• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Opini

Fenomena Patungan Hewan Qurban dan Ketentuannya dalam Islam

Fenomena Patungan Hewan Qurban dan Ketentuannya dalam Islam
Fenomena Patungan Hewan Qurban dan Ketentuannya dalam Islam. (Foto Istimewa)
Fenomena Patungan Hewan Qurban dan Ketentuannya dalam Islam. (Foto Istimewa)

Sebagaimana yang kita ketahui dalam syariat Islam, qurban ialah salah satu ibadah yang sangat agung. Ibadah ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali di bulan Dzulhijjah. Ibadah qurban dilakukan dengan menyembelih hewan tertentu sesuai syariat seperti unta, sapi, domba, atau kambing yang kemudian dibagikan dagingnya kepada orang-orang yang membutuhkan. 


Tradisi ini mengandung nilai-nilai keagamaan, sosial, dan kemanusiaan yang tinggi. Sebagaimana yang telah jelas dalam Al-Qur’an terkait perintah untuk berqurban (bagi yang mampu melaksanakannya) dalam surah Al-Kautsar ayat 2:


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ


Artinya : Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban 


Mendekati momentum hari raya Idul Adha, tak sedikit dari masyarakat Indonesia yang patungan atau iuran uang untuk membeli hewan qurban. Upaya tersebut ditujukan tak lain dalam rangka agar saling meringankan untuk berqurban. Misalnya standar harga sapi senilai 15 juta dibeli dengan hasil patungan tujuh orang yang hendak berqurban.


Dalam sudut pandang syariat Islam, patungan hewan qurban adalah hal yang diperbolehkan dengan syarat jumlah orang yang patungan tidak melebihi batas ketentuan hewan qurbannya. Misalnya satu ekor kambing diperuntukkan atas nama satu orang atau satu ekor sapi diatasnamakan maksimal tujuh orang. Imam an-Nawawi mengatakan:


يَجُوزُ أَنْ يَشْتَرِكَ سَبْعَةٌ فِي بَدَنَةٍ أَوْ بَقَرَةٍ لِلتَّضْحِيَةِ سَوَاءٌ كَانُوا كُلُّهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ وَاحِدٍ أَوْ مُتَفَرِّقِينَ


“Diperbolehkan iuran tujuh orang untuk qurban unta atau sapi, baik keseluruhannya bagian dari keluarga maupun orang lain.” (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, VIII/398)


Dalam perkembangan zaman yang terus berubah, muncul juga berbagai inovasi dalam pelaksanaan ibadah qurban di masyarakat. Salah satu inovasi yang semakin populer adalah qurban dengan sistem iuran. Kasus ini sering kita jumpai di sekolah, instansi atau lembaga tertentu, masyarakat umum, dan sebagainya. Konsep ini mengubah cara tradisional dalam melakukan qurban dengan melibatkan lebih banyak orang dalam berpartisipasi dalam ibadah qurban. 


Lalu pertanyaannya, apakah hal tersebut dapat dinilai sebagai ibadah qurban?. Maka, apabila melebihi ketentuan jumlah orangnya, maka tidak sah dinamakan hewan qurban. Seperti satu kambing yang diperuntukan untuk dua orang lebih atau sapi yang diperuntukan lebih dari tujuh orang. Sayyid Abi Bakar Syato ad-Dimyati dalam I’anah at-Thalibin menegaskan: 


وَلَوِ اشْتَرَكَ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ لَمْ تُجْزِئْ عَنْ وَاحِدٍ مِنْهُمْ


"Apabila lebih dari tujuh orang patungan kurban menggunakan satu ekor unta maka tidak cukup bagi semuanya." (I'anah at-Thalibin, II/377). 


Seperti yang pernah penulis temukan, dilakukannya iuran ibadah qurban kambing tapi tidak ditujukan untuk satu orang. Maka dari itu, qurban hasil patungan yang biasa diadakan oleh sekolah, instansi pemerintah maupun swasta, maka menjadi sedekah biasa apabila binatang qurbannya diperuntukkan untuk jumlah orang yang tidak semestinya. Namun perlu diapresiasi karena hal tersebut mengandung nilai sosial dan edukasi. WaAllahu A'lam.


Muhamad Arifin Ilham, Mahasiswa Ilmu Hadis, UIN Bandung


Opini Terbaru