Oleh Muhyiddin
Awal 1980-an, KH Elt Fariz aka Gus Faris Fuad Hasyim masih SD dengan rambut gondrong ketika KH Idad Istidad, putra Mama Falah Cikoneng Sumedang nyantri di Buntet Pesantren Cirebon. Bukan santri biasa karena di samping belajar ngaji seperti santri lainnya, Kang Idad juga menjadi khodim ndalem. Karenanya Kang Idad punya privilege keluar masuk pondok putri, entah untuk beresin keperluan-keperluan pondok putri, mengantar kiriman wesel santri-santri putri, atau sekedar iseng melihat-lihat santri putri.
Kemarin keduanya bertemu Sabtu-Ahad. Adab adalah apa yang ajarkan keduanya. Sedianya Kang Idad, sebagai ketua PCNU Sumedang, hanya membuka acara lalu pulang. Tahu Gus Faris hadir mengikuti madrasah, semua agendanya dibatalkan dan kemudian menunggu di PCNU.
"Kedah melayani pun guru," ujar Kang Idad saat ditanya kenapa tidak pulang saja dan datang lagi saat penutupan.
Di sela-sela jeda materi, keduanya banyak bertukar kabar para santri yang sudah menyebar. Yang asyik didengar tentu saja kisah-kisah kenakalan-kenakalan khas santri.
Keduanya sama-sama memposisikan diri sebagai santri hingga berebut cium tangan. Usia dan posisi Kang idad sebagai ketua tidak membuatnya merasa lebih senior. Begitu pula posisi Kang Faris sebagai putra guru juga dzuriyah pondok pesantren Buntet tidak membuatnya merasa lebih layak dihormati.
Adab selalu didahulukan sebelum ilmu, sebelum trah, turunan, atau tanjakan.
Penulis adalah Sekretaris Redaksi NUJO
Terpopuler
1
Saat Kata Menjadi Senjata: Renungan Komunikasi atas Ucapan Gus Miftah
2
Susunan Kepanitiaan Kongres JATMAN 2024: Ali Masykur Musa Ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana
3
Kerja Sama NU dan ATR/BPN Percepat Sertifikasi Tanah Wakaf di Jawa Barat
4
Sungai Cikaso Meluap Akibat Tingginya Intensitas Hujan, Ratusan Rumah Terendam hingga Sejumlah Kendaraan Terbawa Arus
5
Khutbah Jumat: Cemas Amal Ibadah Tidak Diterima
6
NU Depok Peduli Kembali Bergerak, Siapkan Bantuan untuk Korban Bencana Alam
Terkini
Lihat Semua