• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 15 Mei 2024

Keislaman

LBM PWNU Jabar

Hukum Menerima Pemberian dari Hasil Judi Online

Hukum Menerima Pemberian dari Hasil Judi Online
Hukum Menerima Pemberian dari Hasil Judi Online. (Foto: NU Online/Freepik)
Hukum Menerima Pemberian dari Hasil Judi Online. (Foto: NU Online/Freepik)

Assalamu'alaikum ustadz, izin bertanya, bagaimana hukumnya menerima traktiran dari teman yang uangnya berasal dari hasil main judi online atau judi slot?


Jawaban


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu. Penanya yang dirahmati Allah. Dalam hukum Islam judi adalah haram, termasuk di dalamnya adalah judi online. Dalil keharaman judi di antaranya dalam surat al-Maidah ayat 90-91.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ 


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?


Terkait masalah harta yang dihasilkan dengan cara yang haram, maka para ulama’ berpendapat bahwa harta tersebut hukumnya haram.


Seperti yang disampaikan Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin bahwa sesuatu yang dihukumi haram bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama sesuatu diharamkan karena sifat dzatiyahnya seperti khomer dan babi. Kedua, sesuatu yang secara dzatiyah dihalalkan oleh syara’, namun karena didapatkan dengan cara yang haram, ia berubah status menjadi haram, seperti harta hasil curian, transaksi dengan uang yang haram, dan sebagainya


أحياء علوم الدين ( ج 2 ص 93 )
وَذَلِكَ أَنَّ الْمَالَ إِنَّمَا يَحْرُمُ إِمَّا لِمَعْنًى فِي عَيْنِهِ، أَوْ لِخَلَلٍ فِي جِهَةِ اكْتِسَابِهِ.


Artinya: Harta bisa dihukumi haram dilihat dari dua sudut pandang, pertama dari sisi dzatiyahnya, kedua dari cara memperolehnya.


Jika uang hasil judi disedekahkan maka hukumnya juga haram dan ia tidak akan mendapatkan pahala, justru ia akan mendapatkan dosa. Seperti penjelasan hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Jami’ul Ulum.


جامع العلوم والحكم لزين الدين عبد الرحمن ( ج 1 ص 264 )
وَأَمَّا الصَّدَقَةُ بِالْمَالِ الْحَرَامِ، فَغَيْرُ مَقْبُولَةٍ  - الى ان قال - عن أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ كَسَبَ مَالًا حَرَامًا، فَتَصَدَّقَ بِهِ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ، وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ» .خَرَّجَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي " صَحِيحِهِ


Artinya: "Barang siapa mendapatkan harta haram kemudian bersedekah dengannya, ia tidak mendapatkan pahala di dalamnya dan dosa menjadi miliknya." HR. Ibnu Hibban.


Kemudian terkait pertanyaan saudara, bagaimana hukumnya menerima traktiran dari teman yang uangnya berasal dari hasil main judi online atau judi slot, maka kami akan mencoba menguraikan jawaban satu persatu terkait menerima pemberian dari seseorang yang hartanya adalah hasil pekerjaan yang diharamkan.


Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dijelaskan bahwa di antara etika seseorang ketika menerima pemberian adalah dengan memperhatikan 3 hal, pertama dzatiyah hartanya, kedua tujuan pemberi, ketiga tujuan penerima.


احياء علوم الدين ( ج 4 ص 105 )
آداب الفقير في قبول العطاء إذا جاءه بغير سؤال ينبغي أن يلاحظ الفقير فيما جاءه ثلاثة أمور : نفس المال ، وغرض المعطي ، وغرضه في الأخذ . أما نفس المال : فينبغي أن يكون حلالا خاليا عن الشبهات فإن كان فيه شبهة فليحترز من أخذه


Artinya: Etika orang fakir ketika menerima pemberian yang tidak diminta adalah dengan memperhatikan tiga hal, pertama nafsul mal, tujuan pemberi dan tujuan penerima. Untuk nafsul mal, yang harus diperhatikan adalah kehalalan harta tersebut dan jauh dari syubhat. Apabila harta yang diberikan adalah syubhat maka seharusnya tidak diambil.


Syekh Zainuddin al-Malibary, pengarang kitab Fathul Mu’in juga membahas terkait masalah pemberian orang lain. Beliau mengatakan bahwa tidak haram menerima pemberian kecuali jika seseorang yang menerima yakin bahwa pemberian tersebut dari harta yang haram.


فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين ( ج 1 ص 40 )
فائدة: قال في المجموع: يكره الأخذ ممن بيده حلال وحرام كالسلطان الجائز وتختلف الكراهة بقلة الشبهة وكثرتها ولا يحرم إلا إن تيقن أن هذا من الحرام وقول الغزالي: يحرم الأخذ ممن أكثر ماله حرام وكذا معاملته: شاذ.


Artinya: Mushannif (pengarang kitab) berkata dalam kitab Al Majmu’: ”Makruh mengambil (bantuan/pemberian) dari orang yang padanya ada harta yang halal dan haram seperti penguasa yang tidak adil. Kemakruhan ini berbeda tingkatnya dengan sedikit dan banyaknya kesubhatan. Dan tidak haram menerima pemberian kecuali jika seseorang yang menerima yakin bahwa pemberian tersebut dari harta yang haram.


Keterangan yang sama juga jelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin, beliau mengatakan bahwa jika ada orang mengundang dan mayoritas hartanya haram, maka makruh untuk memenuhi undangannya. Namun jika seorang diundang makan, dan ia mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan dalam undangan tersebut haram, maka haram baginya untuk memenuhi undangan tersebut. Hal ini karena memakan makanan haram adalah dosa..


روضة الطالبين وعمدة المفتين ( ج 7 ص 337 )
فَصْلٌ دَعَاهُ مَنْ أَكْثَرُ مَالِهِ حَرَامٌ، كُرِهَتْ إِجَابَتُهُ كَمَا تُكْرَهُ مُعَامَلَتُهُ. فَإِنْ عَلِمَ أَنَّ عَيْنَ الطَّعَامِ حَرَامٌ، حَرُمَتْ إِجَابَتُهُ.


Artinya: "Seorang Muslim yang diundang oleh seseorang yang sebagian besar hartanya haram, maka ia makruh untuk memenuhi undangan tersebut, sebagaimana ia makruh untuk melakukan transaksi dengannya. Jika ia mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan haram, maka haram baginya untuk memenuhi undangan tersebut."


Kemudian jika yang menerima pemberian mengira bahwa harta tersebut halal, namun kenyataannya haram, maka orang yang menerima tidak akan dituntut di akhirat dengan catatan orang yang memberi tingkah lakunya baik secara dhohir. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam al-Baghawi.


فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين ( ج 1 ص 67 )
فائدة لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة وإلا طولب قاله البغوي.


Artinya: "Faidah: Jika seseorang mengambil sesuatu dari orang lain dengan cara yang sah (diperbolehkan), tetapi ia mengiranya sesuatu tersebut halal, padahal sebenarnya haram secara bathin, maka apabila secara dhohir orang yang memberi adalah baik, maka ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Namun jika tidak (secara dhohir orang tersebut tidak baik) maka ia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Imam Al-Baghawi."


Pernyataan dalam kitab Fathul Mu’in di atas diperkuat oleh syaikh Abu Bakar Syatho, pengarang Ianatul Tholibin. Beliau menyatakan, yang dimaksud dengan ” ما ظن حله “ adalah si penerima menyangka bahwa harta tersebut halal meskipun kenyataannya adalah haram.


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ( ج 3 ص 13 )
 (قوله: ما ظن حله) مفعول أخذ، أي أخذ شيئا يظن أنه حلال، وهو في الواقع ونفس الأمر حرام، كأن يكون مغصوبا أو مسروقا. 


Artinya : Sesuatu yang disangka halal, maksudnya seseorang menerima sesuatu yang diduga halal sedangkan kenyataannya adalah haram seperti harta yang di ghasab atau yang dicuri.


Jadi, jika disimpulkan bahwa hukumnya menerima traktiran dari teman yang uangnya berasal dari hasil main judi online atau judi slot adalah haram jika ia yakin bahwa harta tersebut didapatkan dengan cara yang haram. Jika ia menyangka harta tersebut halal dan si pemberi secara dhohir adalah orang baik maka boleh menerimanya dan di akhirat ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban, namun jika secara dhohir si pemberi adalah orang yang jelek maka penerima akan tetap dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Wallahu A’lam bil Shawwab.


Kiai Jamal Muhammad, Bidang Kaderisasi Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Barat


Keislaman Terbaru