• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Opini

Muktamar Lampung

100 tahun NU: Menanti Munculnya Mujaddid Hasil Muktamar ke-34

100 tahun NU: Menanti Munculnya Mujaddid Hasil Muktamar ke-34
(Ilustrasi Bendera NU: NUO).
(Ilustrasi Bendera NU: NUO).

Oleh: KH Nadirsyah Hosen

‎إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka” (HR Abu Dawud no. 4291)

 

Dalam hitungan Hijriyah, Nahdlatul Ulama (NU) resmi berdiri pada 16 Rajab 1344 H (atau bertepatan dengan 31 Januari 1926). Kalau kita konversi 100 tahun kemudian: 16 Rajab 1444 H itu bertepatan dengan 6 Februari 2023. Artinya, dalam hitungan Hjjriyah, kurang dari 15 bulan lagi NU akan memasuki usia 100 tahun.

 

Patut disyukuri oleh kita semua karena tidak sembarang organisasi bisa bertahan sampai usia 1 abad, lengkap dengan berbagai pengabdian dan kontribusinya. Dalam konteks ini, hadits Nabi di atas sangat relevan kita simak.

Para ulama berbeda pandangan mengenai bagaimana menghitung kelipatan 100 tahun dan siapa saja pembaru (Mujaddid) yang muncul dalam tiap periode 100 tahun. Muncul nama-nama yang dicatat oleh para ulama seperti Imam Syafi’i dan lainnya.

 

Buku pertama dalam madzhab Syafi’i adalah kitab al-Umm karya Imam Syafi’i (150-204H) sendiri. Pada masa berikutnya, buku al-Umm ini diringkas oleh muridnya yang bernama Imam al-Muzani (w 264 H) dalam bukunya berjudul Mukhtashar al-Muzani. 

 

Imam al-Muzani (175-264 H) merupakan santri langsung dari Imam Al-Syafi'i. Imam Syafi'i menyebutnya sebagai "pembela mazhabku". Beliau menuliskan kitab Mukhtashar yang tersebar luas sebagai panduan ringkas memahami mazhab Syafi'i.

Seratus tahun dari wafatnya Imam al-Muzani seorang ulama terkenal dari Mazhab Syafi'i yang bernama al-Mawardi (362-448 H) lahir. Beliau kemudian menulis kitab al-Hawi al-Kabir berisikan 20 jilid yang memberi syarh (penjelasan) atas kitab Mukhtashar Muzani. Imam al-Mawardi ini seorang Ketua Mahkamah Agung yang menulis kitab tafsir al-Nukat wa al-'Uyun dan tentu saja yang sangat terkenal yaitu kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah.

 

Usia NU hampir 100 tahun. Kalau kita sandingkan sebagai perbandingan, 100 tahun dari periode Imam Syafii, sudah banyak ulama murid beliau seperti al-Muzani yg meneruskan perjuangan Imam Syafi’i. 100 tahun pertama NU, sudah banyak lahir ulama penerus Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, yang merupakan murid beliau, seperti Mbah Wahab, Mbah Bisri, dan lainnya. Telah pula kita saksikan perjuangan Kiai As’ad asembagus, Kiai Ali Ma’sum, Kiai Ahmad Shiddiq sampai Mbah Maimun Zubair. Inilah periode “al-muhafazhah ‘alal qadimis shalih”.

 

Pada Periode 100 tahun kedua, menurut para peneliti, Mazhab Syafi’i justru memasuki puncak keemasannya, dimana muncul ulama sekaliber Imam al-Mawardi dan Imam al-Haramain, yang memberi syarah atas kitab Muhktashar al-Muzani. 

 

Ini artinya, jika perjuangan NU dalam masa 100 tahun pertamanya bercirikan ringkasan atau Mukhtashar dari berbagai lembaran tradisi keilmuan berdasarkan ajaran & teladan Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, maka seratus tahun kedua NU nanti kita membutuhkan syarah yang panjang lebar kira2 setebal 20 jilid al-Hawi al-Kabir dan 21 jilid Nihayah. Di sini kita memasuki era “wal akhzu bil jadidil ashlah”.

 

Perbandingan sejarah mazhab Imam Syafi’i dan NU ini sebagai cermin apa yang kita harapkan dari Muktamar NU ke-34. Kita berharap akan lahir Mujaddid NU di penghujung 100 tahun usia NU. 

 

Mujaddid NU bukan sekadar sosok, tapi bercirikan dua hal. Pertama, kepemimpinan kolektif yang kokoh dan kompak dengan orang-orang terbaik dalam berbagai bidang berbeda yang masuk dalam kepengurusan PBNU. Ini namanya Mujaddid jama’i.

 

Kedua, sistem organisasi yang diperbarui dan cocok untuk menghadapi tantangan dan perubahan sosial di abad kedua NU. Muktamar harus menghasilkan road map dan blue print menuju Abad kedua NU.

 

Seharusnya energi para ulama dan tokoh NU lebih diarahkan merancang dan memfasilitasi munculnya Mujaddid NU (kepemimpinan kokektif dan sistem yang handal) di penghujung 100 tahun pertama, bukan malah sibuk berdebat maju-mundur tanggal Muktamar. Bukan begitu, poro masyayikh? 

 

Al-Fatihah untuk para muassis Nahdlatul Ulama ajma’in

 

Penulis merupakan Rais Syuriah PCINU Australia
​​​​


Opini Terbaru