Kota Bandung

LPBINU dan MDMC Muhammadiyah Bahas Peran Agama dalam Penanganan Bencana di Bandung

Kamis, 21 November 2024 | 08:11 WIB

LPBINU dan MDMC Muhammadiyah Bahas Peran Agama dalam Penanganan Bencana di Bandung

Seminar dan talk show bertajuk “Solidaritas Bantuan: Sinergitas antara Agama dan Lembaga Kemanusiaan dalam Merespons Bencana” digelar di Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung pada Rabu (20/11/2024). (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar
Seminar dan talk show bertajuk “Solidaritas Bantuan: Sinergitas antara Agama dan Lembaga Kemanusiaan dalam Merespons Bencana” digelar di Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung pada Rabu (20/11/2024). 


Acara ini merupakan inisiatif Diversitas Revolusioner, organisasi Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, yang bertujuan menggagas pendekatan lintas agama dalam penanganan bencana.


Dua pembicara utama hadir dalam forum ini: Yayat Sarif Hidayat dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Arief Agus T., Ketua Lembaga Penanganan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bandung.


Dalam sesi paparan, kedua narasumber sepakat bahwa penanganan bencana di Indonesia sering kali terlalu fokus pada bantuan pascabencana. Hal ini, menurut mereka, menyebabkan dampak sosial dan ekonomi yang besar. Kang Arief mencontohkan gempa bumi berkekuatan di atas 8 skala Richter di Jepang yang tidak menimbulkan korban jiwa, berkat kesiapsiagaan masyarakat.


“Meningkatkan kapasitas masyarakat sebelum bencana adalah kunci untuk mengurangi risiko. Edukasi berbasis komunitas harus diperkuat,” ujar Arief.


Kang Yayat menambahkan, pendekatan spiritual dan kesiapsiagaan manusia harus berjalan seiring. “Upaya pra-bencana adalah bentuk ikhtiar yang menjadi bagian dari tawakal kepada Allah. Namun, perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan sering kali menjadi penyebab utama bencana,” katanya.


Arief menekankan peran penting agamawan lokal dalam mitigasi bencana. Menurutnya, agamawan memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat, menjadikannya sebagai pihak yang efektif dalam menyampaikan pesan kebencanaan melalui forum pengajian.


Ia juga mendorong pengembangan fikih ekologi sebagai respons terhadap perubahan iklim dan bencana. “Paradigma fikih harus berkembang mengikuti persoalan zaman. Ketidaktepatan fikih dalam merespons isu lingkungan dapat mempercepat kerusakan ekologi,” tegasnya.


Dialog lintas agama juga menjadi sorotan dalam diskusi. Arief menggarisbawahi bahwa isu lingkungan dan kebencanaan adalah persoalan global yang memerlukan kerja sama antaragama. “Bumi adalah rumah bersama. Tokoh-tokoh agama dunia, seperti KH Abdurrahman Wahid, Desmond Tutu, dan Dalai Lama, telah menunjukkan pentingnya aksi penyelamatan bumi,” ujarnya.


Kang Yayat mendukung gagasan ini dengan menyebutkan bahwa MDMC Muhammadiyah telah menjalankan edukasi lingkungan melalui jaringan lembaga pendidikan Muhammadiyah di berbagai daerah.


Seminar ini ditutup oleh Adi, staf pengajar Fakultas Ushuluddin, yang mengapresiasi peran narasumber dan panitia. Ia berharap mahasiswa semakin memahami peran akademisi agama dalam menjawab tantangan lingkungan dan kebencanaan. 


“Sinergi dengan berbagai disiplin ilmu adalah langkah penting untuk masa depan yang lebih baik,” ujarnya.


Acara ini diharapkan menjadi titik awal untuk memperkuat kerja sama lintas agama dan lembaga dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.