Nasional

Rais Aam PBNU Ungkap Makna Tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan

Selasa, 29 Maret 2022 | 11:00 WIB

Rais Aam PBNU Ungkap Makna Tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan

Rais Am PBNU Ungkap Makna Tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan. (Foto: Iing Rohimin).

Indramayu, NU Online Jabar
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menghadiri pelantikan PCNU Indramayu Masa Khidmat 2022-2027  di gedung NU Indramayu, Senin (28/03). 


Pada kesempatan tersebut, pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama ini dalam tausiyahnya mengungkapkan makna tongkat Syaikhona Kholil Bangkalan yang diberikan kepada KH Hasyim Asy’ari saat NU akan didirikan.


“Tongkat yang diberikan oleh Syaikhona Kholil Bangkalan kepada Mbah Hasyim adalah simbol kepemimpinan, komando dan persatuan bagi NU. Di dalamnya mengandung makna  ketaatan, satu komando, satu langkah, sistemik yang menjamiyahkan jamaahnya sehingga kita harus mengutamakan kalimat Sami’na Wa Atho’na terhadap segala keputusan NU,” tegas kiai Miftachul Akhyar sambil membawa sebuah tongkat.


“Sami’na Wa Atho’na selain bermakna ketaatan, juga mengandung barokah dan kemuliaan karena jika berkhidmat dan taat pada NU maka akan diaku sebagai santrinya Mbah Hasyim dan didoakan khusnul khotimah saat ajal menjemputnya. Disamping itu kita juga harus bangga menjadi pengurus NU karena SK nya langsung dari para aulia yang sudah pasti didalamnya ada barokah, karomah dan kemuliaan yang sangat nyata,” sambung Kiai Miftachul Akhyar.


Menurut pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini, tongkat dari Syaikhona Kholil juga bisa ditafsirkan sebagai pegangan NU, dan pegangan NU adalah AD ART, maka pengurus NU harus terus mensosialisasikan serta memahamkan jamaah tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tersebut.


Rais Am kembali mengungkapkan bahwa saat Syaikhona Kholil memberikan tongkat kepada pendiri NU, juga menitipkan sebuah ayat Al-Qur’an yakni dalam Surat Toha Ayat 17-23:



وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى (١٧) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (١٨) قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (١٩) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (٢٠) قَالَ خُذْهَا وَلا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى (٢١) وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَى (٢٢) لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى (٢٣) 


Artinya: "Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Musa berkata, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.”Allah berfirman.”Lemparkanlah ia, hai Musa! "Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman, 'Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar.”


“Dalam ayat tersebut Nabi Musa menyatakan bahwa tongkatnya untuk mencari rumput untuk makan kambing, hal itu sebagai perlambang ekonomi, maka NU harus hadir di tengah-tengah umat untuk mensejahterakan kehdipannya dan ngurusi ekonomi umat. Ayat tersebut  juga kalau kita tafsiri dan kita terapkan dalam kehidupan berorganisasi di NU, maka keinginan Syaikhona Kholil terhadap NU adalah agar jamiyah ini bisa memegang teguh prinsip  tawasuth, tawajun dan itidal, hal itu berarti juga kejujuran dan keadilan,”  ungkap Kiai yang dikenal bersahaja ini.


Di ahir tausiyahnya, Rais Am PBNU mengingatkan kepada seluruh Nahdliyin agar mempersiapkan diri dalam menyambut satu abad usia NU, yakni dengan melakukan berbagai hal. “Kita harus menyiapkan Grand Idea atau rencana agung dan konsep besar bagaimana mendefisikan NU sebagai jam’iyah ijtimaiyah, sehingga perlu melakukan penyegaran terhadap keorganisasian, mendesain ulang yang sudah keropos dan tipis, agar nantinya NU betul-betul dikenal sebagai jamiyah yang sistemik, proaktip dan menjemput bola setiap persoalan yang dihadapi umat,” tuturnya.


“Selain itu kita harus merumuskan berbagai strategi, melakukan kaderisasi yang massif dan terstruktur kemudian bagaimana kita mendistribusi kader tersebut ke berbagai lini dan sektor yang ada. Yang terahir adalah bagaimana kita melakukan kontrol yang ketat terhadap organisasi dan budaya tabayyun harus terus dihidupkan. Jangan sampai kita termakan hoaks, ketika mendengar berita miring tentang NU jangan langsung dishare karena itu sangat merugikan diri kita sendiri,” pungkas Rais Am PBNU, KH Miftachul Akhyar.


Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi