Penentuan Awal Ramadhan NU tetap Gunakan Rukyatul Hilal, Ini Penjelasannya
Senin, 20 Maret 2023 | 07:00 WIB
Bandung, NU Online Jabar
Lembaga atau Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) adalah lajnah di bawah naungan Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan Nahdlatul Ulama dalam ranah falakiyah, yaitu ilmu astronomi yang ditujukan bagi pelaksanaan aspek-aspek ibadah Umat Islam
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) akan menggelar Rukyatul Hilal (pengamatan hilal) pada Rabu (22/3/2023). Rukyah hilal ini sebagai upaya untuk menentukan 1 Ramadhan 1444 H.
Rukyatul Hilal ini dilakukan atas dasar keputusan Muktamar ke–30 NU tahun 1999 di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, maka rukyah hilal akan digelar di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah hukum.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Informasi Hilal Awal Ramadhan 1444 H 29 Sya’ban 1444 H/22 Maret 2023 M yang diterbitkan LF PBNU.
Penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan rukyah hilal tersebut dikoordinasikan oleh LF PBNU. Sementara hasil observasi dari seluruh titik pengamatan akan dilaporkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang selanjutnya akan disampaikan pada forum Sidang Itsbat Kementerian Agama RI. Hasil-hasil rukyah hilal dalam jejaring LFNU sekaligus menjadi landasan bagi ikhbar PBNU.
Selain itu, LF PBNU juga menegaskan bahwa ada dua aspek yang mendasari NU tetap menggunakan rukyah hilal. Pertama, Rukyatul Hilal sebagai aspek ibadah. Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, pelaksanaan rukyah hilal merupakan instrumen wajib guna memastikan kapan masuk tanggal 1 bulan kalender Hijriyah menurut ukuran syara'.
“Jadi tidak hanya untuk menentukan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. Nahdlatul Ulama menggelar rukyah hilal guna penentuan awal setiap bulan kalender Hijriyah sepanjang tahun,” demikian keterangan yang termaktub dalam Informasi Hilal Awal Ramadhan 1444 H 29 Sya’ban 1444 H/22 Maret 2023 M yang diterbitkan LF PBNU.
Rukyatul Hilal bagi NU juga selaras dengan pendapat para ulama salaf, yakni hukumnya fardhu kifayah atau bersifat wajib untuk masyarakat (wajib-komunal).
Karenanya, bila dalam sebuah negara tidak ada satupun yang bersedia melaksanakan rukyah hilal, maka siapapun Muslim yang ada di dalamnya akan memperoleh dosanya.
Kedua, Rukyatul Hilal tetap dilakukan juga sebagai bentuk aspek kultural. Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia pada saat ini.
Survei keberagamaan Muslim di Indonesia pada 2016 yang digelar lembaga Alvara Research Center dan dipublikasikan Januari 2017 menunjukkan 64 persen Muslim Indonesia mengikuti Rukyatul Hilal dalam penentuan hari besar Islam. Jumlah penduduk Indonesia pada 2016 adalah 262 juta jiwa dengan 87 persen di antaranya Muslim.
“Maka kuantitas Muslim Indonesia yang berpedoman pada rukyatul hilal dalam penentuan hari besar Islam setara dengan 145 juta jiwa,” demikian keterangan Alvara Research Center.
Sebagai pembanding, jumlah Muslim Indonesia yang menjadi warga NU di seluruh Indonesia hanya berkisar 90 juta orang. Maka tidak elok jika NU sebagai lembaga keagamaan Islam yang berpedoman pada rukyah hilal tidak menyelenggarakan kegiatan yang hasilnya jelas akan ditunggu dan akan dipedomani demikian banyak orang.
Editor: Abdul Manap
Terpopuler
1
Lomba Kampung NU, Upaya PCNU Kabupaten Cianjur Syiarkan Ajaran Aswaja An-Nahdliyyah
2
Konferensi MWCNU Cileungsi Tetapkan Ustadz Syahri Ramdhani dan KH Kholil Khaerudin Sebagai Ketua dan Rais 2024-2029
3
MWCNU dan KBNU Cileunyi Adakan Gebyar Maulid Nabi Saw
4
Ustadz Jaka Godeg Hibur Jamaah Maulid Nabi Muhammad Saw 1446 H di Bojonggede
5
TPT Perumahan Mandalika Residence Longsor, Warga Diungsikan
6
Lewat Pentas Tarik Suara, Muslimat NU Gunung Putri Rawat Keutuhan Literasi Aswaja untuk NKRI
Terkini
Lihat Semua