Intoleransi
Oleh Lilik Ahmad Alim
Setelah mengutip ayat
Warisan yang berantai
Keningnya menjadi aftar perjamuan
Menjarah hati ribuan orang
Bahwa tungku keyakinan harus dinyalakan
Darah... mana darah?
Ia lupa meraba kemaluannya
Yang bagian dari tanda-tanda kekuasaannya
Di mana tempat muasal
Lalu semesta memberi warna-warna berbeda
Berkalung prasangka
Seolah memburu kambing tersesat
Untuk dikandangi dan diberi warna
“Jalan ke sorga harus warna pink biar romantis” bisiknya
Seharian berburu, lelah
Malam tak memberi arah
Kiri atau kanan, di hatinya darah
Ia mencari jalan, bukan lentera
“Semua harus satu warna” teriaknya
Dalam kegelapan
Padahal hati orang-orang serupa kunang-kunang
Terbang dengan keyakinannya, masing-masing kembali menjadi tanah
Bandung, 27 Februari 2016
Penulis merupakan Pengurus Lesbumi PWNU Jabar