Garut

Ketua PCNU Garut Ungkap Sejarah dan Keistimewaan Bulan Ramadhan

Kamis, 27 Februari 2025 | 13:37 WIB

Ketua PCNU Garut Ungkap Sejarah dan Keistimewaan Bulan Ramadhan

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Garut, KH Atjeng Abdul Wahid, mengungkapkan sejarah dan keistimewaan bulan Ramadhan dalam sebuah tausiyah pengajian bulanan yang digelar di Aula Pondok Pesantren Fauzan, Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, pada Ahad (23/2/2025). (Foto: NU Online Jabar/Salim)

Garut, NU Online Jabar
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Garut, KH Atjeng Abdul Wahid, mengungkapkan sejarah dan keistimewaan bulan Ramadhan dalam sebuah tausiyah pengajian bulanan yang digelar di Aula Pondok Pesantren Fauzan, Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, pada Ahad (23/2/2025).
 

Dalam tausiyahnya, KH Atjeng Abdul Wahid, yang akrab disapa Aceng Wahid, menekankan pentingnya mempersiapkan diri menyambut bulan suci Ramadhan. Ia menyarankan umat Islam untuk mulai berpuasa sebelum Ramadhan agar terbiasa saat memasuki bulan penuh berkah tersebut.


Namun, bagi yang belum terbiasa, ia menyarankan untuk mensucikan hati dan menyambut Ramadhan dengan kebahagiaan.


"Siapapun yang merasa senang dengan datangnya bulan suci Ramadhan, maka jasadnya akan diharamkan masuk ke dalam neraka," tegasnya. Ia menambahkan bahwa manusia yang diharamkan masuk neraka adalah manusia yang istimewa.


Lebih lanjut, Aceng Wahid menjelaskan bahwa kewajiban puasa juga telah diterapkan pada umat sebelum Nabi Muhammad SAW, termasuk kepada Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Yakub, Nabi Adam, dan lainnya. Ia mencontohkan bahwa Nabi Daud AS menjalankan puasa selang sehari, sedangkan Nabi Saleh berpuasa setiap hari.


Selain itu, ia mengajak seluruh jamaah untuk meningkatkan ibadah di bulan suci Ramadhan, terutama dengan memperbanyak membaca Al-Qur'an dan mengaji. Menurutnya, jika hijab hati seseorang terbuka, maka saat mengaji, orang tua dan leluhur akan merasakan kebahagiaan karena iman yang tertanam dalam hati seseorang telah tumbuh.


KH Atjeng Abdul Wahid menjelaskan beberapa nama lain dari bulan suci Ramadhan. Pada sepuluh hari pertama, Ramadhan disebut Syahru al-Hararah (bulan panas) karena membakar dosa, di mana Allah SWT menurunkan 120 rahmat. Sepuluh hari kedua disebut Syahru al-Magfirah (bulan pengampunan), di mana Allah SWT mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.


Sedangkan sepuluh hari terakhir dikenal sebagai Itqin minannar (pembebasan dari api neraka), di mana umat Islam mendapatkan kesempatan untuk meraih kemerdekaan dari siksa neraka.


Dengan tausiyah ini, KH Atjeng Abdul Wahid berharap umat Islam semakin memahami keistimewaan Ramadhan dan dapat memaksimalkan ibadah mereka selama bulan suci ini.