• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Opini

KOLOM GUS ISHOM

Khilafah Dalam Pandangan NU

Khilafah Dalam Pandangan NU
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Tulisan di bawah ini saya kutip dari  sebuah buku berjudul "Hasil-hasil Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 2014" yang diterbitkan oleh PBNU. Dalam kegiatan berskala nasional di Gedung PBNU di Jakarta pada tanggal 1-2 November 2014 itu, dipercayakan kepada saya untuk memimpin Bahtsul Masail al-Diniyyah pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU yang para pesertanya adalah para Rais Syuriah PWNU se-Indonesia dan para kiai utusan dari berbagai pondok pesantren NU, berikut memimpin Sidang Plenonya.


Perdebatan terkait judul di atas berlangsung seru dan lumayan alot, namun kemudian para peserta tanpa kecuali menyepakati pointers sebagai berikut:


1. Islam sebagai agama yang syamil kamil (komprehensif) tidak mungkin mengabaikan pembahasan masalah negara dan pemerintahan. Islam telah menjelaskannya dalam bentuk mabadi' asasiyah (prinsip-prinsip dasar) serta memberikan panduan yang cukup bagi umatnya.


2. Nashbul imam (mengangkat pemimpin) wajib hukumnya, karena kehidupan manusia akan kacau (fawdla/chaos) tanpa adanya pemimpin. Hal ini sesuai dengan pandangan para ulama terkemuka, antara lain:


a. Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihya' ' Ulumud Din:


الدين والملك توأمان فالدين أصل والسلطان حارس فما لا أصل له فمهدوم وما لا حارس له فضائع


"Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan fondasi, sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan.


b. Ibnu Taimiyyah dalam al-Siyasah al-Syar'iyyah fi Ishlah al-Ra'i wa al-Ra'iyyah:


إن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين إذ لا قيام للدين إلا بها


"Sesungguhnya mengatur urusan manusia (dalam sebuah negara dan pemerintahan) adalah kewajiban yang paling utama dalam agama. Karena agama tidak akan tegak secara sempurna kecuali dengan dukungan pemerintahan".


3. Islam tidak menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu bagi para pemeluknya. Islam memberikan kewenangan kepada umatnya untuk merancang dan mengatur sistem pemerintahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan zaman dan tempat. Namun yang terpenting suatu pemerintahan harus bisa memberikan perlindungan warganya untuk mengamalkan ajaran agamanya dan mewujudkan kemskmuran, kesejahteraan dan keadilan.


4. Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan adalah fakta sejarah yang pernah dipraktikkan al-Khulafa' ur Rasyidun. Khilafah tersebut adalah model yang sangat sesuai dengan zamannya ketika kehidupan manusia belum berada di bawah naungan negara-negara bangsa (nation states). Masa itu umat Islam sangat dimungkinkan untuk hidup dalam satu sistem khilafah.


Pada saat umat manusia bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation states) maka sistem khilafah bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan membangkitkan kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah suatu upaya yang sia-sia dan menghabiskan energi umat.


5. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil perjanjian luhur kebangsaan di antara anak bangsa pendiri negara ini. NKRI dibentuk guna mewadahi segenap elemen bangsa yang sangat majemuk dalam hal suku, bahasa, budaya dan agama. Sudah menjadi kewajiban semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan memperkuat keutuhan NKRI. Oleh karena itu, setiap jalan dan upaya munculnya gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI wajib ditangkal. Sebab akan menimbulkan mafsadah yang besar dan perpecahan umat.


6. Umat Islam tidak boleh terjebak dalam simbol-simbol dan formalitas nama yang tampaknya Islami, tetapi wajib berkomitmen pada substansi segala sesuatu. Dalam ungkapannyang populer di kalangan ulama dikatakan:


العبرة بالجوهر لا بالمظهر


"Yang menjadi pegangan adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriah".


العبرة بالمسمى لا بلإسم


"Yang menjadi pegangan adalah sesuatu yang diberi nama, bukan nama itu sendiri."


Dengan demikian, memperjuangkan nilai-nilai substantif ajaran Islam dalam sebuah negara--apapun nama negara itu, Islam atau bukan--jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya simbol-simbol negara Islam.


KH Ahmad Ishomuddin, jajaran PBNU 2016-2021


Opini Terbaru