• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 16 Mei 2024

Profil

KH M Nuh Ad-Dawami, Rais Syuriyah PWNU Jabar, (Bagian III-Tamat): Ajengan bil-Qolam

KH M Nuh Ad-Dawami, Rais Syuriyah PWNU Jabar, (Bagian III-Tamat):  Ajengan bil-Qolam
KH. M. Nuh Addawami menyimak pembicaraan seorang jamaah.
KH. M. Nuh Addawami menyimak pembicaraan seorang jamaah.

Selain dengan lisan (kalam), Ajengan Nuh juga berceramah dengan tulisan (qolam). Dari tangannya, mengalir puluhan karya tulis. Tapi sayang, belum terdokumentasi dengan rapi. Menurut puteri ketiganya, Ai Sadidah, karya ayahnya dalam bentuk tukilan dari kitab lain dan terjemahan. “Setiap bulan puasa, pasti melahirkan karya tulis. Dan kitab itulah yang akan dikaji selama sebulan bersama santri,” katanya.

Karya-karya masih ditulis tangan karena Ajengan Nuh tidak bisa mengetik. Ia pernah membeli mesin tik, tapi tidak nyaman, disamping tidak ada fasilitas menulis huruf Arabnya. Menurut putera keempatnya, Cecep Jaya Krama, karya-karya ayahnya pernah diketik orang lain menggunakan komputer. Ketika diperiksa kembali, ditemukan banyak salah tulis, maka akhirnya ia tak percaya orang lain menuliskannya kembali.

Baca juga: KH Muhammad Nuh Addawami, Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat (Bagian 1)

Ajengan Nuh menulis dengan menggunakan bahasa Sunda, Indonesia, dan Arab. Penggunaan abjadnya ada yang berhuruf Latin, tapi umumnya Arab Pegon. Sementara bentuk penulisannya, ada yang naratif dan syair. Secara umum, karya-karya itu bernuansa tasawuf, tauhid, balaghah, di samping nahwu dan fiqih. Cecep menjelaskan alasan sebagain besar karya ayahnya menggunakan bahasa Sunda. Hal itu untuk mempermudah pemahaman santri yang rata-rata orang Sunda. Juga melestarikan bahasa Sunda itu sendiri.

Ajengan Nuh menulis sejak dipercaya menjadi Rais Syuriyah PCNU Garut tahun 1993. Ia kemudian sering berceramah di hadapan kiai-kiai. Sastrawan Sunda yang waktu itu jadi Ketua PCNU Garut, Enas Mabarti, tertarik akan ceramah-ceramahnya yang bernas. Enas mengusulkan ceramah-cermahnya untuk ditulis. Enas juga rutin mengiriminya majalah berbahasa Sunda Mangle.

Sekitar tahun 1995, ia mulai menuliskan ceramahnya untuk keperluan khutbah Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha. Mulai tahun 2000an ia menulis di luar keperluan khutbah. Lahirlah karya dalam bidang Ilmu Bayan, Ilmu Ushul Fiqh, Bab Tarawih, Bab Syahadat. “Secara serius dalam satu buku seperti Bentang Salapan, sejak tahun 2000,” kata Cecep.

Baca juga: KH Muhammad Nuh Addawami, Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat (Bagian 2)

Di antara karya lain adalah Mustika Akidah: Widuri Pamanggih, Tauhid Praktis ala Thariqah Ahli Sunah wal-Jamaah, Peperenian Lantera Cacaang Jalan Ambahan Kabagjaan Jalma Awam, Taraweh Qiyam Ramadhan, Tutungkusan Permata, Tauhid Amaly Ahlu Sunah wal-Jamaah, Hizb Tafrij Kurab Qodhai Hajati (Sanjata Panyinglar Kasusah Nutupan Pangabutuh), Al-Mukhtashar fi Tauhidy wa-Ta’biruhu bil-Adzkari, Karakteristik Ahl Sunah wal-Jamaah, al-Muhtaj Ilaih.

Salah satu karyanya dalam bentuk syair bidang ilmu tauhid, menurut Ajengan Nuh, muncul saat mengajar santri-santrinya sebait demi sebait. Kemudian ia meminta santri-santri untuk menghafalnya. Setelah semua hafal, baru dituliskan.

20 Pedoman Hidup

Salah satu nasehat Ajengan Nuh yang populer adalah 20 Pedoman Hidup atau Amanat Kolot (pesan para leluhur), yaitu:

1)    Solat awal waktu (solat pada awal waktu), 2) Ulah eureun néangan elmu (Jangan berhenti mencari ilmu), 3) Ulah poekeun dunya pulitik (Janga buta dunia politik), 4) Ulah eureun néangan babaturan (Jangan berhenti mencari sahabat), 5) Pertahankeun aqidah tur istikomah (Pertahankan aqidah disertai istikomah), 6) Lamun hayang maju ulah eureun mikir (Kalau mau maju jangan berhenti berpikir), 7) Lamun hayang maju kudu daék capé (Kalau mau maju harus mau capek), 8) Ulah embung disebut bodo (Jangan menolak disebut bodoh), 9) Ulah embung disebut sahandapeun (Jangan menolak disebut berada di bawah), 10) Sagala nu tumiba ka diri gara-gara diri (Semua yang menimba diri adalah karena diri sendiri). 

11) Ubar diri aya di diri (Obat diri ada di diri), 12) Euweuh nu nyaah kana diri kajaba anu boga diri (Tidak akan ada yang mengasihi diri kecuali yang mempunyai diri), 13) Harga diri kumaha diri (Harga diri itu tergantung diri). 14) Ari ngitung kudu ti hiji ulah ujug-ujug angka salapan (Kalau berhitung harus mulai dari satu jangan serta merta mulai dari sembilan), 15) Mun keur nyieun pondasi tong sok waka mikiran kenténg (Kalau sedang membuat fondasi jangan terlebih dahulu memikirkan genting), 16) Sanajan teu lumpat tapi ulah cicing (Sekalipun tidak bisa lari tetapi janganlah berdiam saja), 17) Sagedé-gedéna jalan saréat ulah matak ngurangan tawakal ka Alloh (Sebesar apa pun usaha dan upaya, jangan sedikitpun mengurangi tawakal kepada Allah), 18) Tong leumpang dina hayang, tong cicing dina embung, tapi kudu leumpang dina kudu, kudu eureun dina ulah (Jangan berjalan dalam keinginan, jangan berdiam dalam kengganan, tetapi harus berjalan dalam keharusan, harus berhenti dalam larangan), 19) Tong lésot haté tina eling ka Alloh dina kaayaan kumaha waé, sedih, susah jeung bungah (Jangan lepaskan hati dari mengingat Allah dalam keadaan apa saja, sedih, sudah, dan bahagia), 20) Sarébu sobat saeutik teuing, hiji musuh loba teuing (Seribu sahabat terlalu sedikit, seorang musuh amatlah banyak).

Penulis: Abdullah Alawi
 


Editor:

Profil Terbaru