Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Mihnah Imam Abu Hanifah

Selasa, 1 Oktober 2024 | 08:07 WIB

Mihnah Imam Abu Hanifah

(Ilustrasi: NU Online).

Suatu hari aku membaca tulisan yang berjudul "Mihnah al Imam Abi Hanifah", Ia salah seorang dari "al 'Ulama al Mudhthahadun", ulama-ulama yang ditindas oleh penguasa. Kisah singkatnya begini:


Imam Abu Hanifah, lahir di Kufah, sebuah kota di tepi sungai Tigris, Irak, tahun 80 H. Ia dikenal sebagai tokoh besar dalam dunia hukum Islam, pebdiri alirah hukum yang disebut dengan namanya Mazhab Abi Hanifah. Para ulama menyebutnya sebagai Imam Ahli al Ra'yi, pemimpin aliran fiqih rasional.


Ada hal yang menarik yang tidak dikenal publik. Ia seorang ahli hukum yang tidak memiliki ambisi kekuasaan sama sekali. Ia selalu menolak kedudukan di pemerintahan. Ia sangat mengerti betapa sulitnya mempertahankan kejujuran nurani di hadapan penguasa. Para pejabat pemerintah saat itu selalu dituntut untuk mematuhinya tanpa reserve dan bermuka manis di hadapannya. 


Manakala Ibnu Hubairah, gubernur Irak saat itu, meminta Abu Hanifah agar bersedia menduduki jabatan ketua Pengadilan di wilayah Kufah, Irak, ia dengan tegas menolaknya. Ibnu Hubairah tetap mendesak bahkan dengan ancaman hukuman penjara dan penyiksaan bila Abu Hanifah menolaknya. Meski demikian, ia tetap saja menolaknya. 


Khalif Abu Ja’far al-Manshur mendapat laporan penolakan Abu Hanifah tersebut. Ia segera memanggilnya di istananya. Al-Manshur merasa penolakan sang Imam itu menunjukkan ketidaksetiaannya kepada pemerintah daulah/dinasti Abbasiyah. 


Pada suatu kesempatan Al-Manshur ingin mengetahui sendiri dan langsung bagaimana sikap Abu Hanifah itu, meski hatinya yakin Abu Hanifah akan menolaknya. Ia menawarkan  kembali jabatan ketua pengadilan tersebut kepadanya. 


Khalifah menemuinya di sebuah tempat dalam Istana. Di sana terjadi perdebatan keduanya. 


Al-Manshur (M): "Aku memintamu sebagai ketua pengadilan"
Abu Hanifah (H): Maaf, aku tidak layak"
M : "apakah kamu tidak senang kebijakanku?"
H : "Aku tidak layak, tidak cukup pantas untuk jabatan itu"
M : "Kamu bohong"
H : “Paduka sendiri yang menyatakan aku tidak layak”. 


Abu Hanifah menganggap kata-kata “kamu pembohong”, merupakan pernyatan yang membuatnya tidak layak menjadi hakim. Ia lalu menjelaskan : “Jika anda menyebut aku bohong, berdusta, maka itu berarti aku tidak patut jadi hakim”. Ia berdiplomasi. 


Mendengar jawaban itu, Khalifah terpukul telak dan marah besar. Ia kemudian menegaskan lagi : “anda mau menerima jabatan itu atau tidak. Jika tidak aku akan menghukummu”.


Abu Hanifah tetap menolaknya. Ia tidak takut ancaman hukuman apapun yang akan dijatuhkan kepada dirinya. Ia mengatakan, sambil mengutip ayat al-Qur’an :


 رب السجن أحب إلي مما يدعونني إليه،


“Penjara lebih aku sukai daripada menerima jabatan itu”. 


Dan Khalifah semakin marah dan kemudian benar-benar melaksanakan ancamannya. Ia menamparnya dan memerintahkan pengawalnya untuk menyeret Abu Hanifah ke dalam penjara dengan tangan diborgol. Di dalam penjara, Imam Abu Hanifah mengalamai tekanan, intimidasi dan ancaman pembunuhan setiap hari. Padahal dia sudah tua. Saat itu usianya sudah mendekati 70 tahun. Tubuhnya sudah lemah. Ia tidak lagi bisa mengaji dan mengajar kepada murid-muridnya. Meski begitu ia tidak surut sedetikpun dari keputusannya untuk menolak jabatan sebagai hakim pengadilan. Pada akhirnya Imam besar ini mengembuskan nafasnya yang terakhir  di penjara, tahun 150 H. Ada isu yang berkembang bahwa Abu Hanifah wafat karena minum racun yang dimasukkan ke air minumnya atas perintah Khalifah.  Andaikata ini benar, maka beliau wafat di dalam penjara sebagai syahid, martir, pahlawan. 


Usai membaca ini, aku memendam tanya dalam gelisah. Adakah hari ini di negeriku yang tercinta ini orang yang siap mengikuti jejak Imam Abu Hanifah itu? Siapakah ia? Alfatihah 1000 untuk Imam Abu Hanifah bin Nu'man. 


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU