Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْم بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهْ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلَّا الله، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ مَنْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ الله، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ۞ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jamaah sidang shalat Jumat yang dirahmati Allah
Segala puji bagi Allah SWT atas segala anugerah-Nya yang dilimpahkan kepada kita semua, khususnya anugerah ketakwaan dan keimanan. Maka, wasiat terpenting yang ingin khatib sampaikan pada kesempatan ini, kita harus senantiasa meningktakan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Minimalnya kita selalu menjaga ketakwaan tersebut. Tentu jauh lebih baik bila mampu meningkatkan kualitasnya, yaitu dengan bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah dan menjauhi larang-Nya. Sehingga kita bisa mencapai derajat hakikat takwa.
Tentang hakikat takwa, Abdullah Ibnu Mas’ud – radiyallahu anhu, menjelaskan
ليس تقوى الله بصيام النهار ولا بقيام الليل والتخليط فيما بين ذلك، ولكن تقوى الله ترك ما حرم الله وأداء ما افترض الله
”Takwa kepada Allah tidaklah dinilai dengan cara rajin berpuasa di siang hari, rajin beribadah di malam hari, bukan pula dengan cara mengerjakan keduanya sekaligus.Tetapi, hakikat takwa kepada Allah adalah meninggalkan setiap yang diharamkan oleh Allah dan menunaikan hal-hal yang diperintahkan oleh-Nya.”
Jamaah sidang shalat jumat hafidzakumullah,
Takwa tidak semata diingatkan. Sebaliknya harus diamalkan sehingga dalam kehidupan sehari-hari terjadi peningkatan kualitas yang tercermin pada semua aktifitas kita. Baik di dalam rumah, jalan, tempat kerja dan di mana saja kita berada semua prilaku kita adalah cerminan dari kualitas ketakwaan.
Ketika kita berkomitmen untuk meningkatkan kualitas ketakwaan, terkadang dihantui oleh rasa harap-harap cemas. Apakah kesalehan yang mereka lakukan diterima oleh Allah atau tidak? Baik kesalehan yang bersifat vertikal, yaitu antara hamba dengan Tuhan, maupun kesalehan horizontal, yaitu kesalehan sosial, seperti bersedekah, jariyah, dan lain sebagainya.
Para hadirin yang dirahmati oleh Allah, bolehkan hati kita diselimuti perasaan seperti itu? Apakah perasaan tersebut dapat merusak kesalehan-kesalehan yang telah diperbuat atau justru meningkatkan kualitas ibadah?
Sebab, bagaimana pun, beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kewajiban bagi setiap hamba. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْـجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka semua beribadah kepada-Ku.”
Namun di sisi lain, diselimuti perasaan takut tidak diterimanya amal yang telah kita lakukan merupakan fitrah umat manusia sebagai makhluk yang lembah, sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT:
وخُـلِــقَ الإنسانُ ضعيفا
Para jamaah rahimakumullah,
Apabila rasa harap-harap cemas tersebut menjadi motivasi bagi kita untuk semakin khusyuk dan baik beribadah, maka perasaan tersebut menjadi sumber energi positif yang menghidupkan cahaya hati. Sehingga kita semakin semangat beribadah. Sebaliknya, bila kecemasan tersebut malah menyebabkan seorang hamba jadi putus asa untuk beribadah, merasa sia-sia belaka bila sampai ibadahnya tidak diterima Allah, maka kecemasan tersebut mengantarkan pemiliknya ke jurang kehinaan. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Hal ini sebagaimana hikmah ke-51 dalam kitab al-Hikam karya Ibn Atha’illah As-Sakandari, yaitu:
لا عـمل أرجـى للقلوب من عـمل يغيب عنك شهوده ويـحتـقر عندك وجوده.
”Tiada satu amalpun yang paling diharapkan dapat menghidupkan hati daripada amal yang kehadirannya tidak kau pandang (yaitu amal yang sudah dilupakan pelakunya) dan wujudnya dianggap tidak berharga oleh pelakunya.”
Maksudnya adalah tidak ada amal yang lebih baik untuk menghidupkan hati manusia daripada amal yang dilakukan murni karena Allah SWT, yaitu amal-ibadah yang tidak lagi dihiraukan keberadaannya oleh pelakunya, amal yang oleh pelakunya dianggap sebagai perbuatan biasa saja, bukan sebagai amal yang luar biasa. Amal yang tidak dibanggakan oleh pelakunya; amal ibadah yang dikerjakan bukan karena untuk mendapatkan imbalan tapi semata murni sebagai manivestasi ketaatan hamba terhadap perintah Tuhannya. Sehingga ia menganggap amalnya sebagai sesuatu yang kecil. Perbuatan yang tidak berharga sampai ia tidak memperhatikannya sama sekali. Bahkan melupakannya.
Sebaliknya, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri melakukan upgrading (meningkatkan kualitas) kesalehan-kesalehan lain sehingga kesalehannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Inilah maksud dari hikmah ke-51 diatas, yang tidak lain merupakan hasil renungan Ibn Atha’illah terhadap maksud kandungan Q.S. al-Mu’minun: 60:
وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ ۙ
”Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.”
Hadirin yang dirahmati Allah,
Orang-orang tersebut, yang dimaksudkan pada ayat diatas, adalah orang-orang yang selalu diliputi rasa ketakutan terhadap Allah karena merasa amal-amalnya tidak ada yang sempurna, banyak cacat dan kurangnya. Mereka sangat khawatir bila amalnya sampai tidak diterima, kekhawatiran tersebut berujung pada ketakutan mendapatkan siksa.
Oleh karena itu, bertakwa, yaitu menunaikan kewajiban syariat dan meninggalkan larangannya-- murni karena Allah semata. Bukan karena-karena yang lain. Diterima atau tidak, itu urusan Tuhan. Manusia hanya berkewajiban melakukan ibaadah dengan sebaik-baiknya cara yang dilandasi oleh keikhlasan dalam melakukannya, seperti dalam sebuah riwayat Imam Muslim, Nabi bersabda:
إنَّ الله لا ينظر إلى إلى أجسامكم ولا إلى أموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم
Allah tidak melihat pada bentuk dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati kalian, yaitu niatnya. Sebaik apapun mengerjakan amal-ibadah tapi bila niatnya salah, maka ia muspro belaka. Sebab kunci utama dari amal ibadah adalah niat. Seperti hadis nabi yang lain:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.”
Hadirin yang dirahmati Allah,
Demikianlah khotbah singkat yang dapat khatib sampaikan. Semoga menjadi bahan instropeksi diri bagi kita semua, dalam beribadah. Sudah sejauh mana kita mengontrol hati sehingga bisa terus meningkatkan kualitas keikhlasan dalam menunaikan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larang-larangannya. Semakin baik kualitas keikhlasan, akan diikuti oleh semakin baiknya kualitas ketakwaan dan puncak dari keikhlasan itu mengantarkan pemiliknya pada hakikat takwa sesuai dengan perintah Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Sedangkan takwa itu sendiri menjadi barometer dari tingkatan keimanan setiap mukmin.
اللهم إن طاعاتِـنا وقرباتنا كلَها هدية هابطة منك إلينا، ثـم إنها عائدة بتفضل منك إليك، فتقبلِ اللَّهم منا ما تفضّلت به علينا، ولك الشكر على ما مننت به علينا قدرة وعونا وتوفيقا.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ ِلله رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ . اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى نِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَالْإِيْمَانْ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْ جَعَلْتَـــنَا مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.
أَمَّا بَعْدُ،
فأيها المسلمون، اِتَّقُوا االلَه فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَـهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلـمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
KH. Abdul Rofi’ Afandi, MA, Pengasuh Yayasan Pesantren Asy-Syafi’iyah Krangkeng Indramayu
Terpopuler
1
Gus Yahya Respons Wacana Pendanaan MBG Melalui Zakat: Perlu Kajian Lebih Lanjut Karena Kategori Penerima Zakat Sudah Ditentukan
2
Profil Alex Pastoor dan Dany Landzaat, Dua Asisten Pelatih yang Dampingi Kluivert di Timnas Indonesia
3
Khutbah Jumat Terbaru: Bulan Rajab, Momentum untuk Tingkatkan Kualitas Spiritual Diri
4
Refleksi Harlah ke-102 NU: Membangun Sinergitas Harokah dalam Ber-NU
5
Pentingnya Menggerakkan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama di Kota Bogor Menjelang Harlah ke-102
6
MoU Haji 2025 Ditandatangani, Indonesia Akan Berangkatkan 221 Ribu Jamaah
Terkini
Lihat Semua