• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Opini

Idul Fitri di Tengah Pandemi dan Kabar Duka Palestina

Idul Fitri di Tengah Pandemi dan Kabar Duka Palestina
Ilustrasi NU Online
Ilustrasi NU Online

Oleh Aji Muhammad Iqbal

Genap 30 hari, masyarakat Muslim Indonesia menjalankan ibadah puasa di bulan penuh berkah, yaitu bulan suci Ramadhan. 

Selama sebulan penuh, mereka rela menahan rasa lapar dan dahaga, serta melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu. Tidak lain hanya untuk menggapai ridha-Nya. 

Kini, hari raya Idul Fitri itu telah tiba. Pemerintah, melalui sidang isbat yang dilakukan oleh Kementerian Agama bersama sejumlah pihak, seperti perwakilan dari MUI dan Ormas-ormas Islam, serta yang lainnya resmi menetapkan bahwa 1 Idul Fitri 1442 H jatuh pada hari Kamis, 13 Mei 2021.

Masuk 1 Syawal, takbir menggema dimana mana. Ribuan bahkan jutaan masyarakat Muslim Indonesia merayakan kemeriahan hari yang sangat istimewa itu dengan cara yang berbeda. 

Semua merasakan kegembiraan tak terhingga di hari raya. Wajar saja, karena lebaran merupakan bagian dari wujud klimaks setelah 30 hari lamanya kita berpuasa, serta menjalankan kewajiban mengeluarkan zakat fitrah di dalamnya.

Nilai-nilai universal dari zakat dan hari raya tentu ada. Hal itu menjadi penegas, bahwa kebahagiaan di hari kemenangan itu tidak serta merta hanya dirasakan oleh orang kota, orang kaya, golongan konglomerat, kaum borjuis dan para penguasa. Melainkan juga musti dirasakan dan dinikmati oleh orang desa, kalangan fakir miskin, kaum kelas bawah dan mustadl'afin.

Namun, Kebahagiaan di hari raya Idul Fitri itu sekarang agak sedikit berkurang dengan tahun-tahun sebelumnya. Semenjak pandemi menyerang, semua kegiatan terpaksa harus dibatasi. Tradisi mudik ke kampung halaman untuk silaturrahim kepada orang tua dan sanak saudara terpaksa sirna, sejak adanya larangan mudik oleh pemerintah. 

Alasan pemerintah sangat sederhana. Bahwa silaturrahim di hari raya Idul Fitri tidak melulu bicara soal tradisi, namun harus juga memperhatikan sisi keselamatan yang utuh. Alih-alih ingin membahagiakan orang tua dan sanak saudara, malah berbalik jadi mendatangkan malapetaka. 

Tentu kebijakan pemerintah ini sangat berat untuk kita terima. Tapi apalah daya, memang seperti ini faktanya. Kita harus memahami dan rela menerima untuk sementara waktu, bertemu dan bertegur sama dengan orang tua, sanak saudara melalui sosial media.

Selain kebahagiaan kita yang berkurang karena tidak bolehnya mudik oleh pemerintah, kita juga disedihkan dengan kabar duka saudara-saudara kita di Palestina.

Kondisi ibadah puasa mereka, tidak setenteram dengan kondisi ibadah kita di Indonesia. Pasukan Israel laknatullah 'alahi melakukan agresi terhadap Muslim Palestina yang sedang menjalankan ibadah shalat tarawih di Masjid Al-Aqsha. 

Sebelumnya, kekejian Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di daerah Sheikh Jarrah, Yerussalem. Mereka melakukan tindakan apartheid, yaitu salah satu cara kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel secara terstruktur, sistematis dan masif untuk mempertahankan dominasi Israel dari kelompok ras yang lainnya, termasuk warga Palestina yang diusir paksa dari daerah tersebut.  

Hingga kini, kabar duka itu masih terus menimpa saudara kita. Situasinya kian mencekam, karena kondisi konflik yang kian memanas. 

Mengingat hal itu semua, mari hadirkan kesalehan sosial kita di hari raya Idul Fitri ini. Hari dimana kita kembali kepada fitrahnya (kesejatian). 

Salah satu manifestasi kesalehan sosial sebagai ciri kita kembali pada fitrahnya (kesejatian) adalah dengan cara menyelipkan doa pada hari-hari kita, terkhusus untuk pandemi yang belum berakhir serta duka saudara kita di Palestina. Karena, semua otoritas penuh untuk mengatasi pandemi dan mengobati luka dan duka saudara kita di Palestina hanya dimiliki oleh Tuhan sang pemilik alam semesta. Sedang untuk memohon dan memanggil-Nya, tak lain hanya dengan doa. 

Mari berdoa dan jangan menyerah. Hari kemenangan itu mesti milik kita semua.

Penulis adalah Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Barat


Opini Terbaru