Padahal faktanya ada banyak kader-kader Banser yang memiliki kiprah luar biasa baik dari segi karir maupun kontribusi sosial di tengah-tengah masyarakat. Tidak sedikit pula kader-kader Banser yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Bahkan ada kader Banser yang lulusan S3 (Doktor). Apalagi kader Banser yang lulus S1 dan S2 Banyak sekali. Dan di beberapa wilayah, kader-kader Banser telah berdiaspora mengisi peran dan posisi strategis di wilayah politik dan pemerintahan. Kader Banser yang menjagi anggota legislatif, banyak. Kader Banser yang jadi Bupati juga ada. Bahkan kader Banser yang menjabat sebagai Kepala Dinas juga ada. 

Andai saja fakta-fakta ke dua itu kita munculkan, saya memiliki keyakinan sedikit banyak dapat mengubah paradigma kita tentang Banser menjadi paradigma yang lebih positif. Terlebih ada banyak masyarakat awam yang pandangannya tentang Banser perlu sama-sama kita luruskan. Banser di masa yang akan datang adalah Banser yang betul-betul berbeda dengan apa yang mereka lihat hari ini. Dan itu hanya akan bisa terjadi jika kita mampu mengubah paradigma kita tentang Banser dengan tanpa menghilangkan dasar-dasar keikhlasan dalam setiap gerak langkah.

Penulis adalah Kasatkorcab Banser Kabupaten Tasikmalaya


Editor:

Opini Terbaru