Ngalogat

Muharam dan Makna Hijrah: Refleksi KH Tatang Astarudin Bersama Para Santri

Kamis, 3 Juli 2025 | 12:28 WIB

Muharam dan Makna Hijrah: Refleksi KH Tatang Astarudin Bersama Para Santri

Pimpinan Pesantren Mahasiswa Universal KH Tatang Astarudin. (Foto: NU Online Jabar/Hasemi Fauziah).

Fajar pada hari kedua bulan Muharam baru saja merekah, namun para santri telah mengisi hamparan karpet merah yang digelar di ruang Majelis Baru usai Subuh. Lantunan ayat suci mengalun, menghangatkan pagi yang bening dengan gema harapan. Kiai Tatang Astarudin perlahan masuk, menyatu dalam hening yang khusyuk.


Usai lantunan ayat suci dan doa mengalun khidmat, suasana majelis masih menyimpan hening yang dalam. Di tengah keheningan itu, Kiai Tatang Astarudin mulai bersuara, menyampaikan butir-butir muhasabah sebagai bekal menapaki tahun baru Islam. Dengan nada tenang namun penuh makna, beliau mengingatkan bahwa hakikat tahun baru Islam bukan sekadar penanda waktu dari bulan ke bulan, tetapi tahun baru Islam menyingkap makna sejarah yang penuh perjuangan yakni hijrahnya Nabi Muhamad Saw dari Mekah ke Madinah, sebuah peristiwa besar yang menjadi titik tolak perubahan peradaban.


Hijrah berarti pindah. Dalam term religi didefinisikan sebagai meninggalkan perbuatan yang dilarang dan mengerjakan yang diperintah. Namun, suatu kata tidak hanya dimaknai secara leksikal semata. Dalam tafsir sosial, hijrah berarti perubahan sosial baik vertikal maupun horizontal. Hijrah dimaknai sebagai perpindahan fisik keluar dari sesuatu menuju sesuatu. Sesuatu tersebut dalam artian tempat singgah untuk menjalani kehidupan baru, dalam ilmu sosiologi disebut migrasi.


Pengertian lebih lengkapnya migrasi adalah perpindahan yang relatif menetap dengan waktu yang lama dari suatu wilayah ke wilayah lain. Pergerakan arus migrasi ini berlangsung sebagai proses yang merespons adanya perbedaan pendapatan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.


Kiai Tatang Astarudin lebih dalam menyampaikan bahwa terdapat dua faktor yang memengaruhi seseorang untuk berhijrah yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Pertama, push factor yakni faktor yang menjadi alasan seseorang keluar dari daerah asalnya yang biasanya karena tekanan ekonomi atau lainnya. Kedua, pull factor yakni faktor yang menarik orang tersebut untuk memilih objek tujuan yang akan dihinggapinya yang biasanya karena adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah yang dituju. Perjalanan hijrah atau migrasi mengandung hikmah dan pelajaran, diantaranya menuntut agar mampu survive di tengah tekanan ekonomi. 


Hijrah itu Bergerak


Perubahan milik mereka yang mau bergerak. Bergerak atas panggilan etis dan fungsional. Hijrah sebagai bentuk perubahan sosial harus dijalankan sesuai prinsip-prinsip keislaman. Jangan sampai untuk sintas di tanah orang menghalalkan segala macam cara. Dalam penggalan salah satu ayat dalam Al-Qur'an surat al-Jumu'ah ayat 10:


فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ


Artinya: "Bertebaranlah kamu di muka bumi,". (QS Al-Jumu'ah: 10).


Penggalan ayat ini bukan sekadar panggilan berpindah tempat, tetapi panggilan untuk meretas batas keluar dari kejumudan dan rasa nyaman yang bersemayam.


Namun setiap hijrah, setiap perpindahan, menuntut lebih dari sekadar niat dan keberanian. Ia butuh bekal, bukan hanya materi, tapi juga kemampuan, keterampilan, dan daya tawar yang membuat seseorang tetap punya tempat di tanah baru yang dituju. Inilah yang disebut bargaining position, posisi tawar yang menjadikan hijrah bukan pelarian, melainkan langkah strategis untuk tumbuh dan bertahan. Tanpa nya, hijrah bisa berubah menjadi kehampaan, meninggalkan yang lama tanpa benar-benar siap menghadapi yang baru. Maka sebelum melangkah, pastikan diri tak hanya sanggup berjalan, tapi juga siap berdiri tegak di mana pun kehidupan membawanya.


Strategi Nabi dalam Hijrah


Hijrah Nabi bukan sekadar pelarian dari tekanan, melainkan langkah agung yang dituntun wahyu. Di tengah ancaman, beliau menyiapkan segalanya dengan cermat seperti seekor unta yang dibeli sendiri, bukan mengandalkan belas kasih. Setibanya di Madinah, beliau tidak membangun singgasana, melainkan membangun sebuah masjid rumah jiwa tempat ruh-ruh bertemu dan hati-hati disatukan. Dari sana, kehidupan ditata. Tak lupa, pasar sebagai pusat kehidupan ekonomi turut ditata. Kemudian, keberagaman pandangan/ideologi dipersatukan bukan dengan pendekatan agama melainkan dengan sistem politik. Salah satu yang dihasilkan darinya adalah Piagam Madinah.


Muharam sebagai bulan hijrahnya Nabi termasuk bulan yang membawa tonggak perubahan sosial. Dalam at-taubah ayat 46 Allah menyebutkan bahwa bulan Muharam termasuk salah satu bulan yang dimuliakan (مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ). Ketiga bulan lainnya yaitu Dzulqa'dah, Rajab, dan Dzulhijjah. Oleh karena itu, Kiai Tatang Astarudin berpesan bahwa penting untuk memaksimalkan kebaikan di bulan ini karena kebaikan yang dilakukan pada bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya, begitu pun sebaliknya. 


Kiat-kiat Menghiasi Awal Tahun


Menutup pengajiannya, Kiai Tatang Astarudin mengajak santrinya merenung sejenak. “Andai ada yang bertanya, bagaimana jalan menuju surga?” ujarnya pelan namun menggetarkan. Bukan logika yang dijadikan sandaran, tetapi sabda Nabi Saw. Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa:


أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ


Artinya: "Sebarkan kedamaian, berikan makanan, bersilaturahmilah, Shalatlah ketika orang-orang tidur, engkau akan masuk surga dengan damai,".


Kiai Tatang Astarudin menguraikan hadis tersebut bahwa langkah pertama kita harus menebarkan salam antar sesama. Kedua, saling berbagi dan memberi makan terhadap yang membutuhkan. Ketiga, bersilaturahmi atau berkunjung ke saudara agar tidak lepas ikatan persaudaraan. Terakhir, shalat malam yakni meminta kepada Allah di saat yang lain sedang terlelap tidur, dalam tradisi kita ada tahlil tahajud. Itulah kiat amalan yang dapat mengantarkan orang yang mengamalkannya masuk surga dengan selamat (tadkhulul jannah bi salaam).


Muhamad Seha, salah seorang santri Pesantren Mahasiswa Universal