Petani Nahdliyin Urai Masalah Sawah Tadah Hujan, Pupuk Bersubsidi, hingga Musdesus
Jumat, 15 Januari 2021 | 14:00 WIB
Indramayu, NU Online Jabar
Ketua kelompok tani Sri Asih, Darmin, mengungkapkan bahwa akar masalah langkanya pupuk bukan melulu soal rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK), tapi bahwa petani di wilayah yang mengandalkan curah hujan atau tadah hujan berbeda dengan yang menggunakan irigasi teknis.
Petani tadah hujan, katanya, memulai masa tanam saat hujan datang. Jika musim hujan dimulai November maka petani secepatnya menanam, jika sudah begitu, maka pemupukan pertama dimulai bisa di bulan November atau Desember.
Jika pemerintah menggunakan skema pengeluaran penggunaan pupuk berdasarkan musim anggaran semisal dimulai Januari-Desember maka tentu skema itu tak akan tepat dengan kebutuhan sebagian petani memulai penanaman di November dan Desember.
“Sebaiknya pemerintah memperhatikan kebutuhan petani yang masih tadah hujan seperti kami. Karena jika subsidi dikeluarkan Januari itu sudah telat,” ungkap petani dari Blok Kebonrandu Desa Sekarmulya, Kecamatan Gabuswetan, Indramayu, Senin, (11/1).
Menurut Darmin, RDKK yang diupdate 2 tahun sekali cenderung kacau karena kelompok tani tidak bisa menampung aspriasi petani secara maksimal. RDKK dimungkinkan kacau juga karena mereka yang menggarap sawah dari luar desa tidak melaporkan ke kelompok tani desa setempat.
“Kelompok tani ini tidak ada gajinya. Jika diperintah untuk mendata petani satu-satu yang menjadi anggotanya tentu berat, dan biasanya abai untuk melaporkan secara detail,” lanjut Nahdliyin jamaah masjid Nurul Huda Desa Sekarmulya ini.
Oleh karena itu, Darmin mengusulkan agar pemerintah melalui tiap-tiap Pemdes membuat musyawarah desa khusus (musdesus) untuk membicarakan soal pertanian. Musdesus itu membicarakan RDKK yang kemudian bisa dipampang di balai desa, kapan awal musim tanam, alokasi pupuk dan problem-problem petani lainnya.
“Petani ini kan yang membuat rakyat bisa makan jangan dibiarkan begitu saja, jika soal pembangunan fisik dibicarakan di Musdes ya sebaiknya soal yang berhubungan dengan makan juga dibicarakan,” usulnya. “Pemerintah lewat pemerintah desa kan punya anggaran, tentu akan mudah jika Pemdes memfasilitasi adanya musyawarah khusus itu. Jika kami yang mengumpulkan petani, duitnya dari mana soalnya biasanya ada saja beberapa orang yang kalau diundang tanya amplopnya mana,” sambungnya.
Lebih lanjut menurut petani peraih penghargaan dari Kementerian Pertanian tahun 2017 dan Rice Breeder terbaik nasional tahun 2019 ini mengusulkan agar pemerintah memikirkan ketersediaan pupuk wilayah tadah hujan dan wilayah teknis secara terpisah, berdasar musim tanam tidak berdasar tahun anggaran. Karena jika tidak dipisah maka banyak petani tadah hujan yang justru risiko gagalnya besar justru tak mendapatkan keringanan subsidi.
Sebaiknya menurut Darmin pemerintah betul-betul memikirkan mereka yang butuh bantuan, bukan membantu sesuatu yang justru sudah tidak dibutuhkan. Membeli pupuk subsidi sementara tanaman sudah selesai dipupuk itu justru menambah pengeluaran petani yang kadang modalnya juga dari berutang.
Pewarta: Yahya Ansori
Editor: Abdullah Alawi