• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 30 Maret 2024

Kuluwung

Ponpes Kebon Jambu Babakan Ciwaringin dan Sembilan Wasiatnya

Ponpes Kebon Jambu Babakan Ciwaringin dan Sembilan Wasiatnya
Ilustrasi: Agung
Ilustrasi: Agung

Kebon Jambu al-Islamy adalah produk ulama kharismatik yang tawadhu dan alim yakni didirikan oleh almaghfurlah KH Muhammad. Ia adalah sosok guru panutan bagi santri-santrinya, tak jarang beliau turun langsung mendidik santri-santrinya mengaji, belanja ke pasar menyediakan fasilitas makan santri, membangunkan santri-santrinya setiap pagi, bahkan membongkar septic tank mampet di sudut belakang sebelah dapur umum para santri.


Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy yang terletak di Desa Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon ini bisa dibilang unik. Komplek-komplek tempat istirahat para santri diberi nama sesuai dengan nama kota-kota besar yang ada di tempat kelahiran nabi. Sebut saja Makkah, Mina, Madinah, Muzdalifah dan Aziziyah.


Di Pondok Pesantren ini juga terkenal dengan dua perintah dan sembilan larangannya yang menjadi undang-undang dasar yang wajib dipatuhi santri. Dua perintah yaitu: (1) rajin mengaji supaya pandai dan (2) rajin berjama’ah supaya benar. Yang dimaksud mengaji di sini tidak hanya sebatas mengaji kitab suci Al-Qur’an saja, melainkan seluruh ilmu yang penting untuk dipelajari termasuk kitab-kitab dan juga buku-buku pelajaran. Bahkan menjaga toko, melakukan ro’an, dan membersihkan halaman pun dianggap oleh para santri sebagai mengaji diri sendiri. Sedangkan yang dimaksud berjama’ah tak hanya sebatas shalat berjama’ah, melainkan bisa diartikan dengan berorganisasi, dan hidup bermasyarakat.


Sedangkan untuk sembilan larangan yang pertama, tidak boleh sering jajan. Maksudnya agar para santri mampu menahan hawa nafsunya dan menggunakan uang kiriman dari orang tua dengan sebaik-baiknya sehingga para santri terhindar dari drop out (keluar dari pondok) karena kehabisan biaya. Selain itu ternyata dampak dari larangan ini sangat luar biasa, para santri yang tidak sering jajan akan terhindar juga dari perbuatan mencuri. Karena ada beberapa santri yang ketahuan mencuri alasannya karena banyak jajan dan kehabisan uang yang dikirimkan oleh orang tuanya, sehingga membuat santri tersebut berani mengambil uang milik orang lain. 

 


Kedua, tidak boleh banyak tidur. Santri yang sedang menuntut ilmu tidak boleh menghabiskan waktunya hanya untuk tidur karena bagi orang yang menuntut ilmu cukup 6 jam waktu tidur dalam sehari. Bila melewati 6 jam akan membuat hati menjadi ‘rusak dan keras’, sehingga ilmu yang ia pelajari akan sulit masuk. Sedangkan tidur kurang dari 6 jam akan membuat tubuh kita kurang sehat. Sehingga kegiatan mencari ilmu akan terganggu. 


Ketiga, tidak boleh keluyuran. Para santri tidak boleh sering jalan-jalan karena akan menghambur-hamburkan uang sehingga sejalan dengan peraturan yang nomor satu. Selain itu, sering keluyuran juga akan membuat hati menjadi beku karena santri yang sering jalan-jalan, maka pikirannya menginginkan apa yang dilihat oleh matanya. Sehingga akan menimbulkan ketidakfokusan dalam mengaji. 


Keempat, tidak boleh sering melihat ‘tontonan’. Para santri tidak boleh sering melihat tontonan sekecil apapun, karena menonton merupakan kesenangan hawa nafsu dan jika selalu diikuti akan lupa pada belajar. Saat ini memang banyak orang yang terlena dengan tontonan baik di televisi, hp atau pun tontonan-tontonan secara live seperti organ tunggal, konser musik, pertandingan bola dll, sehingga akan lupa waktu dan menyebabkan lupa akan belajar. 

 


Kelima, tidak boleh bermain bola. Para santri yang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren dilarang bermain bola karena dapat menyebabkan para santri lupa waktu dan ketinggalan mengaji dan shalat berjama’ah. 


Keenam, tidak boleh memanjangkan rambut dan melepas peci. Para santri tidak boleh memanjangkan rambutnya lebih dari 5 cm karena santri yang memanjangkan rambutnya akan memiliki sifat kekanak-kanakan meskipun usianya sudah senja. Selain itu santri dilarang melepas peci/kopiah karena akan menumbuhkan sifat kedewasaan dalam dirinya dan terhindar untuk melangkah ke tempat-tempat maksiat. 


Ketujuh, tidak boleh sering pulang. Santri yang sedang menuntut ilmu tidak boleh sering pulang ke rumah atau ke kampung halamannya karena akan menyebabkan ketidakbetahan dan membuat santri tersebut ketinggalan pelajaran serta tidak fokus dengan pengajiannya. 


Kedelapan, tidak boleh pindah sebelum tujuh tahun. Maksud dari wasiat ini adalah santri yang sedang menuntut ilmu tidak boleh pindah/boyong pondok sebelum tujuh tahun, karena akan menyia-nyiakan waktu dan sulit mendapatkan ilmu yang berhasil.


Kesembilan, tidak boleh boyong sebelum pandai. Santri yang ingin berhenti mondok/boyong dan memutuskan untuk hidup bermasyarakat maka tidak akan mendapatkan izin kecuali ia sudah pandai. Meskipun santri tersebut sudah menetap di pesantren lebih dari tujuh tahun, namun santri tersebut belum dianggap pandai maka tidak diperkenankan untuk boyong atau bermukim di masyarakat. Karena santri yang keluar dari Pondok Pesantren akan membawa amanah untuk mengajarkan kembali ilmu yang ia dapatkan kepada masyarakat. 


Selain dua perintah dan sembilan larangan yang merupakan wasiat turun temurun dari gurunya pendiri Kebon Jambu al-Islamy yakni (Almaghfurlah) KH M. Sanusi tersebut, santri Kebon Jambu juga diwajibkan menyelesaikan hafalan kitab yang harus dikuasainya. Dari mulai Jurmiyah, Awamil, Tashrifan, Amrity dan Alfiyah. Metode sorogan juga salah satu metode andalan yang sangat bermanfaat dan membekas dalam benak para santri.


Ada yang lucu dan aneh yang saya alami langsung ketika menjadi santŕi di Kebon Jambu. Sekolah di lingkungan sekitar mengenal santri kebon jambu sebagai "santri ngantukan" (tukang tidur) yang ketika dalam proses belajar di kelas pasti mereka tertidur. Namun anehnya di beberapa sekolah meskipun mereka ngantukan justru santri kebon jambu malah berprestasi minimal 3 besar di kelasnya.


Dari sudut pandang yang lain, santri jambu senior (sudah menjadi ustadz) juga banyak yang dimanfaatkan oleh pondok pesantren sekitar untuk membantu mendidik santri di ponpesnya. Bahkan tak jarang mereka mengajarkan kitab-kitab dengan tingkat kesulitan yang tinggi seperti Bulughul Marom, Riyadusholihin, Alfiyah Ibnu Malik, dan lain sebagainya.


Kini usianya sudah 29 tahun, tak muda lagi tapi juga gak tua-tua amat. Semoga tetap eksis dan selalu memberikan banyak manfaat bagi nusa, bangsa, dan agama. Serta mencetak lebih banyak manusia hebat yang pintar, cerdas, dan juga berakhlakul karimah.


Syamsul Fuad/Aswad, santrine akang


Kuluwung Terbaru