• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 18 Mei 2024

Obituari

Leluhur KHR. Umar Daud Abdul Hakim Terhubung ke Sunan Gunung Jati dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan

Leluhur KHR. Umar Daud Abdul Hakim Terhubung ke Sunan Gunung Jati dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan
KHR. Umar Daud Abdul Hakim
KHR. Umar Daud Abdul Hakim

Bandung, NU Online Jaba
Warga NU Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut kehilangan sosok ulamanya, KHR. Umar Daud Abdul Hakim yang wafat pada Selasa (25/8) pada usia 94 tahun. Sampai wafatnya pengasuh Pondok Pesantren Riyaadhunnahwi wasshorfi Annajaat, Kampung Sumur Sari, Sukawening itu adalah salah seorang Mustasyar PCNU Kabupaten Garut. 

Baca: Innalillahi, KHR. Umar Daud Abdul Hakim Ajengan Berusia 94 Tahun Meninggal Dunia

Kiai yang akrab disapa Mama Dudu ini memiliki silsilah keluarga kepada dua tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, yakni Sunan Gunung Jati Syekh Syarih Hidayatullah dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya.

Salah seorang putranya, Rd Ismail Ismail Hakim, menceritakan, berdasarkan informasi dari keluarganya, sang ayah merupakan keturunan kedelapan dari Syekh Abdul Muhyi serta dari Pangeran Atas Angin atau KHR Syafi'i. Nah, dari dialah Mama Dudu terhubung terhubung ke Syekh Syarif Hidayatullah. 

“KH. Rd. Umar daud abdul hakim bin KH. Rd. Abdurrahim bin KH. Rd. Abdul Hakim bin Eyang Ibrahim bin Eyang Abu Ibrahim Bin Eyang Syamsuddin Bin Eyang Kalidin Bin Eyang Kamaludin Bin Eyang Rd. Muhammad Syafe'i (Pangeran Atas Angin) yang berada di Cijenuk, Kabupaten Bandung Barat,” kata Ismail ketika dihubungi NU Online Jabar, Selasa (25/8) malam. 

Menurut Ismail, ayahnya terhubung ke Syekh Abdul Muhyi dari Mbah Raja Paduni yang memiliki istri dari keluarga keturunan Pangeran Atas Angin yang melahirkan salah seorang leluhur Mama Dudu. 

Upami (kalau) dari pihak ibunya, Mama Dudu terhubung kepada Syekh Jafar Shidiq Cibiuk, Garut,” kata putra kesebelas Mama Dudu ini.  

Sementara riwayat keilmuan, Mama Dudu mulanya berguru kepada sang ayah, KHR Abdurohim. Kemudian berguru kepada Mama Enggi di Pesantren Darul Ulum Sukaraja. Kemudian Mama Dudu melanjutkan berguru kepada Pesantren Cikalama, Sumedang, memperdalam ilmu alat. 

“Ketika di Cikalama (sang ayah, Mama Dudu) osok jualan kopiah, sinjang (sering berjualan kopiah dan sarung) ka (ke) pesantren-pesantren. Nah, pas icalan teh (sewaktu berjualan itu), Mama sok bari ngadangukeun ngaosna (mendengarkan pengajian dari kiai di pesantren yang didatanginya). Janten bari ngaos teh bari icalan (jadi, sembari mengaji, juga berjualan) ka pasantren-pasantren anu aya (yang berada) di daerah Garut, khususnya,” ungkapnya. 

Namun, sayangnya, menurut Ismail, tak ada catatan pasti sejak kapan dan berapa lama sang ayah melakukan hal itu.

Kemudian Mama Dudu melanjutkan berguru kepada Pesantren Sumur yang di kemudian hari dipimpinnya. Di pesantren tersebut, ia berguru kepada KHR Ahmad Mahalli yang di kemudian hari menjadi mertuanya.

“Setelah beberapa tahun masantren menikah kepada putri Mama Mahalli, pendiri Pesantren Sumur. Janten ngamukim di dieu (jadi tinggal) di Sumur,” katanya.  

Mama Dudu menikah dengan Hj Raden Agan Siti Mi’raj dan memulai tinggal di Pesantren Sumur sejak tahun 1950. 

Pewarta: Abdullah Alawi
 


Obituari Terbaru