Ngalogat

Ilmu Mantiq dan Kitab Mantiq

Senin, 29 Juli 2024 | 18:09 WIB

Ilmu Mantiq dan Kitab Mantiq

(Ilustrasi: NU Online Jabar/Rizqy).

Sedari awal tulisan ini membedakan antara ilmu mantik dan kitab mantik. Bukan hal baru sebenarnya, hal yang sama berlaku pada ilmu fiqih, hadits, ushul fiqih dan lainnya.


Memisahkan antara ilmu mantik dan kitab mantik sangat berguna dalam mengurai sekian masalah rumit terkait ilmu mantik. Sebagai contoh kecil; hukum mempelajari mantik, Islamisasi mantik, bermantik tapi keliru, dan masih banyak lagi yang lainnya. Untuk memisahkan mana yang menjadi bagian mantik dan mana yang bukan, standar yang digunakan tiada lagi selain definisi, dan maudlu' (objek formal).


Disebutkan oleh Imam Damanhuri (pensyarah kitab Sullamul Munauroq), jika pembahasan ilmu mantik tidak lepas dari dua hal; pertama tashowwur (konsepsi), kedua tashdiq (hukum). Masing-masing dari keduanya memiliki pengantar (mabadi) dan juga inti (maqoshid). 


Mabadi atau pengantar tashowwurot adalah kulliyatul khoms, adapun maqoshidnya adalah qaul syarih atau ta'rif. Pengantar tashdiqot adalah qodhiyyah dan hukum-hukum yang terkait, sedangkan maqoshidnya adalah qiyas (silogisme, hujjah, burhan, dan lain-lain).


Jika melihat kesimpulan Imam Damanhuri, yang ia turunan dari definisi serta objek formal mantiq, hanya ada 4 pokok pembahasan yang dikategorikan sebagai ilmu mantik, selain itu bukan mantiq meskipun ada dalam kitab mantiq.


Jika kita menelaah kembali kitab-kitab mantik, kita temukan yang ditampilkan di dalamnya bukan hanya empat pembahasan utama, tetapi disertai pembahasan lainnya. Sebagai contoh; pembahasan aqsamul hujjah (qiyas berdasarkan materi penyusunnya) atau shina'atul khoms, istilah yang digunakan penulis Isaghuji.


Jika ilmu mantik seperti apa yamg diuraikan Imam Damanhuri, maka tidak ada alasan ilmu ini menjadi terlarang dipelajari.


Tashowwurot dan tashdiqot dengan semua turunannya bersifat universal (qosim musytarok) pada semua manusia. Ia sebatas alat untuk menertibkan pikiran, tidak lebih. 


Lantas apa yang menyebabkan para ulama berbeda dalam menyikapinya? Apakah yang dilarang itu ilmu mantik atau kitab mantik, dimana pada periode-periode awal kitab mantik disesaki kajian filsafat Hellenisme, atau istilah para ulama sebagai al-makhluth bidlolalah falasifah? Bersambung.


Wallohu a'lam 


A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBMNU) Karangpawitan Garut