• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Opini

Catatan Kang Amin

Terlalu Banyak Pemain, Terlalu Sedikit Lapangan

Terlalu Banyak Pemain, Terlalu Sedikit Lapangan
Membuka kafe menjadi trend di kalangan pengusaha pemula (Foto: Savic Ali).
Membuka kafe menjadi trend di kalangan pengusaha pemula (Foto: Savic Ali).

Oleh Amin Mudzakkir
Pengusaha cum aktivis Savic Ali pernah mengatakan, “Kita terlalu banyak menghasilkan pemain, tetapi terlalu sedikit menyediakan lapangan.” 
Maksud pemain dan lapangan di sini sangat luas, termasuk di dunia pendidikan. Kita terlalu banyak menghasilkan sarjana, tetapi terlalu sedikit menyediakan lapangan kerja bagi mereka. 

Saya tidak bisa tidak setuju dengan pendapat aktivis senior tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, kita menyaksikan banyak sekali doktor dihasilkan baik dari perguruan tinggi di dalam negeri maupun dari manca negara. Setelah lulus, mereka mau bekerja di mana? Apakah kampus dan lembaga riset kita memadai? 

Kenyataannya, hanya sedikit sekali para sarjana kita yang bekerja di bidang yang mereka kuasai dan senangi. Kebanyakan mereka bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Pokoknya asal bisa bertahan hidup. Akibatnya, bisa diprediksi, hasil pekerjaannya tidak maksimal, bahkan kadang asal-asalan. 

Dalam situasi serba tanggung tersebut, muncul mantra bernama kewirausahaan. Terdengar menjanjikan dan memang bisa menjanjikan. Namun, bagi mereka yang terpaksa, kewirausahaan adalah pelarian. Bukankah pada bulan-bulan tertentu ribuan orang berbondong-bondong daftar tes CPNS? 

Oleh karena itu, kewirusahaan bisa dimengerti sebagai mantra yang diciptakan negara --atas bujuk rayu pasar-- karena kegagalan mereka membuat lapangan, lapangan yang sesungguhnya, bukan lapangan yang seolah-olah. Mantra itu terus dihembuskan dengan berbagai macam cara agar kita, termasuk doktor-doktor itu, percaya terhadap kemampuan tangan dan kaki sendiri. Terdengar meyakinkan sih, tetapi apa iya? 

Penulis adalah peneliti BRIN


Editor:

Opini Terbaru