• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 19 Mei 2024

Opini

Apakah Sah Undang-Undang Hukum Pidana Tidak Merujuk Pada Hukum Islam?

Apakah Sah Undang-Undang Hukum Pidana Tidak Merujuk Pada Hukum Islam?
NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online
NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online

Oleh: Reesti MPPS
Menjadi hal yang pasti untuk sebuah negara memiliki ketentuan atau hukum untuk mengatur warga negaranya termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 3.

Namun, apakah sah Hukum di Indonesia tidak merujuk pada hukum Islam apalagi hukum-hukum yang mengatur masalah-masalah yang juga diatur dalam fiqh Islam?
Diperkirakan 229 juta Orang Indonesia adalah penganut agama Islam. Namun, Landasan yang berlaku di   Indonesia bukanlah hukum Islam melainkan hukum positif. Tetapi, bukan berarti hukum Islam ditolak masuk ke dalam hukum di Indonesia. 

Menurut Ulil Abshar Abdalla, eksistensi hukum Islam di Indonesia selalu mengambil dua bentuk yaitu hukum normatif yang diimplementasikan secara sadar oleh umat islam, dan hukum formal yang didelegasikan sebagai hukum positif bagi umat Islam. 

Sekurang-kurangnya, sebut Ulil, di dalam aspek maslahat khusus orang Islam, hukum Islam tetap diberi ruang untuk mengatur sebagian dari kehidupan umat Islam di Indonesia seperti hukum islam yang diformulasikan secara formal dalam UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah Haji, PP No 28 tahun 1977 tentang pewakafan, dan UU No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.

Adapula hukum Islam yang diformulasikan ke dalam hukum nasional tanpa menyebutkan hukum Islam, seperti UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan UU No7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.

Lebih lanjut Ulil dalam materinya di depan peserta Sekolah Islam & Gender yang diselenggarakan oleh KOPRI PK PMII INISA Tambun Bekasi, (28-29/11) mendedahkan bahwa dalam sejarahnya Kompilasi Hukum Islam adalah produk kebijakan hukum pemerintah yang proses penyusunannya didasarkan pada hukum normatif Islam. Oleh karenanya, boleh jadi hal ini yang membuat hukum Islam tampil dalam wajah yang tidak akrab dengan hukum-hukum nasional dan internasional yang memiliki komitmen kuat pada tegaknya masyarakat yang egaliter, pluralis, dan demokratis.

“Hukum Islam sendiri dalam beberapa pasalnya mengandung potensi sabagai penghambat laju gerak demokrasi di Indonesia,” sebut Ulil.

Telah diketahui bersama, bahwa Indonesia bukanlah Negara Islam. Maka, jika kebijakan Negara merujuk pada Kebijakan Agama Islam justru akan memunculkan diskriminasi di NKRI selain yang menganut Agama Islam.

Kalaupun pasal-pasal tersebut dibiarkan maka akan terus menyuburkan praktek diskriminasi dalam masyarakat, terutama terhadap kaum perempuan dan minoritas.

Ulil Abshar menekankan bahwa Negara-Negara lain selain Indonesia tidak ada satupun yang menggunakan kebijakan Islam secara penuh kecuali Saudi Arabia.

Hal ini mengajarkan bahwa nilai sebuah kebijakan harus bisa berubah mengikuti perkambangan zaman. Dan pondasi keadilan sosial di Indonesia adalah teruntuk seluruh warga Negara Indonesia bukan seluruh warga Negara islam.

Dengan demikian, Hukum Positif yang ditetapkan dan diterapkan di Indonesia tetap menjadi sah dan berlaku mengikat untuk seluruh warga negara sesuai maqasid syariah bahwa kemaslahatan bersama adalah hukum tertinggi sebagai upaya melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.

Penulis adalah Pengurus Komisariat KOPRI INISIA Tambun Bekasi


Editor:

Opini Terbaru