• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Opini

Puasa Ramadhan, Ihsan, dan Pengawasan Pemilu

Puasa Ramadhan, Ihsan, dan Pengawasan Pemilu
Ramadhan bulan penuh rahmat (nu.or.id)
Ramadhan bulan penuh rahmat (nu.or.id)

Lolly Suhenty
Puasa di bulan Ramadhan yang menjadi bagian rukun Islam, dimaknai sebagai  dasar dalam beragama. Artinya, puasa tidaknya seorang Muslim (yang tidak memiliki udzur) menentukan keberagamaannya, termasuk cara berpikirnya, cara bersikap, dan cara bertindak. Jika aturan pokok ini sengaja dilanggar, maka berkemungkinan besar dalam kesehariannya juga akan melanggar aturan-aturan. Dalam spektrum yang lebih besar, akan menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, menjauhi yang baik, melaksanakan yang buruk. Pendek kata, jika aturan Allah ini dilanggar, apalagi aturan manusia.

Lebih jauh lagi, puasa selain sebagai serangkaian proses kewajiban (kuantitatif), di dalamnya juga berisi amalan amalan Sunnah (kualitatif). Semakin tinggi amalan Sunnah yang dibaca maka kualitas puasanya semakin tinggi, baik level fiqihnya, tauhidnya, hingga akhlaknya. 

Tantangannya saat ini, tidak sedikit yang melaksanakan puasa untuk melaksanakan/ menggugurkan kewajiban semata. Begitu bulan puasa selesai, ia hanya sukses meningkatkan ketahanan untuk tidak makan minum dari Subuh hingga Maghrib, tapi tidak sukses meningkatkan kualitas ilmu, iman, amal, dan akhlak. Jika kondisinya demikian, maka makna puasa untuk menjadi sarana kepada level takwa tidak akan tercapai sama sekali. 

Situasi puasa Ramadhan memiliki kemiripan dengan proses Pemilu. Sebagai sebuah proses untuk menentukan pemimpin yang amanah untuk mencapai kemaslahatan sosial (tasharuful imam bil raiyyah man’utun bil mashlahah), Pemilu adalah mekanisme kewajiban yang tidak bisa ditawar. Penentuan kepemimpinan tanpa Pemilu (termasuk di dalamnya Pilkada) adalah inkonstitusional. Begitu pula jika Pemilunya dicurangi, politik uang dianggap lumrah, penggunaan isu SARA dianggap boleh, dan mobilisasi birokrasi serta ketidaknetralitasan ASN untuk mendukung salah satu calon dianggap wajar-wajar saja, maka out put nya akan memunculkan pemimpin yang oligarki (hanya mementingkan kelompoknya), tirani (dzalim), melanggar aturan, dan melanggar kepercayaan rakyat yang memilihnya. 

Jika proses Pemilu hanya dimaknai orang memilih di TPS (kuantitatif), maka tak ubahnya dengan berpuasa hanya menahan makan dan minum, jauhnya ketakwaan sosial (kedisiplinan, ketaatan, dan etos kerja yang baik). Dalam kondisi seperti ini, Bawaslu menjadi teman pengingat untuk mengawasi kualitas Pemilu, baik pesertanya, penyelenggaranya, dan pemilihnya. Cara mengingatkan paling utama adalah melakukan pencegahan, tahapannya diawasi, jika setelah dicegah dan diawasi masih melanggar, maka dilakukan penindakan.

Di bulan Ramadhan ini, kerja pengawasan Pemilu pun senapas dengan amalan berpuasa. Sunnahnya dalam berpuasa adalah tadarus, Bawaslu melakukan Sunnah (inovasi kebaikan) dengan Tadarus Pengawasan & AwasiYuk! Spesial Ramadhan.  Isinya sama-sama mendaras, melakukan diskusi, tabayyun, pendidikan politik, apalagi masa non tahapan adalah masa menanam untuk membangun kesamaan persepsi mengawal Pemilu yang demokratis. Berbagai topik dihadirkan (Jalan Cinta Ramadhan, Beragama dan Bernegara hingga Menjadi Manusia Berkualitas)  dikemas menggunakan bahasa yang populer, dengan tujuan agar pesan lebih memiliki daya jangkau yang luas.

Mengakhiri tulisan ini, penulis berupaya merefleksikan puasa sebagai sarana untuk menjadi takwa, menjadi ihsan (pribadi yang baik). Ia akan berbuat, berpartisipasi, dan menginisiasi kebaikan, baik dilihat orang atau tidak dilihat orang, orang lain berbuat baik atau bahkan mendzolimi, direbut haknya atau tidak ada kaitannya sama sekali, karena ihsan telah menerobos batas-batas kewajiban dan Sunnah menjadi kepribadian yang penuh cinta. Derajat ihsan adalah derajat paling dicintai Allah yang paling banyak disebut dalam Al Qur’an, seruannya seringkali disandingkan dengan kata “bil adli wal ihsan”. Selamat berpuasa, semoga menjadi pribadi yang ihsan, baik dalam berpuasa maupun dalam ber-Pemilu. 
Wallahu a’lam bish showab.
 

Penulis adalah anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat Divisi Humas Hubal
 


Opini Terbaru