Tekan Kasus Kekerasan di Pesantren, PBNU Bentuk Tim Khusus dan Straregi Komprehensif
Sabtu, 2 Maret 2024 | 14:00 WIB
Bandung, NU Online Jabar
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengambil langkah strategis guna menekan kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menyatakan hal tersebut di Jakarta pada Jumat (1/3/2024).
Gus Yahya menjelaskan bahwa pembentukan strategi komprehensif tersebut adalah wujud komitmen PBNU dalam memberantas kekerasan di lingkungan pondok pesantren. Pendekatan sistemik juga diterapkan oleh PBNU dengan harapan dapat mencapai pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Saya sudah minta kepada PBNU dan sudah membentuk tim khusus untuk masalah ini dengan pendekatan sistemik dan strategi yang komprehensif, saya kira itu ujung tombaknya adalah RMI,” ujarnya.
Tim khusus yang dimaksud Gus Yahya hampir serupa dengan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS) yang dibentuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sebagai garda depan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Jadi kita tinggal sosialisasikan seperti di Kemendikbud dan itu rencananya kita sosialisasikan dan terapkan di tiap-tiap pondok, untuk meningkatkan kesadaran di lingkungan pesantren,” ucapnya.
Ia menilai tim khusus pencegahan kekerasan di pondok pesantren mempunyai peran penting di pondok pesantren, mengingat sistem dan aturan pondok banyak bertumpu pada tradisi yang berkembang secara alami. Sehingga nyaris tak ada pesantren yang dijalankan dengan satu skema tertentu sejak awal.
“Soal kasus perundungan di pesantren potensinya memang laten karena di dalam lingkungan pesantren berkumpul anak-anak remaja sehingga selalu ada potensi kerawanan dengan masalah perundungan,” ungkapnya.
Di sisi lain pesantren punya kompleksitas masalah yang cukup rumit terkait kasus seperti ini. Karenanya, PBNU merasa penting dibentuknya tim khusus yang memiliki strategi komprehensif dalam mengatasi kasus ini.
“Kita bukan memaklumi itu, tapi kita butuh waktu untuk menyelesaikan secara tuntas persoalan ini,” terangnya.
Pada kesempatan lain Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna menuntut Kementerian Agama (Kemenag) segera melakukan perbaikan dalam tata kelola pesantren. Caranya dengan mewajibkan setiap pesantren memiliki izin operasional dari Kemenag.
“Kalau diistilahkan pesantren tidak punya izin itu seperti nikah sirih, nikah tidak terdaftar. Pemerintah tidak bisa masuk memberikan pengawasan, dan kalau ada apa-apa [pesantren] tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” kata Sarmidi.
Sebelumnya, seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana (14 tahun) meninggal diduga akibat penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
PPTQ Al Hanifiyyah, menurut Kemenag Jawa Timur, tidak memiliki izin operasional sebagai tempat pondok pesantren.
Terpopuler
1
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
2
Angkatan Pertama Beasiswa Kelas Khusus Ansor Lulus di STAI Al-Masthuriyah, Belasan Kader Resmi Menyandang Gelar Sarjana
3
PBNU Serukan Penghentian Perang Iran-Israel, Dorong Jalur Diplomasi
4
Kuota Haji 2026 Baru Akan Diumumkan pada 10 Juli 2025, Kemenag Masih Tunggu Kepastian
5
Koleksi Manuskrip Warisan Ulama Sunda, KH Enden Ahmad Muhibbuddin Jadi Rujukan Tim Peneliti Naskah Nusantara
6
Isi Kuliah Umum di Uniga, Iip D Yahya Sebut Media Harus Sajikan Informasi ‘Halal’ dan Tetap Diminati
Terkini
Lihat Semua