• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 18 April 2024

Daerah

Suci, Santriwati Asal Perbatasan Indonesia-Malaysia, Ingin Diakui Sebagai Santri Mbah Hasyim

Suci, Santriwati Asal Perbatasan Indonesia-Malaysia, Ingin Diakui Sebagai Santri Mbah Hasyim
Suci Khoerun Nisa, Ketua PK IPPNU Pesantren Al-Ittihad yang berasal dari perbatasan Indonesia-Malaysia (Foto: Humas Al-Ittihad)
Suci Khoerun Nisa, Ketua PK IPPNU Pesantren Al-Ittihad yang berasal dari perbatasan Indonesia-Malaysia (Foto: Humas Al-Ittihad)

Cianjur, NU Online Jabar

Menjadi pengurus Pimpinan Komisariat (PK) di lingkungan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), bukanlah sebuah ajang gagah-gagahan. Ada beban amanah besar yang mesti diemban, terlebih menjadi pengurus. Hal itu disampaikan Suci Khoerun Nisa, santriwati Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur asal Kalimantan Barat. Tepatnya dari Pos Lintas Barat Negara (PLBN) Aruk dengan Malaysia.

“Saya aktif di IPPNU demi untuk mendapat predikat santrinya Mbah Hasyim Asy’ari,” kata Suci, Senin (26/10). Menurutnya, amanah itu yang harus dijaga dengan niat tulus tanpa kepentingan apapun. Hal ini akan tercapai dengan meniatkan diri sebagai santri Mbah Hasyim Asy’ari. Menyandang predikat santri Hadratussyaikh itu sebuah keberkahan tersendiri. Pendiri NU itu telah berdoa untuk mereka yang khidmah di jam’iyah ini supaya wafat dalam keadaan husnul khatimah beserta keluarganya. 

“Barangsiapa yang mengurusi NU, saya anggap sebagai santriku. Barangsiapa yang menjadi santriku, saya doakan husnul khatimah bersama keluarganya,” ujar Suci mengutip ungkapan populer dari pendiri NU. 

Jika dirasa niat itu pada pelaksanaannya sudah keluar jalur, maka harus mulai lagi dengan bacaan bismillah dan niatkan seperti di awal. 

“Tidak semata bermodalkan niat, menjadi pengurus IPPNU juga butuh riyadah yang kuat. Harus puasa," tegas santriwat yang bercita-cita jadi desainer itu.

Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan silaturahim dengan para kiai dan ibu nyai. Tidak hanya sebatas pada mereka yang masih hidup, tetapi juga kepada sesepuh yang sudah wafat dengan menziarahi makamnya. 

“Silaturahim dengan kiai, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup,” tuturnya. Hal itu disebabkan menjadi pengurus IPPNU tidak sebatas secara lahiriyah, tetapi juga harus menyentuh batiniyah.

Tidak sekadar di dunia, tetapi terus berlanjut ketika sudah pindah ke alam lain. 

“Kita harus yakin bahwa jadi santrinya Mbah Hasyim itu dhahiran wa bathinan, fil hayati wal mamati. Lahir maupun batin, hidup maupun mati,” pungkasnya.

Pewarta: Wandi Ruswanur
Editor: Iip Yahya

 


Editor:

Daerah Terbaru