• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Ngalogat

Mengenal Nama dan Asal-Usul Pamijahan 

Mengenal Nama dan Asal-Usul Pamijahan 
Mengenal Nama dan Asal-Usul Pamijahan. (Foto: Iqra.id)
Mengenal Nama dan Asal-Usul Pamijahan. (Foto: Iqra.id)

Bagi sebagian orang mungkin sudah banyak yang tak asing lagi mendengar kata atau nama “Pamijahan”, namun di samping itu terdapat beberapa pertanyaan yang antara lain: 

 

Apa Pamijahan itu?, Bagaimana asal mula Pamijahan? dan mengapa bisa dikatakan Pamijahan? 

 

Terdapat beberapa tempat atau padepokan dengan nama “Pamijahan”, seperti kecamatan Pamijahan yang berlokasi di Bogor, dan Pamijahan di Ciamis Jawa Barat. Kemudian yang akan menjadi pembahasan ditulisan ini yaitu Pamijahan yang berlokasi di daerah Tasikmalaya (terkenal dengan makam salahsatu waliyullah bernama Syekh ‘Abdul Muhyi). Sebelum membahas lebih jauh mengenai asal-usul desa tersebut dan bagaimana berdirinya, terlebih penulis akan memaparkan letak geografis Pamijahan terlebih dahulu. 

 

Pamijahan merupakan ibu kota Desa yang bertatarkan bahasa Sunda di Wilayah Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebelum ada nama Pamijahan, sudah ada kampung Bernama Bojong Wilayah Sukapura yang terletak di sebelah Timur laut dari kampung Pamijahan sekarang. Di sana terdapat makam mertua dari Syekh KH. ‘Abdul Muhyi yakni makam Syekh sembah Dalem Sacaparana atau yang sekarang populer dengan sebutan “Makam Bengkok”.

 

Pamijahan yang berlokasikan di daerah selatan pulau Jawa ini, dahulu bernama “SAFAR WADI” yang merupakan kosa kata Bahasa Arab “safar” berarti “jalan” dan “wadi” berarti “lembah atau jurang”. Secara terminologis, Safar Wadi diartikan jalan yang berada di atas jurang/lembah. Hal ini berdasarkan dengan letaknya yang berada di antara dua bukit di pinggir sungai. Penamaan Safar Wadi ini juga dimaknai tersirat oleh warga penduduk Pamijahan agar selalu berhati-hati menjalani hidup di muka bumi, karena halnya hidup di muka bumi atau dunia itu laksana berjalan di atas jurang yang senantiasa bisa membawa bahaya atau celaka. 

 

Karena letaknya di pinggiran sungai (kali) dan dahulu rumah-rumah di wilayah ini belum dibangun secara permanen sempat suatu ketika beberapa rumah hanyut terbawa banjir, sehingga sekarang bangunan-bangunan sekitarnya sudah ditata, dimodifikasi, dan dibangun secara permanen. 

 

Mengutip buku “Sejarah Perjuangan Syekh Haji ‘Abdul Muhyi Waliyullah Pamijahan” (2008: 4). Penamaan Safar Wadi ini sekarang terkenal dengan sebutan “Pamijahan”, antara lain karena setelah Syekh KH. ‘Abdul Muhyi wafat, banyak orang-orang datang berduyun-duyun dari seluruh pelosok pulau Jawa khususnya, dan dari wilayah kepulauan Indonesia pada umumnya untuk menziarahi makam Waliyullah tersebut. Hal tersebut laksana ikan yang akan bertelur (“mijah” dalam bahasa Sunda). Oleh sebab itulah, nama Safarwadi kini beralih menjadi nama Pamijahan karena mempunyai arti atau titik persamaan dengan tempat ikan yang akan bertelur (Pamijahan) bukan pemujaan. 

 

Di samping itu, nama Safarwadi tidak lantas dihilangkan. Penamaan Sarwadi tersebut kini dipakai untuk penamaan Goa yang ada di wilayah tersebut. Goa yang sekarang dinamakan “Goa Safarwadi Pamijahan” yang merupakan tapak tilas dari sultannya para wali (سلطان الأولياء) yakni Syekh Abdul Qadir Zaelani ketika menerima/ijazah ilmu agama dari gurunya, Imam Sanusi pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 1111 H (1690 M).   

 

Pamijahan, hingga saat ini selalu ramai oleh para peziarah dari berbagai kota-kota di Indonesia tidak ada tujuan lain melainkan mencari keberkahan/menambah kebaikan (زيادة الخير) dari menapak tilas sejarah orang-orang shaleh, orang-orang yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, Jawa Barat khususnya. Selain itu, terdapat beberapa makam selain makam Syekh ‘Abdul Muhyi didaerah ini diantaranya di sebelah Barat terdapat makam muridnya yaitu Makam Syekh KH. Khotib Muwahhid atau dikenal dengan “Makam Pamasalahan”, disebelah utara terdapat makam ibunya Raden Ajeng Tanganziyah atau dikenal dengan “makam kidul”, dan masih banyak makam-makam orang-orang shaleh lainnya di Desa Pamijahan ini.

 

Imas Rismawati, Mahasiswa Filologi Universitas Padjajaran


Ngalogat Terbaru