• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Ekologi, Sedekah dan Silaturahim dalam Tradisi Syukuran Masyarakat Islam Nusantara

Ekologi, Sedekah dan Silaturahim dalam Tradisi Syukuran Masyarakat Islam Nusantara
Tradisi Islam nusantara (Ilustrasi:istimewa)
Tradisi Islam nusantara (Ilustrasi:istimewa)

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau, berada di antara benua Asia dan Australia dilintasi garis khatulistiwa dengan lautan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Bentang alam yang luas dari Pantai sampai Pegunungan membuat Indonesia memiliki beragam suku bangsa, kepercayaan, adat istiadat, tradisi dan kebudayaan.


Alam dan letak geografis yang berbeda-beda melahirkan adat-istiadat, tradisi dan kebudayaan yang beragam yang hari ini masih mempengaruhi pola kehidupan masyarakat nusantara, dan itu adalah kekayaan budaya yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Kebudayaan lokal yang kemudian harus bisa menyerap budaya luar yang baik, mengakomodasi, memadukan untuk mampu mengarahkan perkembangan budaya kedepannya.


Tradisi masyarakat yang berkembang sekarang banyak dipengaruhi corak keyakinan, baik keyakinan kapitayan, hindu-budha dan islam, baik budaya di Pesisir atau Pegunungan. Sejak gerakan islamisasi para Wali Songo, semua tradisi tersebut sudah dipoles dengan cara islami tanpa menghilangkan tradisi tersebut. Wali Songo dan para pengikutnya sangat bijak dalam mensikapi tradisi yang ada di setiap daerah, dengan pendekatan budaya dan sikap santun, akhirnya masyarakat nusantara dengan mudah menerima islam.


Di suku-suku nusantara terutama jawa dan sunda masih ada tradisi Salametan 4 bulanan, 7 bulanan kehamilan, lahiran, khitanan, nikahan, syukuran rumah, diisi dengan acara syukuran yang isinya pembacaan ayat Al-qur'an, doa-doa, pujian kepada Alloh dan RosulNya dengan tatacara yang berbeda-beda, disebagian besar daerah sunda dirayakan dengan cara yang disebut Marhaba'an dengan membaca Al-Barjanji (Kisah dan Pujian kepada Nabi Muhammad SAW).


Di Jawabarat dan Banten masih ada tradisi Beluk saat merayakan kelahiran dengan membacakan kisah-kisah dengan nada-nada tinggi. Ada lagi Tradisi Tarawangsa saat syukuran panen padi, dengan memainkan alat musik tarawangsa di padu dengan doa-doa dan pujian, dan tentunya masih banyak lagi tradisi yang masih dilestarikan di tiap pelosok nusantara.


Inti dari acara tersebut adalah ucapan rasa syukur atau rasa terima kasih, dengan cara memanjatkan doa dan pujian terhadap sang Pencipta yang telah memberikan kesehatan, keselamatan, ketenangan dan rizki melalui alam yang indah ini. Pujian dan doa untuk para Nabi, Awliya, dan Leluhur yang telah mewariskan ilmu dan tradisi yang luhur.


Disadari atau tidak, tradisi selamatan mengandung nilai syiar islam, contohnya dalam selamatan, disetiap acara selalu di suguhkan makanan, baik makanan yang mengandung nilai filosofi secara adat atau tidak, itu merupakan cara tuan rumah atau penduduk kampung melaksanakan praktek sedekah lewat makanan dengan cara di bagi-bagi atau saling tukar makanan. 
 
Sedekah itu Menolak Bala dan Bencana, sedekah termasuk amalan yang bersifat sosial, artinya, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh orang yang mengerjakannya, namun juga dirasakan oleh banyak orang lain. Sedekah yaitu mengeluarkan sebagian harta, berapa pun jumlahnya tentunya dengan niat yang ikhlas. Sedekah dapat menolak bala dan bencana, kesulitan hidup, pe nyakit bahkan mendatangkan ketenangan dan perdamaian.


Keutamaan Sedakah banyak tercantum dalam Al-qur'an dan Hadis Nabi diantaranya:
Allah ta’ala berfirman,


وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
 

“Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’: 39)


Atau dalam Hadis Nabi :


"Bersegeralah kalian untuk mengeluarkan sedekah, karena sungguh bencana tak dapat melewati sedekah"(HR Thabrani).


Selain dari Sedekah dalam Selamatan atau Syukuran ada tradisi Silaturahim, yaitu bertemunya anggota keluarga, tetangga, kawan, masyarakat umum dan tokoh. Saling menyapa, bersalaman baik bertanya kabar atau saling memaafkan, dengan sikap ramah penuh senyum dan saling mendoakan.


Silaturahim dimaknai sebagai saling mengunjungi antara sanak saudara, sahabat bahkan dalam acara selamatan bisa dihadiri dari penduduk tiap kampung. Dan substansinya tentulah tidak sekadar kunjung-mengunjungi, tapi menumbuhkan persaudaraan yang mendalam, sehingga saling mengetahui kabar, memahami, merasakan, tolong-menolong, berbuat baik, menyayangi, dan mengasihi.


Seperti sabda Rasulullah SAW :
 

 مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
 

"Siapa yang suka rezekinya dilapangkan dan usianya dipanjangkan, hendaklah ia menyambung kerabatnya (silaturahim).'' (HR Bukhari).


Sebagian Mamfaat dari Silaturahim adalah, Alloh SWT akan memberikan ketentraman hati, yang kemudian hati akan terbuka dengan segala kebaikan, kesehatan rohani dan jasmani, dimudahkan dan dilapangkan rizki, dipanjangkan umur dan pastinya menambah banyak saudara dan keluarga.


Dan terakhir, makna dan nilai dari Tradisi Selamatan di dan Syukuran di nusantara adalah mengingatkan kita akan pentingnya interaksi dan kelestarian lingkungan(Ekologi). Di sebagian kampung yang biasa menyediakan makanan tradisi, bahan-bahan makanan tradisi yang sudah menjadi pakem adat tentunya harus ada, otomatis keberadaan pohon-pohon atau tumbuhan itu harus tetap ada dan lestari. Bukan berarti harus dipaksakan ada, tapi mengingatkan kita bahwa merawat lingkungan adalah suatu kewajiban, karna tanpa pohon dan tumbuhan cadangan air akan habis, oksigen berkurang dan kotor, bukit-bukit longsor dan terjadi banjir bandang.


Seharusnya kita belajar dari banyak bencana yang telah terjadi di negeri ini akan pentingnya alam. Dengan demikian, kita harus bersikap harmoni terhadap lingkungan kita, dengan tidak mengeksploitasi dan merusaknya. Oleh karena itu, menanam pohon, tanaman, atau tumbuhan yang memberi nilai manfaat sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain.


Tradisi Selamatan yang penuh nilai ilmu pengetahuan, keyakinan, adat kebiasaan, etika, norma, wawasan yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan sosial, agama, lingkungan yang diwariskan leluhur kita yang sudah banyak ditinggalkan karena terkesan ketinggalan jaman, nyatanya telah menampar kita yang lalai dan sok modern, atau ada sebagian saudara kita yang begitu mudahnya menghukumi tradisi selamatan dengan tuduhan bid'ah, syirik tanpa menelusuri dan tabayun dulu justru itulah bencana moral.


Nilai tradisi, kearifan lokal telah menyadarkan kita untuk kembali menanam, merawat dan melestarikan atau menghijaukan lingkungan (reboisasi), gerakan ini harus dikampanyekan dan harus mendapat respon positif dari semua pihak demi kelangsungan kehidupan yang harmoni.
begitu pula pemamfaatan lahan kurang produktif dengan cara ditanami, bertani, dan peningkatan produksi bahan pangan untuk kemamfaatan umum adalah nilai luhur budaya bangsa bahkan perintah agama.


Jika lingkungan rusak, kehidupan semrawut, tidak nyaman, tidak bersih, udara kotor, air langka dan kotor, tidak ada keindahan dan akan mengganggu pola hidup, kesehatanpun akan sering terganggu baik kesehatan rohani dan jasmani, dan bencana alam akan datang tanpa bisa diprediksi dan diantisipasi.


Kearifan lokal adalah nafas kita orang Nusantara, mari hidupkan kembali Tradisi, Budaya Nusantara yang beragam yang penuh nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong-royong dalam bingkai Bhineka Tunggal ika. Dan ini adalah bagian dari Syiar Agama dan mamfaat kita untuk Nusa dan Bangsa.


"Ada golongan hamba yang pahalanya terus mengalir, sementara ia telah berada dalam kubur setelah kematiannya, yaitu: orang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewariskan mushhaf, dan meninggalkan anak yang selalu memintakan ampun orang tuanya setelah kematiannya.” (HR. al-Baihaqi, Ibn Abi Dawud, al-Bazzar, dan ad-Dailami).


Wallohu a'lam

Diolah dari berbagai sumber dan  sebagian perspektif penulis

Nasihin, Pengurus Lesbumi Kabupaten Bandung


Opini Terbaru