• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Garut

Haul Raden Wangsa Muhammad Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut: Antara Budaya Islam, Jawa dan Sunda

Haul Raden Wangsa Muhammad Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut: Antara Budaya Islam, Jawa dan Sunda
Haul Raden Wangsa Muhammad Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut: Antara Budaya Islam, Jawa dan Sunda
Haul Raden Wangsa Muhammad Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut: Antara Budaya Islam, Jawa dan Sunda

Setiap tanggal 17 Safar penanggalan kalender bulan Islam (hijriah), masyarakat Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut, terutama pihak keluarga Raden Wangsa Muhammad (Pangeran Papak) selalu menggelar kegiatan dalam rangka mengenang dan memperingati (haul) wafatnya tokoh penyebar agama Islam itu.  


Kegiatan haul diadakan rutin setiap tahunnya sebagai bagian untuk mengenang jasa-jasa Pangeran Papak yang pelaksanaannya digelar setelah pelaksanaan shalat Ashar di Masjid wakaf keluarga besar Pangeran Papak. Dengan peringatan haul, diharapkan masyarakat mampu meneladani kesederhanaan, kemuliaan budi pekerti, kebijaksanaan, dan keteladanan hidup Pangeran Papak. 


Peringatan haul juga dimaksudkan sebagai pembuka kegiatan-kegiatan ritual yang biasa dilaksanakan di sepanjang bulan Rabiul Awal (Mulud) seperti Ritual Mapag (sambut) Bulan Mulud yang diisi dengan pertunjukan Shalawatan Terebangan selepas Isya hingga dini hari yang pelaksanaannya dilaksanakan pada malam Jum’at pertama bulan Mulud, Ritual Ngebakeun (membasuh) Pusaka peninggalan Pangeran Papak, Nyipuh Aosan (pembacaan dzikir) yang bersumber dari Pangeran Papak, serta ditutup dengan Ritual Jajap (lepas) Bulan Mulud yang pelaksanaannya dilaksanakan pada malam Jum’at di minggu terakhir bulan Mulud dengan diiringi pertunjukan Shalawatan Terebangan yang durasi waktu dan teknisnya sama seperti Ritual Mapag Mulud. 


​​​​​​​Peringatan haul diisi dengan pembacaan yasin, tahlil, dan doa setelah sebelumnya (bisa hari sebelumnya atau menjelang peringatan haul) pihak keluarga atau masyarakat telah melakukan ritual ziarah ke makam Pangeran Papak. Pembacaan yasin, tahlil, dan doa dimaksudkan sebagai permohonan kepada Allah SWT untuk keselamatan, kesejahteraan, dan doa bagi Pangeran Papak khususnya dan bagi warga masayarakat pada umumnya. Setelah pembacaan yasin, tahlil, dan doa, pembagian sajian makanan (berkat) menjadi bagian penutup kegiatan haul. 


Pembagian sajian makanan (berkat) dimaksudkan sebagai sedekah yang pahalanya ditujukan untuk orang yang dihauli. Sementara berkat yang didapat dari peringatan haul menjadi makanan yang bersifat berkah, bukan saja bagi mereka yang hadir pada peringatan haul, melainkan juga bagi keluarga, tetangga, atau kerabat yang tidak hadir. Tak jarang pihak keluarga yang menggelar haul membagikan sisa berkat makanan kepada mereka yang tidak bisa hadir.  Keberkahan makanan berkat juga akan menjadi istimewa jika dimakan bersama keluarga di rumah meskipun hanya dengan sekedar mencicipinya. 


​​​​​​​Jika melihat kegiatan peringatan haul yang dilaksanakan oleh keluarga besar Pangeran Papak, polanya hampir sama dengan ritual Ya Qawiyyu yang menjadi ciri khas masyarakat Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah dalam rangka mengenang dan memperingati hari meninggalnya tokoh penyebar agama Islam di wilayah itu, Ki Ageng Gribik. Tujuan kegiatannya sama yakni untuk mengenang dan memperingati hari meninggalnya tokoh penyebar agama Islam setempat. 


Namun, pelaksanaan ritual Ya Qawiyyu dilaksanakan setiap hari Jum’at yang paling dekat dengan tanggal 15 bulan Safar penanggalan bulan hijriah, atau juga kadang dilaksanakan pada hari Jum’at terakhir pada bulan Safar. 

​​​​​​​
Sebelum pelaksanaan Ritual Ya Qawiyyu, masyarakat dan tokoh agama pada hari sebelumnya yakni Kamis menggelar kegiatan ziarah (nyekar) ke makam Ki Ageung Gribik disertai dengan pembacaan yasin, tahlil, dan doa kemudian dilanjutkan dengan pengajian di Masjid peninggalan Ki Ageung Gribik. 


​​​​​​​Puncak Ritual Ya Qawiyyu dilaksanakan sehari setelahnya yakni setelah masyarakat selesai shalat Jum’at di depan Masjid Gede peninggalan Ki Ageung Gribik. Inti kegiatan ritualnya adalah pembagian sajian makanan berupa dua gunungan Apem yang telah dipersiapkan sejak malam dan disemayamkan semalaman di dekat masjid yang secara giliran kemudian dibagikan kepada para pengunjung secara berebutan. Pembagian gunungan Apem dilakukan dengan cara dilempar-lemparkan kepada para pengunjung yang ada dibagian bawah panggung. Biasanya pembagian gunungan Apem ini dilakukan oleh penguasa wilayah setempat (raja, sultan, bupati, camat, atau yang sejenisnya) dibantu oleh para petugas setelah sebelumnya dido’akan oleh tokoh agama setempat.


​​​​​​​Gunungan Apem pada Ritual Ya Qawiyyu juga dianggap sebagai makanan yang mengandung keberkahan bagi siapa saja yang memakannya. 


​​​​​​​Jika melihat prosesi dari kegiatan haul Pangeran Papak Cinunuk Kecamatan Wanaraja Garut, ada kemiripan tujuan, pola, dan struktur dengan Ritual Ya Qawiyyu Ki Ageung Gribik. 

  1. Pertama, ritualnya sama-sama dimaksudkan untuk mengenang  tokoh yang dianggap berjasa dalam menyebarkan agama Islam.
  2. Kedua, waktu kegiatannya dilaksanakan pada bulan safar, meskipun ada perbedaan terkait hari dan tanggalnya. Haul Pangeran Papak dilaksanakan tepat pada tanggal 17 Safar tanpa memperhitungkan hari-harinya. Sementara Ritual Ya Qawiyyu dilaksanakan pada hari Jum’at yang dekat dengan tanggal 15 di bulan Safar.
  3. Ketiga, pelaksanaan kegiatannya baik haul Pangeran Papak dan Ritual Ya Qawiyyu diawali dengan kegiatan ziarah kubur.
  4. Keempat, pelaksanaan kegiatan kedua-duanya juga dilaksanakan setelah pelaksanaan kegiatan yang bersifat ibadah. Jika haul Pangeran Papak dilaksanakan setelah shalat Ashar, sementara Ritual Ya Qawiyyu setelah pelaksanaan shalat Jum’at. 
  5. Kelima,  puncak sekaligus penutup acara kedua-duanya yakni pembagian sajian makanan. 


​​​​​​​Jika melihat pola dan struktur dari kegiatan haul Pangeran Papak dan Ritual Ya Qawiyyu, timbul pertanyaan. Apakah kegiatan haul Pangeran Papak merupakan adopsi dari Ritual Ya Qawiyyu? Jika benar itu artinya telah terjadi penyebaran kebudayaan orang Jawa yang kemudian diadopsi oleh orang Sunda (dalam hal ini diwakili oleh keluarga) Pangeran Papak. Bisa jadi juga keluarga Pangeran Papak merupakan keturunan dari para raja Jawa jika dilihat dari pola dan struktur ritual Muludnya yang hampir sama dengan ritual Mulud orang Jawa seperti terlihat dalam Ritual Kirab Pusaka, Sekaten, dan Panjang Jimat, Grebeg Mulud, Grebeg Syawal, maupun Grebeg Besar (Dzulhijah). Dugaan keluarga Pangeran Papak sebagai keturunan Jawa juga didasarkan pada penggunaan gelar Raden yang dipakai oleh semua keturunan Pangeran Papak. Atau mungkin bisa jadi keluarga Pangeran Papak merupakan orang Sunda asli yang kebudayaanya mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa.


​​​​​​​Untuk membuktikan kebenaran hal itu, kiranya perlu dibuktikan dengan sebuah penelitian. Inilah senyatanya yang pernah saya sarankan saat menyelesaikan penelitian terkait dengan Ritual Mulud yang ada di wilayah Cinunuk Wanaraja Garut. Tampaknya ada yang luput dari penelitian saya pada waktu itu, bahwa dalam Ritual Mulud di Cinunuk ada pengaruh budaya Mataram Islam yang belum terungkap. 


​​​​​​​Sebagai informasi, Pangeran Papak meninggal pada malam Selasa tanggal 17 Safar 1317 H/ 1898 M sebagaimana tertera pada batu nisannya. 


​​​​​​​Rudi Sirojudin Abas, salah seorang Peneliti makam keramat Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja-Garut. Hasil penelitian dapat dilihat pada tesis “Religiusitas Masyarakat Cinunuk Garut dalam Struktur Ritual Mulud: Pascasarjana ISBI Bandung, 2019.


Garut Terbaru