• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ngalogat

Nahdlatut Turots Menghidupkan Syaikh Nawawi Al-Bantani 

Nahdlatut Turots Menghidupkan Syaikh Nawawi Al-Bantani 
(Foto: Istimewa)
(Foto: Istimewa)

Kaum sarungan sudah tidak lagi terpojok hanya berinteraksi di sudut-sudut pondok. Syiar-syiar yang digelorakan sekarang berada pada kondisi melintasi bilik-bilik bangunan pesantren, atau batas-batas teritorial perkampungan. 


Di perkotaan, mereka menggeliat, tak ragu menampakkan identitasnya di ruang-ruang publik penuh sorotan. Ini salah satunya. Tanggal 7-8 Februari 2022, Hotel Sultan yang terletak di jalan Gatot Subroto Jakarta Pusat, diramaikan oleh lalu lalang ratusan orang bersarung, bersorban, dan berpeci. Interaksi yang khas di antara mereka, seperti misalnya guyonan, sayup-sayup terdengar di sela-sela obrolan. 


Tidak terlewatkan, tradisi mencium tangan dan meminta berkah, dibarengi sikap handap asor terhadap yang lebih sepuh, juga terlihat. Mereka benar-benar mencitrakan karakteristik yang otentik sebagai Muslim tradisonalis; sebuah identitas yang mereka akan selalu bangga memakainya, meski para pelakunya kini sudah menjelma menjadi kelompok yang progresif secara pemikiran, bahkan mungkin melampaui kelompok yang sering diistilahkan sebagai kaum pembaharu dan modernis.


Kali ini, acara berskala nasional yang mereka selenggarakan adalah Pekan Memorial Syeikh Nawawi Banten, atas kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Nahdlatut Turots, dan Bank Syari’ah Indonesia. Acara ini dihadiri oleh hampir 400 orang peserta dari kaum Nahdliyin dari berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan pertama setelah registrasi peserta dan pembukaan adalah pertemuan para pegiat Turots di Ruang Asean A, dan pertemuan Rais ‘Aam dengan Syuriyah PBNU, Rais Syuriyah PWNU se-Indonesia (34 Provinsi), dan para Masyayikh se-Indonesia di Ruang Asean B. 


Acara berikutnya, ba’da isya, bertempat di Golden Ballroom adalah bedah Kitab karya KH. Zulfa Mustofa, seorang ulama produktif dalam menulis kitab, keturunan Syaikh Nawawi Al-Bantani, dan kini mengemban amanah sebagai wakil ketua PBNU bidang keagamaan dan hubungan kelembagaan.


Pada acara bedah buku, tokoh PBNU yang hadir di acara bedah kitab itu di antaranya Katib ‘Aam PBNU KH. Said Asrori, dan KH. Abdul Moqsith Ghozali, di jajaran Tanfidziyah hadir Wakil Ketua Gus Nusron Wahid, KH. Amin Said, dan KH. Miftah Faqih, dari jajaran Syuriyah hadir Prof. KH. Zainal Abidin dan KH. Muad Tohir, dari kalangan habaib hadir Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Zindan dan Habib Ali Bahar, para intelektual seperti Prof. Dr. Qomarudin Hidayat (Rektor UIII), hadir juga KH. Asep Zulfikar, cicit dari KH. Tb. Abdul Falah (temannya Syaikh Nawai Al-Bantani), dan KH. Abdullah Mustofa bin Abdullah Nuh (murid Syaikh Nawawi Al-Bantani), serta para kiai, para sesepuh, dan para pengurus Jam’iyah NU lainnya dari tingkat PB, PW, PC, MWC dan Ranting seluruh Indonesia. 


Sementara untuk membedah kitab, mimbar diskusi ditempati KH. Zulfa Mustofa (sohibul kitab), KH. Ahmad Baso (sejarawan dan filolog), Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Zindan, dan Nyai Hj. Badriyah Fayumi (mufassir dan aktivis feminis, putri dari KH. Ahmad Fayumi Munzi pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Pati). Sementara KH. Abdul Moqsith Ghozali bertindak sebagai moderator. 


Bedah buku selesai pada pukul 24.00 WIB. Di forum keilmuan yang berlangsung sampai larut malam seperti itu, bagi kalangan pesantren bukan sebuah hal yang memberatkan. Para kiai dan para santri, sudah terbiasa di pondok untuk mengaji bahkan sampai semalam suntuk, terutama dalam tradisi “ngaji pasaran” pada bulan Ramadhan.


Keesokan harinya, dilangsungkan acara Peluncuran 11 Kompilasi Karya Ulama Nusantara, dan Peresmian Nama Jalan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Hadir dan memberikan sambutan, pertama  Ketua SC Dr. Agung Firman (Ketua BPK RI), dilanjutkan sambutan Gubernur DKI Jakarta H. Anies Baswedan, Ph.D, dan hikmah tausiyah dari Rais ‘Aam PBNU KH. Miftahul Akhyar. 


Menurut Rais ‘Aam, Syaikh Nawawi Al-Bantani adalah maha guru dan inspirator yang memberikan isyarat ruhaniyah serta isyarah sirriyah bagi Syaikh Kholil Bangkalan, di mana isyarat itu juga kemudian diberikan kepada KH. Hasyim Asyari untuk mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Dan terkait perubahan nama jalan, KH. Miftahul Akhyar menuturkan itu merupakan sebuah ibroh. Ini adalah isyarat bahwa kita-kita yang lemah seperti cacing (singkatan bagi jalan Cakung-Cilincing), manakala diinjak akan melawan, mengeliat, menunjukkan eksistensi, dan ingin terus berjuang. “Maka mudah-mudahan nama jalan yang semula disingkat Cacing; cakung-cilincing, ini akan melahirkan generasi yang mendunia juga”, tutur Rais ‘Aam PBNU ke-10 ini.


Pada momen itu, naik ke atas podium KH. Miftahul Akhyar, KH. Zulfa Mustofa, KH. Said Asrori, H. Anis Baswedan Ph.D, dan Dr. Agung Firman. Kelimanya secara bersama-sama menempelkan tangan di layar LED sebagai prosesi formal peresmian pemberian jalan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Hadirin juga disuguhkan oleh tayangan video pendek bertajuk Syekh Nawawi: “Inspirasi Islam Indonesia Untuk Dunia.” Dan berikutnya, arahan sekaligus Peresmian Pameran Turots dan Launching 11 Kompilasi Karya Ulama Nusantara, oleh Wakil Presiden RI, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin.


Adapun pameran Turots tersebut, secara fisik disuguhkan di depan Golden Ballrom. Terdapat beberapa manuskrip seperti manuskrip kitab Tafsir Al-Kholil, kitab Taqrirat ‘ala matan al-Jurumiyah, manuskrip Alfiyah Ibnu Malik yang terdapat beberapa paratks berupa taqrir Syaikh Kholil Bangkalan, manuskrip Al-Faydhu Al-Ilah karya Abdul Wahid Qadarudin (murid Syaikh Khatib Sambas), manuskrip beraksara pegon Mi’raj Siroh Nabawiyah, Kitab Al-Mawa’idz karya KH. Hasyim Asy’ari, beberapa karya Syaikh Nawawi Al-Bantani seperti Risalah Tasytamil ‘ala Mabadi al-‘Ulum al-Arba’ah, Fathu Ghafir al-Khatthiyyah, dan Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fiddin, kitab karya Syaikh Yusuf Al Makssari berjudul Al-Nafhah al-Saylaniyyah fi al-Minhah ar-Rahmaniyyah, dan berbagai manuskrip kitab lain. 


Pameran juga dihidupkan dengan gambar-gambar era kolonial seputar kehidupan masyarakat Banten, catatan-catatan sejarah, rangkaian keterangan seputar kehidupan Syaikh Nawawi Al-Bantani, dan lain-lain. Tidak ketinggalan dipamerkan benda memorabilia Syaikh Nawawi Al-Bantani berupa pedang, cincin, dan jubah yang kini menjadi koleksi dari Kyai Majazi (keturunan Syaikh Nawawi Al-Bantani). Konon, Syaikh Nawawi Al-Bantani mendapatkan pedang itu dari Pangeran Sunyalaras atau Tajul Arsy putra Maulana Hasanudin, putra Sunan Gunung Djati.


Semoga ragam warisan para ulama nusantara itu, dan ingatan akan kemegahan tradisi keilmuan para leluhur kita di masa silam, seyogyanya dapat menjadi basis pijakan dalam membangun identitas dan jati diri keislaman bangsa Indonesia, terlebih menjadi spirit dalam menghadapi tantangan dunia modern di masa depan. Teruntuk Syaikh Nawawi Al-Bantani, dan seluruh ulama Nusantara, lahumul faatihah.


Agung Purnama, Penulis adalah alumni Pendidikan Sejarah UPI dan Ilmu Sejarah UNPAD. Aktif mengajar di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 


Ngalogat Terbaru