Opini

Citarum Sebuah Cermin: Sejarah Singkat Program Citarum Harum

Selasa, 14 Mei 2024 | 09:21 WIB

Citarum Sebuah Cermin: Sejarah Singkat Program Citarum Harum

Ilustrasi. (Foto: NU Online/freepik)

Program Citarum Harum adalah sebuah program penyelamatan sungai Citarum yang lima tahun lalu  dijuluki sebagai salah satu sungai paling tercemar sedunia. Program ini berjalan  berdasarkan Peraturan Presiden 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum dan akan berakhir 2025 ke depan.


Sesuatu hal yang perlu diberikan apresiasi, dimana adanya  komitmen politik pemerintah pusat dalam penyelamatan sungai Citarum ini, yang sebelumnya selalu gagal ditangani oleh pemerintah daerah.


Sungai Citarum yang berada di Propinsi Jawa Barat yang tentunya berdekatan dengan ibu kota Jakarta, sangatlah penting keberadaannya dan bisa dikatakan jantung dan nadi kehidupan masyarakat priangan, jadi  benar-benar harus dilestarikan secara serius dan ambisius


Pendek kata sungai Citarum  adalah salah satu roda penggerak kehidupan. Ia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air bagi sekitar 18 juta masyarakat Jawa Barat dan Jakarta. Sumber energi pembangkit listrik tenaga air sebesar  1. 900 MW, memberi penerangan sekitar 25 persen kebutuhan listrik Jawa-Bali. 


Sumber pengairan kurang lebih ratusan hektare sawah, sumber air bagi ribuan industri mulai dari Kabupaten Bandung sampai Bekasi  dan juga sumber air baku bagi 80 persen air minum wilayah  Jakarta. 


Ada tiga bendungan besar sungai citarum untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga air, yaitu bendungan Saguling, Cirata dan Jati Luhur. Kualitas dan kuantitas air sungai Citarum sangatlah diperlukan untuk konversi tenaga air menjadi energi listrik yang akan digunakan menerangi 25 persen kebutuhan listrik Jawa-Bali.


Kuantitas berhubungan dengan volume air yang diperlukan untuk bisa menggerakan turbin sesuai dengan jumlah energi  yang diperlukan. Adapun kualitas air akan menjaga life time (usia) peralatan agar tidak mudah rusak dan tetap bisa terawat secara baik. 


Ketika sungai Citarum tercemar, maka akan meningkatkan parameter suspended solid (SS) yang kemudian mengendap di dasar bendungan. Saat musim kemarau, bukan hanya volume air yang berkurang, tetapi air yang ditarik  membawa lumpur atau kontaminan lain yang bisa merusak turbin. Belum lagi kerusakan akibat korosi. 


Setelah sekian lama program citarum harum  berjalan, indeks pencemaran sungai citarum menurun. Pada awalnya sungai citarum berpredikat tercemar berat saat ini bertransformasi lebih baik menjadi tercemar ringan. 


Berdasarkan sumber data dari dinas lingkungan hidup Propinsi Jawa Barat indeks Kualitas air (IKA) pada tahun 2018 awalnya 26,3 meningkat menjadi 33,81 pada 2019, lalu 55 pada 2020, kemudian 50.13 pada 2021. Pada 2022 meningkat menjadi 51,01 dan 2023 sebesar 50.78 (sumber: Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat).


Atas apa yang telah dicapai, program Citarum harum ini akan diangkat sebagai "show case" dalam perhelatan 10th World Water Forum yang akan berlangsung di Bali, 18-24 Mei 2024 mendatang. Sebuah event lingkungan yang akan diikuti oleh sekitar 100 negara untuk mengangkat masalah air menjadi persoalan global.


Indonesia mengangkat program citarum harum pada dasarnya untuk bisa saling berbagi pengalaman antar negara dalam upaya menjaga air sebagai sumber daya kehidupan yang paling utama. Point yang akan diangkat adalah pentingnya kolaborasi dan sinergitas antar sektor dan stakeholders dalam program citarum harum selama ini. 


Pencapaian program citarum harum , memang melibatkan banyak pihak mulai dari Dinas Lingkungan hidup. akademisi, ahli lingkungan, tokoh masyarakat dan tak terkecuali aparat militer untuk memperkuat kekuatan hukum dan kehadiran Negara. 


Perpres program Citarum harum ini selesai di tahun 2025 dan berharap  bisa dilanjutkan karena memang belum tuntas sambil terus dilakukan evaluasi. Bersambung...


Arief Agus T, Koord NU Jabar Peduli Lingkungan, Ketua LPBI NU Kota Bandung