Ketua Fatayat NU Kabupaten Tasikmalaya: Pendidikan Seks Penting Diterapkan Sejak Dini
Sabtu, 25 Desember 2021 | 16:00 WIB
Tasikmalaya, NU Online Jabar
Maraknya pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual terhadap anak akhir-akhir ini, membuat Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tasikmalaya menggelar seminar dengan tema Membentengi Anak dari Kasus Kekerasan Seksual di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Minggu (16/12) beberapa waktu lalu.
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kabupaten Tasikmalaya Lilik Latifah, mengajak kepada seluruh pengurus Fatayat NU agar menerapkan secara perlahan pendidikan seks kepada anak. Menurutnya, hal tersebut perrlu diupayakan mengingat laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak kian hari semakin bertambah termasuk di Kabupaten Tasikmalaya.
"Kabupaten Tasikmalaya menempati urutan ke-4 daerah darurat kekerasan seksual terhadap anak," paparnya.
Perempuan yang akrab disapa Teh Lilik tersebut mengungkapkan, anak-anak merupakan kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan seksual. Adanya relasi kuasa yang timpang antara orang dewasa dan anak-anak dianggap menjadi salah satu faktor kekerasan seksual terhadap anak.
"Penyebab banyaknya anak yang menjadi korban kekerasan seksual adalah karena anak-anak sering dianggap lemah dan dengan mudah dapat dibujuk rayu oleh pelaku" terangnya.
Ia menyoroti kebiasaan orang tua dalam mendidik anak dengan menggunakan iming-iming hadiah membuat anak mudah dirayu termasuk oleh pelaku kekerasan seksual. Sehingga banyak anak yang mudah diajak untuk mengikuti keinginan pelaku meski hanya dijanjikan uang jajan yang tidak seberapa.
Maka, peran pendidikan seks adalah memperkuat anak supaya berdaya untuk melawan pelaku kekerasan seksual. Teh Lilik menjelaskan, pendidikan seks sudah dapat diberikan kepada anak sejak usia dini.
"Pendidikan seks bisa diberikan mulai dari usia anak 1 tahun. Pendidikan seks yang diberikan dibagi ke dalam beberapa tahapan disesuaikan dengan usia anak," terang Teh Lilik.
Teh Lilik juga memaparkan tahapan secara ringkas meliputi Pendidikan seks, yakni untuk anak usia 1-2 tahun melalui pengenalan anatomi tubuh yaitu organ genital, lalu usia 3-4 tahun dengan fungsi dari setiap organ genital, usia 5-7 tahun mulai mengajarkan cara menjaga diri, dalam hal ini ranah privat anak, dilanjut pada usia pra remaja dan yang usia remaja dengan mengenalkan masa pubertas dan tanggung jawab sosial.
Adapun masalah yang muncul dan menjadi tantangan di era ini adalah banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah kandung, paman, atau kakek.
Hal ini diutarakan peserta seminar yang resah dengan kasus pemerkosaan anak oleh ayah kandungnya. "Saya ingin bertanya perihal peran orang tua dalam pemberian pendidikan seks. Kan sekarang banyak terjadi kekerasan seksual terhadap anak oleh orang tuanya sendiri. Terakhir saya mendengar di Kabupaten Tasikmalaya ada ayah kandung yang memerkosa anaknya sendiri yang masih berusia 1,5 tahun. Itu bagaimana Teh?" tanya Teh Tina, seorang peserta seminar.
Pertanyaan tersebut langsung ditanggapi oleh sesama peserta seminar yaitu Teh Nia yang mencoba memaparkan perihal akar terjadinya kekerasan seksual adalah pada pikiran pelaku itu sendiri.
"Pangkal masalah dari kekerasan seksual ada pada pikiran pelaku itu sendiri, bukan pada korban. Saya sepakat dengan bu Nyai Nur Rofiah, selama ini pelaku yang kebanyakan adalah laki-laki menganggap perempuan hanya sebatas makhluk biologis pemuas hasrat mereka, tanpa melihat perempuan sebagai makhluk intelektual dan spiritual yang sama dengan mereka dan patut diperhatikan hak-haknya" tambah Teh Nia.
Peserta seminar lainnya,Teh Evi, juga turut berpendapat dan mencoba menggiring bahasan kepada tuntutan perihal pengadaan diskusi gender dan seksualitas bagi laki-laki.
"Saya melihat pendidikan gender hanya diberikan kepada perempuan saja. Kasusnya sama seperti halnya perempuan menjadi korban kekerasan seksual, tetapi perempuan juga yang diminta untuk menutup aurat. Padahal tadi disebutkan bahwa kekerasan seksual itu pangkalnya adalah pikiran pelaku yang kebanyakan laki-laki, maka perlu kiranya pendidikan seperti ini diberikan juga kepada laki-laki" ujar Teh Evi dengan menggebu-gebu.
Semua pertanyaan serta tanggapan para peserta dijawab oleh Teh Lilik dengan nada sepakat sembari memberikan pengertian.
"Memang betul bukan hanya perempuan yang perlu mendapat pendidikan perihal gender, tetapi laki-laki juga perlu. Tetapi, di sini saya hanya memiliki kapasitas sebagai ketua PC Fatayat sehingga baru memberikan materi ini kepada pengurus Fatayat saja. Saya tidak memiliki kapasitas untuk memberikan materi ini di forum laki-laki seperti contohnya di Anshor," pungkas Teh Lilik.
Untuk diketahui, Seminar Pendidikan Seks ini merupakan bentuk kepedulian sekaligus respon langsung terhadap kasus kekerasan seksual yang saat ini marak terjadi. Kegiatan tersebut juga lebih bersifat sharing dan sesekali disisipi dengan guyonan khas sunda memakai bahasa campuran sunda-indonesia yang tidak jarang mengundang gelak tawa semua peserta.
Selain itu, penyampaian Teh Lilik yang ringan dan santai membuat peserta antusias, sehingga ikut memberikan pertanyaan serta tanggapan menyoal pendidikan seks yang sedang dibahas.
Pewarta: Tia Pramesti
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi
Terpopuler
1
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
2
Angkatan Pertama Beasiswa Kelas Khusus Ansor Lulus di STAI Al-Masthuriyah, Belasan Kader Resmi Menyandang Gelar Sarjana
3
PBNU Serukan Penghentian Perang Iran-Israel, Dorong Jalur Diplomasi
4
Kuota Haji 2026 Baru Akan Diumumkan pada 10 Juli 2025, Kemenag Masih Tunggu Kepastian
5
Koleksi Manuskrip Warisan Ulama Sunda, KH Enden Ahmad Muhibbuddin Jadi Rujukan Tim Peneliti Naskah Nusantara
6
Pengembangan Karakter Melalui Model Manajemen Manis
Terkini
Lihat Semua