KH M Abdul Mujib: Kepada Ahlul Bait Kita Harus Hormat, Tapi yang Ma'shum Hanya Rasulullah
Rabu, 25 November 2020 | 20:00 WIB
Depok, NU Online Jabar
Dari Masjid Ar Rahim, Sawangan, Depok, KH M Abdul Mujib rutin melakukan pengajian setiap Ahad malam Senin. Kitab yang dikaji ba’da maghrib adalah Risalah Ahlissunnah wal Jamaah karya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dilanjutkan Ihya’ Ulumiddin-nya al Ghozali ba’da Isya’. Pengajian ini dapat diikuti melalui tautan zoom dan live di youtube.
Mengawali pengajian kitab Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah, KH M Abdul Mujib mengajak para jama’ah dan pendengar yang mengikuti pengajiannya untuk meluruskan niat.
“Mari kita niatkan i’tikaf, ta’lim wat ta’allum, silaturrahim, berkumpul dengan orang-orang baik, mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, untuk syiarnya islam, niat untuk mencari ridlo Allah, niat ibadah, menjauhi kemaksiatan, niat untuk mempertahankan aqidah ahlussunnah wal jama’ah.” Ajak pengasuh pesantren As Sa’adah Depok itu.
Ahad malam senin kemarin, Kiai Mujib menjelaskan fasal tentang berpegangnya penduduk Jawa dengan faham Ahlussunnah wal Jamaah di era sebelum 1930, awal muncunya bid’ah, serta menyebarnya bid’ah di tanah Jawa. Juga menjelaskan macam-macam ahli bid’ah di zaman Hadratussyekh masih hidup.
Sebagaimana penjelasan Kiai Mujib dari kitab yang sedang dibaca, dulu penduduk iIlam di Jawa, semuanya bermazhab Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam bidang akidah mengikuti Syekh Abu Hasan Al Asy’ari dan Syekh Abu Mansur Al Maturidi. Sedangkan dalam fikihnya mengikuti madzhab Syafi’i. Adapun dalam bidang tasawwuf mengikuti Imam Al Ghazali dan dan Imam Abul Hasan As Syadzili.
“Jadi, dulu ketika islam pertama kali masuk ke Indonesia tidak ada perbedaan faham. Nggak ada wahabi, salafi, syi’ah. Waktu itu padangan keagamaannya sama (muttafiqil aro), yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah.” Kata Kiai Mujib
Aliran pembaharuan baru muncul pada tahun 1330 H. Setelah runtuhnya Syarif Husein di Mekah. Maka, sejak saat itu muncullah pendapat yang saling bertentangan dan makin banayak orang-orang yang silang pendapat. Di antara mereka ada orang yang tetap mengikuti salafus sholih yang mengikuti kitab mu’tabar dan mencintai Ahlul Bait dan Auliya’.
“Kepada Ahlul Bait, kita harus hormat. Tapi soal prilakunya, ya nanti dulu. Kalo baik ya bisa diikuti, kalo tidak ya tidak boleh diikuti. Karena yang ma’sum hanya Rasulullah.” Kata Wakil Rais Syuriah PCNU Depok itu.
Pewarta: Moch Ikmaluddin
Editor: Muhyiddin
Terpopuler
1
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
2
Sekda Tasikmalaya Apresiasi Kiprah IPPNU dalam Membangun Generasi Melek Teknologi
3
Meriahkan Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Umumkan Juara Lomba Kreativitas Pelajar se-Kabupaten
4
RMI PWNU Jabar Kritik Kebijakan Gubernur Terkait Penyerahan Ijazah
5
MA Al-Mubarokah Karangmangu Cirebon Tunjukkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning dan Bahasa Inggris dengan Fasih
6
PCNU dan Pengadilan Agama Jajaki Kerjasama Tekan Angka Perceraian di Cianjur
Terkini
Lihat Semua