Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Taushiyah

Kiai Sahal dan Gagasan Fikih Sosial (6)

KH MA Saha Mahfudh. (Foto: NUO).

Keberanian Kiai Sahal lebih jauh dari itu, ia tidak hanya mengatakan : “Fiqh sebagai Etika Sosial” akan tetapi menambahkannya dengan kata-kata : “bukan sebagai hukum Negara”. Ini menjadi kata-kata paling mencengangkan dan akan dikecam habis-habisan oleh banyak masyarakat muslim di negeri ini dewasa ini.

 

Kiai Sahal sangat faham tentang eksistensi Negara bangsa Indonesia yang plural dari banyak dimensinya, terutama agama/keyakinan. Pikiran-pikiran untuk menegarakan hukum Islam (fiqh) atau formalisasi hukum Islam (fiqh) akan mengganggu Konstitusi NKRI dan prinsip-prinsip demokrasi substansial yang mendasarkan diri pada hak-hak asasi manusia universal. Dan NU, organisasi yang dipimpinnya, ikut mendirikan Negara ini berikut Dasar Negara Pancasila dan UUD 1945. Dalam Muktamarnya di Situbondo, tahun 1984, NU menegaskan kembali komitmennya atas dua fondasi Negara bangsa tersebut. Ini adalah tinjauan dari sisi relasi agama dan Negara.

 

Para Ulama NU, sebagaimana disampaikan KH Ahmad Sidik, Rais ‘Aam Syuriah PBNU, meyakini bahwa penerimaan atas Pancasila merupakan perjuangan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan keadilan.

 

Dari tinjauan fiqh sendiri, Kiai Sahal sudah menyatakan bahwa produk-produk fiqh sangat plural. Umat Islam berhak untuk memilih, dan pilihan itu sah serta harus dihargai.Sikap Kiai Sahal ini mengingatkan kita pada pandangan Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab fiqh. Beliau adalah orang pertama yang berhasil menghimpun hadits-hadit Nabi Muhammad dalam bukunya "Al-Muwathta".

 

Khalifah Abbasiah, Abu Ja'far al-Manshur, suatu hari meminta izin agar karya tersebut dijadikan undang-undang bagi masyarakat muslim di seluruh wilayah kekuasaannya. Imam Malik menolak. Katanya :"maaf, tuan Khalifah, jangan lakukan itu. Masyarakat di banyak tempat sudah punya pandangan masing-masing. Mereka memercayai hadits yang disampaikan guru-guru mereka dan menjalani kehidupan berdasarkan ajaran tersebut. Biarkan mereka memilih jalan hidup mereka sendiri".

 

KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait