Opini

Jihad Media Kaum Sarungan

Rabu, 12 Januari 2022 | 09:00 WIB

Jihad Media Kaum Sarungan

Jihad Media Kaum Sarungan (Foto: Nasihin-NUJO)

Media digital telah merubah gaya atau cara berinteraksi manusia, baik komunikasi, cara berpikir dan kebiasaan dan mungkin saja mulai menghilangkan olah rasa dan spiritual, karena perubahan interaksi dari bertemu secara fisik atau berkumpul ke cara komunikasi individual.


Dikutip detik.com, menurut Hootsuite dan We Are Social, total penduduk RI menyentuh di angka 274,9 juta jiwa. Ketika ada 202,6 juta pengguna internet, itu artinya 73,7% warga Indonesia sudah tersentuh dengan berselancar di dunia maya. Dalam satu hari saja pengguna internet Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sampai 8 jam 52 menit untuk mengakses internet, streaming 2 jam 50 menit, nongkrong di medsos 3 jam 14 menit, hingga bisa meluangkan waktu 1 jam 38 menit untuk membaca media online maupun offline.


Banyak yang berpendapat, “media sosial atau teknologi seperti pisau” bisa bermanfaat atau berbahaya. Termasuk pembuat karya digital atau konten baik tulisan, audio, video, jika yang dibuat adalah tentang kebaikan tentunya akan menjadi amal baik apalagi konten yang dibuat menginspirasi pembaca atau yang menonton, sebaliknya jika konten yang dibuat tentang yang melanggar etika atau kebaikan akan menjadi dosa (berdampak mudharat) pada dirinya dan orang lain.


Karya ibarat makanan, contohnya tulisan, baik itu karya ilmiah atau non ilmiah. Seperti artikel, esai, puisi, novel dan lainnya, minat pembaca tergantung seleranya dipengaruhi kesukaan atau hobi, kebutuhan ataupun lingkungan. Namun seringkali tulisan yang terus disajikan berulang akan menarik dan membuat penasaran, dan suatu saat pembaca akan membuka baik itu link atau website tersebut.


Dunia digital dan arus informasi hari ini seperti tsunami, jika kita tak hati-hati ataupun mempunyai filter akan terbawa arus, karena informasi berita dari belahan dunia yang lain pun dapat kita tonton dan baca. Tak sedikit konten-konten provokatif, negatif membuat penasaran, hingga akhirnya kita menikmati konten tersebut berulang-ulang. Dan apa jadinya jika konten-konten seperti itu dilihat anak-anak di bawah umur? Sangat berbahaya bagi mental dan akhlaknya.


Sebetulnya tidak sedikit karya-karya yang baik, mendidik, inspiratif bahkan memotivasi baik tentang Agama, sains, ataupun Budaya khas nusantara, namun sedikit peminat, bahkan ada survei menyebutkan pengguna internet dan medsos di Indonesia lebih banyak nge-like dan share berita negatif baik itu berita hoaks atau muatan sara.


Nahdlatul Ulama memiliki jamaah yang sangat banyak, bahkan mungkin menjadi organisasi Islam dengan jumlah massa terbanyak di dunia. Di salah satu lembaga survei menyebutkan pada tahun 2020 massa NU berjumlah 108 juta orang. Namun ranah dan ruang media digital tidak melihat itu, yang berlaku adalah, siapa yang cepat akan mengalahkan yang lambat, konten yang menarik akan mengalahkan yang tidak menarik.


Fenomena era digital ini disambut oleh NU dengan gerakan revolusi digital, baik melalui lembaga, banom dan warga nahdliyin dengan membuat kanal-kanal media penyeimbang arus media digital lain, baik bermitra dengan pemerintah, swasta ataupun mandiri. Namun tanggung jawab ini adalah tugas kita bersama, dengan ikut menyebarkan informasi-informasi yang menyejukkan dengan wajah Islam yang ramah dan moderat, hal yang paling mudah adalah dengan di-like dan share, seputar informasi ke-NU-an atau follow dan subscribe jejaring media NU, jika semakin banyak media jejaring NU disukai, maka dengan otomatis akan menjadi kanal media yang mudah di cari di internet.


Mari bergerak bersama menghadirkan internet sehat, digital literasi dan konten-konten positif dan menarik dengan cara seperti itu kita turut membantu program pemerintah, ikut menyelamatkan moral generasi-generasi bangsa ini, dan sebagian dari khidmah kita terhadap NU melalui jihad media.


Nasihin, Pengurus Lesbumi Kabupaten Bandung dan Penikmat Sastra