• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 14 Mei 2024

Daerah

Bacaan Kang Muhalli tentang Suku Dayak Losarang

Bacaan Kang Muhalli tentang Suku Dayak Losarang
Suku Dayak Losarang (Foto: Merdeka.com)
Suku Dayak Losarang (Foto: Merdeka.com)

Indramayu, NU Online Jabar

Indonesia adalah negeri seribu pulau tempat dimana lahirnya beragam agama, budaya, suku, ras dan bahasa dari sekian banyak suku budaya yang ada di Indonesia, terselip salah satu satu komunitas “Suku Dayak Losarang Hindu-Buddha Bumi Segandu” di Indramayu Jawa Barat. 

Sebagian besar orang menyangka Dayak Losarang merupakan salah satu bagian dari sekian banyak suku Dayak di Kalimantan. Tetapi yang sebenarnya adalah sebuah komunitas yang memiliki kepercayaan adat istiadat serta bergaya hidup unik. 

Adalah Wakil Ketua MWCNU Bongas Indramayu, Kiai Abdurrahman Al-Muhalli, Kiai muda yang aktif menggelar pengajian, dzikir dan shalawatan di Paseban Pondok Sufi Gentala 'Arsy, Blok Kibuyut RT/RW 06/02 Sidamulya, Bongas, Indramayu ini telah melakukan penelusuran panjang terhadap Suku Dayak Losarang dan berikut ini adalah hasil bacaannya terhadap kelompok yang dikenal berpakaian unik tersebut.

“Keberadaan agama dalam sistem sosial budaya (civility) adalah objek yang menjadi perhatian utama dalam antropologi agama. Sebagaimana kehidupan beragama komunitas Suku Dayak Losarang di Indramayu sebagai penganut ajaran Alam Ngajirasa, punya pengaruh terhadap aspek kebudayaan yang lain,” ungkap kiai yang akrab dipanggil Kang Muhalli dan dikenal telah menginsyafkan puluhan preman dari berbagai desa di Kota Mangga ini.

Formulasi agama transformatif menurut Kang Muhalli dalam bacaan Pendidikan Nilai Suku Dayak Losarang di Indramayu ada dua prinsip: Pertama, prinsip humanisasi yang dalam terminologi Islam disebut nahi ‘anil mungkar dalam semua aspek kehidupan. Artinya, melawan setiap rekayasa yang melahirkan dehurmanisasi masyarakat seperti pelanggaran hak asasi manusia, harkat dan martabat manusia dan ketidak adilan serta diskriminasi dan kekerasan. 

“Kedua, prinsip emansipatoris yang dalam bahasa Islam terkenal dalam sebutan amr bil ma’ruf, yaitu kewajiban bagi semua manusia untuk mewujudkan nilai-nilai universal dalam kehidupan nyata sehingga terwujud kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban (civilty).
Hubungan agama dan sistem kekerabatan adalah bentuk awal dari organisasi manusia sebelum berkembang menjadi organisasi sosial, politik, dan internasional. Kekerabatan didasarkan kepada ikatan perkawinan. Dari perkawinan lahir anak cucu. Lalu organisasi manusia makin luas dan didasarkan kepada pertalian darah dalam kelompok yang lebih besar. Kekerabatan dan pertalian darah berkembang menjadi suku (clain) dalam hal ini komunitas Suku Dayak Losarang di Indramayu dan suku bangsa didasarkan kepada persamaan kebudayaan,” ujar Kang Muhalli.

“Solidaritas sosial dalam komunitas Dayak Losarang didasarkan kepada pertalian darah dan hubungan kekerabatan. Kemunculan komunitas Suku Dayak Losarang di Indramayu tidak semata-mata diakibatkan oleh realitas ketertekanan, melainkan dorongan dari kelompok masyarakat itu sendiri untuk mengaktualisasikan kekuatan budaya atau nilai yang diyakininya benar,” tambahnya.

Komunitas Dayak Losarang Hindu Budha Bumi Segandu sangat meyakini nilai keagamaan lokal (Jawa Agama) digolongkan ke dalam bentuk aliran kepercayaan. Baik dalam tindakan atau perilaku simbolik, seperti ritual pepe, dan kumkum ataupun simbol-simbol dalam bentuk benda seperti aksesoris-aksesoris yang digunakan sehari-hari. 

“Suku Dayak Losarang di Indramayu ini tergolong bebas agama namun memiliki aliran kepercayaan. Dengan kata lain, dalam kehidupan moral maupun dalam rangka penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi penganut aliran kepercayaan tidak mengacu kepada ajaran agama tertentu seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu-Budha ataupun Konghucu. Adapun bentuk aliran kepercayaan komunitas Dayak Losarang adalah menganut ajaran Sejarah Alam Ngajirasa merupakan bagian dari ajaran Jawa Agama (Kejawen),” kata kiai yang rutin menggelar pengajian kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah, kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dan Ulumul Wirasah ‘an Karomatil Aulia-nya Mbah Munir Arli Mranggen Demak ini.
 
Menurut bacaan Kang Muhalli, kenapa Suku Dayak Losarang masih tetap eksis hingga saat ini?, karena mayoritas umat Islam di Indramayu adalah Nahdliyin dan prinsip yang dipegang oleh warga NU adalah toleransi dalam beragama atau menghargai kelompok manapun dan bahkan NU sangat melindungi kelompok-kelompok minoritas agama maupun kepercayaan.

“Inilah hebatnya NU, mampu menghargai dan menghormati agama atau keyakinan kelompok lain, bahkan kami dari NU memandang bahwa ada beberapa ajaran Suku Dayak Losarang yang bisa menjadi penguat keseimbangan hubungan antar masyarakat bahkan hubungan antara manusia dengan alam semesta, sehingga kehidupan menjadi harmonis,” ujar kiai yang menjadi Amir Jamaah TQN Bongas ini.

Menurut Kang Muhalli, prinsip yang dianut Nahdliyin adalah mencari persamaan dan menghindarkan diri dari perbedaan, karena jika lebih menonjolkan perbedaan, maka akan melahirkan konflik yang berujung pada tindak kekerasan.

“Demikian juga dalam membaca keberadaan Suku Dayak Losarang, bagi NU persamaan nilailah yang diutamakan, sementara soal ideologi adalah hak masing-masing, meskipun para kiai NU tentu tetap berdakwah untuk mengajak ke aqidah Islam, namun soal hidayah adalah hak prerogatif dari Allah SWT,” tegasnya.

Pada dasarnya pendidikan Islam menurut Kang Muhalli adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim, jujur, sabar, tanggung jawab, dan berakhlak terpuji serta taat pada ajaran Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akhirat. 

“Ajaran Sejarah Alam Ngajirasa yang dianut oleh komunitas Dayak Losarang sepenuhnya mempelajari (ngaji) atau mengkaji perasaan orang lain, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di alam semesta. Dengan mempelajari kenyataan yang terdiri rangkaian pengalaman hidup sendiri, orang lain, juga makhluk hidup (hukum alam) maka manusia akan dapat memilah dan memilih mana baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Dari pengalaman hidup akan dapat dirumuskan nilai-nilai kebenaran yang terdiri dari sabar, benar, jujur, dan menerima kenyataan. Inilah titik persamaannya,” tutup Kang Muhalli.

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi 

 


Daerah Terbaru