• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Opini

BULAN GUS DUR

Gus Dur, Dangdut, dan Rhoma Irama

Gus Dur, Dangdut, dan Rhoma Irama
Dari kiri ke kanan: Gus Dur, KH Zainuddin MZ, dan Rhoma Irama seusai acara sarasehan budaya tahun 1991. (Foto: FB KH Zainuddin MZ)
Dari kiri ke kanan: Gus Dur, KH Zainuddin MZ, dan Rhoma Irama seusai acara sarasehan budaya tahun 1991. (Foto: FB KH Zainuddin MZ)

Oleh Abdullah Alawi
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Rhoma Irama sebetulnya memiliki hubungan baik sejak lama. Kemudian publik menilai keduanya memiliki hubungan buruk saat heboh kasus ngebor pedangdut Inul Daratista. Gus Dur saat itu tampak membela Inul dan artinya bersebrangan dengan Rhoma Irama.
Terkait hal ini, Gus Dur pernah menjelaskannya secara jernih dalam sebuah tulisan yang dimuat Duta Masyarakat edisi 14 Mei 2003 berjudul Inul, Rhoma dan Saya. Jadi, tak perlu dijelaskan di sini, bukan?

Jauh sebelumnya, keduanya saling memuji poisisi masing-masing. Hal itu setidaknya tampak pada sebuah seminar tentang musik dangdut yang menghadirkan Rhoma Irama dan Gus Dur, yang terdokumentasi di sebuah rekaman milik Pojok Gus Dur di PBNU. Sayang, di dokumentasi tersebut tidak terdapat keterangan waktu dan tempat.

Pada seminar itu, Rhoma Irama terlebih dahulu mendapat giliran bicara. Ia menjelaskan kreativitasnya dari A sampai Z. Sebelum ke situ, pada pembukaan, Rhoma Irama menyebut Gus Dur sebagai abangnya, orang yang dikagumi dan dituruti perkataannya.

Hal sama dikatakan Gus Dur saat ia mendapat giliran bicara. “Ketika saya mengatakan yang saya cintai dan saya kagumi Bang Rhoma, itu saya tak main-main, saya kagum banget karena beliau itu di sini letaknya, meramu sebuah kesadaran ke dalam musik. Itu pekerjaan bukan main-main. Bang Rhoma sekarang hanya Bang Rhoma, seratus tahun lagi dia adalah sang Rhoma,” kata Gus Dur disambut tepuk tangan hadirin.

Menurut Gus Dur, Rhoma Irama adalah sang pencipta, seorang komponis yang menyerahkan jiwanya kepada musik. Hal seperti itu dilakukan di antaranya oleh komponis Beethoven. Suatu ketika komponis musik klasik itu menjadi seorang tuli. Pada kondisi itu, ia menciptakan Simpony No 9. Menurut Gus Dur, saat itu Beethoven membuat suara yang paling tidak enak, cord aneh, paling berantakan, tapi pada saat yang sama, bisa menjadi sesuatu yang indah.

“Wah, kalau didengarkan itu, bagaimana suara manusia, walaupun itu koor, tapi tetap intinya ada tenor, bariton, sopran dan mezzo sopran, empat orang ini, bagaimana mereka harus bertarung melawan drum, simbal, selo, semua sama kencengnya, itu adalah the impossible dari Beethoven,” jelasnya.

Menurut Gus Dur, kalau kita mendengarkan musiknya Rhoma Irama, maka lain dari dari pemusik-pemusik Indonesia karena kelihatannya centang-perentang, organnya kemana, pianonya lari kemana, satu-satunya yang bisa ditelusuri hanya serulingnya. Tapi, setelah dirasakan semuanya, menjadi sebuah kebulatan dan alangkah indahnya.

“Makanya ya maaf, kalau sudah mendengarkan musik Bang Haji, satu ciptaannya, ya saya ikuti terus kan, maka ya terus terus terang, komponis Indonesia yang lainnya, apalagi yang pop itu, hambar semuanya. Saya ini tukang ngeledek orang, tukang ngeritik orang ya. Jadi, gak akan gampang-gampang memberikan penghormatan ya. Coba saja perhatikan kalau sudah pulang, putar lagunya Bang Haji, yang centang perentang, lari kemana itu, dalam satu ikatan lagu yang bagus. Ya kalau saya boleh bandingkan ini ya kayak Jimi Hendrix dalam lagu soul ya, blues dan soul itu kan kelihatannya centang perentang, kita gak tahu mau kemana nih musik, tapi secara utuh, bagus sekali. Jadi meramunya itu, bagaimana kesadaran, tema, itu dimasukan ke dalam musik sebab kalau tema saja tidak bisa masukinnya, ya percuma,” jelasnya.

Kemudian Gus Dur mengutip pendapat dosen musik klasik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Suka Hardjana yang diesepakatinya yakni, musik Indonesia itu dangdut dan dangdut itu musik Indonesia.

“Nah, kata Suka Hardjana, melodi yang menunjukkan musik Indonesa adalah dangdut. Menurut dia, dangdut itu denyut hidup bangsa Indonesia. Bahwa itu hasil ramuan dari macam-macam unsur, apa itu lagu melayu, zavin Arab, sumbangan sono-sini, itu merupakan perkembangan musik yang wajar,” jelasnya.

Kemudian Gus Dur mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa sifat utama dari dangdut sebagai musik Indonesia yang paling utama adalah menunjukkan adanya vitalitas sebuah bangsa. Irama dangdut Bang Haji yang dang... dut..., dang...dut...., ya itu adalah vitalitas. 

Penulis adalah pengagum Gus Dur dan Rhoma Irama
Artikel ini pernah dimuat dalam NU Online


Editor:

Opini Terbaru