• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Nasional

Dihadapan Para Pemuka Agama Dunia, PBNU Serukan Lingkungan Hidup dan Perdamaian Harus Jadi Skala Prioritas

Dihadapan Para Pemuka Agama Dunia, PBNU Serukan Lingkungan Hidup dan Perdamaian Harus Jadi Skala Prioritas
Gus Yahya saat berpidato pada Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim, yang akan diadakan pada 6-7 November 2023 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE). (Foto: NU Online)
Gus Yahya saat berpidato pada Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim, yang akan diadakan pada 6-7 November 2023 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE). (Foto: NU Online)

Bandung, NU Online Jabar 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengajukan seruan mendalam kepada para pemuka agama dunia, menekankan pentingnya memprioritaskan isu-isu kemanusiaan, koeksistensi, perdamaian, dan pelestarian lingkungan hidup dalam agenda-agenda strategis mereka.


Gus Yahya menyampaikan pesannya ini dalam pidatonya pada Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim, yang berlangsung pada 6-7 November 2023 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE).


Dalam pidatonya, Gus Yahya menegaskan bahwa menjaga lingkungan dan merawat bumi sebagai tempat tinggal bersama umat manusia merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh seluruh umat beragama. Pemuka agama, menurutnya, memiliki peran sentral dalam memberikan perhatian serius terhadap isu-isu tersebut.


Menurut Gus Yahya, keberadaan manusia di bumi ini memerlukan tanggung jawab terhadap bumi itu sendiri. Dengan memberikan kesempatan hidup dan berkembang, manusia diingatkan untuk merawat jagat ini, menjadi khalifah yang bertanggung jawab atas nama Tuhan.


Gus Yahya juga menyoroti bahwa banyak kerusakan yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi dari kelalaian manusia terhadap identitas dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah. Kelalaian ini mendorong persaingan tanpa batas atas sumber daya alam, menciptakan ketidakharmonisan di antara sesama manusia.


"Semakin manusia terpecah-belah dan konflik, semakin mereka mengeksploitasi sumber daya alam yang ada. Dinamika konflik dan pertentangan menciptakan kerusakan di bumi ini," tambahnya dikutip NU Online, Rabu (8/11/23).


Seruan Gus Yahya ini mencerminkan kebutuhan mendesak akan kolaborasi lintas agama untuk menghadapi tantangan global, mempromosikan perdamaian, dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang.


Menurut Gus Yahya, bahwa dalam upaya pemeliharaan atas kesentosaan bumi dan alam ini mensyaratkan dua hal penting. 


“Pertama, harmoni dalam hubungan dan pergulatan antar umat manusia. Kedua, distribusi sumberdaya-sumberdaya alam dengan mengedepankan rahmah (kasih sayang) dan ‘adâlah (keadilan), mutlak diperlukan untuk menghilangkan saling curiga dan permusuhan, untuk kemudian menjadi pijakan dalam membangun harmoni kehidupan antar umat manusia,” jelas Gus Yahya. 


Di tengah masalah-masalah lingkungan hidup yang merundung bumi dan umat manusia pada hari ini, pilihan-pilihan strategi untuk mengatasi dan menyelesaikannya harus pula dengan mengedepankan rahmah dam ‘adâlah. Jangan sampai dipilih satu strategi saja yang mungkin secara logis dapat mencegah kerusakan bumi lebih lanjut yang lebih parah, dan atau memperbaiki kerusakan yang ada tetapi pada saat yang sama merugikan satu pihak di antara masyarakat umat manusia. 


Ditegaskan pula oleh Gus Yahya, bahwa strategi yang hendak dibangun dalam rangka penyelesaian masalah-masalah lingkungan itu, harus pula mempertimbangkan dampak-dampak kemanusiaannya secara komprehensif.  


“Apabila harus ada satu pihak yg mungkin dirugikan akibat pilihan strategi yang diambil, maka harus disediakan pula insentif dan inisiatif yang adil bagi pihak tersebut, dan disediakan pula strategi yang workable dan delivered untuk mempersiapkan dan membantu kelompok yang dirugikan, agar dapat beradaptasi, sehingga tetap terpelihara kesentosaanya,” imbuhnya. 


Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim tersebut diadakan atas Kerjasama Majlis Hikama Muslimin UAE bekerjasama dengan PBB, sebagai bagian dari rangkaian acara COP28 UAE – United National Climate Change Conference. 


Dalam even yang mengumpulkan para tokoh agama terkemuka dari seluruh penjuru dunia itu, Gus Yahya menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris bertema “Spiritual Ecology: Fulfilling the Qur’anic Mandate to Serve as God’s Vicegerent on Earth (Khalîfah fî al-Ardh)”. Teks pidato tersebut juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul “al-Îkûlûjiyâ al-Rûhiyyah: Istîfâ al-Amr al-Qur’ânî li al-Idhthilâ’ bi Daur al-Khalîfah fî al-Ardh”.  


Selain Gus Yahya, dalam forum tersebut juga turut serta berbicara beberapa tokoh penting dunia Islam lainnya, seperti H.E. Syekh Nahyan bin Mubarak al-Nahyan (Menteri Toleransi dan Koeksistensi, UAE), H.E. Syekh Muhammad al-Dhuwaini (Wakil Grand Syekh Al-Azhar, Mesir), H.V. Syekh Allahsukur Pasahzadeh (Grand Mufti Kaukasia, Azerbaijan), Dr. Salim bin Muhammad al-Malik (General Director of the Islamic World Educational, Scientific and Cultural Organization ISESCO, KSA), Syaikh Abdullah bin Ahmad al-Khalifa (Direktur King Hamad Global Center for Peaceful Coexistence, Bahrain), Syaikh Talgat Tadzhuddin (Kepala Dewan Tinggi Islam, Russia), Dr. Syafiq Mughni (Organisasi Muhammadiyah, Indonesia) dan lain-lain.


Nasional Terbaru