• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Kuluwung

Budaya di Antara Pusaran Globalisasi, Pesantren, dan Desa sebagai Garda dan Benteng Terakhir

Budaya di Antara Pusaran Globalisasi, Pesantren, dan Desa sebagai Garda dan Benteng Terakhir
Budaya di Antara Pusaran Globalisasi, Pesantren, dan Desa sebagai Garda dan Benteng Terakhir (Foto: Iin/NUJO)
Budaya di Antara Pusaran Globalisasi, Pesantren, dan Desa sebagai Garda dan Benteng Terakhir (Foto: Iin/NUJO)

Oleh Nasihin

Malam itu hujan mulai reda, hanya tetesan air yang jatuh menyapa tanah, daun-daun sedikit berkilau disorot lampu redup lima watt,  jalanan sedikit becek, maklum... Jalan semen sudah sedikit terkelupas.

 

Ruangan bertembok didominasi hiasan-hiasan kayu, hening, sesekali terdengar suara tertawa, menit berikutnya sebagian mata fokus pada si pembicara. Tak lebih dari lima orang atau mungkin se-sekali kurang dari sepuluh orang.

 

Ruang yang mencoba, memahami budaya sebagai ilmu dan amal, ruang yang bercerita bukan hanya tentang tangga nada, liukan gerak, suara merdu ataupun intonasi membaca puisi. Mencari, kemudian mencoba menghadirkan getaran hati, memori etika masa lalu dan menelaah kembali lisan-lisan para bijak bestari yang penuh makna sufistik untuk kehidupan.

 

Ruang yang mencoba mengingat kembali jalan pulang, ruang yang menarik kembali dan menghimpun mozaik rasa kasih sayang kepada sesama dan alam yang sudah terkoyak.
Ruang sederhana, tanpa anggaran dana dan iklan. Ruang yang mencoba merengkuh kembali teman, saudara, tetangga, tentang pentingnya silaturahim, saling memberi, membantu dan merasakan perasaan orang lain dengan akal budi yang jernih.

 

Ini hanya sebagian kecil kisah sudut-sudut kesadaran di antara kokohnya dinding kapitalisme, arus materialisme, dan banjir globalisasi yang menghanyutkan manusia..

 

Pagi di kampung yang sunyi, orang-orang ada yang membawa cangkul, sabit atau arit, alat bajak sawah dan wadah dari bambu, budaya berjalan berulang, sabit diayunkan membabat rumput untuk ternak, cangkul diayunkan ke tanah untuk bersiap tanam padi. Kemudian ber-istirahat menjelang dzuhur, berbagi makanan dan bercanda tawa di pematang. Berteman dengan lumpur dan tanah gembur, menyemai bibit di bukit yang gundul, menanam kembali untuk kehidupan.

 

Tak dipungkiri zaman telah berubah, pensil, ballpoint, leptop dan berbagai alat canggihpun menjadi produk budaya yang harus di singkronkan dengan cerita sabit, cangkul dan kearifan yang penuh keramahan dan keriangan. Untuk menyebarkan nilai-nilai bahwa di Negeri ini masih banyak energi positif yang lahir dari desa bersama keluguan dan kepolosan dan indahnya alam. Lahir dari sekumpulan orang-orang yang rela mengimbangi arus informasi bebas dengan menghadirkan kembali ruh-ruh kearifan lokal.

 

Kearifan lokal yang masih tumbuh di desa-desa menjadi benteng kokoh nusantara, dan semoga kekuatan positif ini menular ke banyak kawan dan sahabat, kemudian mampu membuat solusi bagaimana ke-arifan lokal dan teknologi berjalan bersama bahkan berpadu. Budaya adalah prilaku yang melahirkan keindahan yang mampu menembus sekat dan jarak. 

 

Peran para Santripun sangat dibutuhkan, karena mereka lahir dari peradaban Pesantren yang telah ribuan tahun mengisi negeri ini dengan wajah-wajah Islam yang ramah dan penuh kasih sayang, tidak seperti akhir-akhir ini muncul gerakan pemurnian agama atau gerakan merubah akhlak dengan wajah garang dan penuh caci maki, padahal itu bukan wajah Islam, karena ajaran Islam penuh dengan kelembutan dan kasih sayang bukan dalam artian lembek dan lemah seperti yang saudara kita asumsikan.

 

Desa dan Pesantren adalah garda sekaligus benteng terakhir kearifan lokal yang mampu memfilter sampah-sampah globalisasi dan pasar bebas yang tak bisa dihindari, tentunya tanpa mengecilkan peran saudara kita yang lain yang berbeda warna dan gerakan.

 

Penulis adalah Pengurus Lesbumi PCNU Kabupaten Bandung dan Penikmat Sastra


Kuluwung Terbaru