Beberapa hari yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke-80. Sudah barang tentu semua komponen bangsa merayakannya dengan gegap gempita. Semua kreasi anak bangsa ditampilkan. Semua rakyat bersuka cita, berbahagia, melihat bangsa yang dicintainya genap berusia delapan dasawarsa.
Bagi bangsa sebesar Indonesia, capaian hingga bisa berusia delapan dasawarsa bukan hal yang mudah di tengah kompleksitas permasalahan yang tak pernah kunjung reda. Kemerdekaan yang kerap digaungkan di setiap tahunnya tetap memiliki tantangan yang luar biasa. Meski bangsa Indonesia kini sudah terlepas dari penjajahan secara fisik, namun penjajahan laten yang bersifat internal maupun eksternal tetap tak bisa pandang sebelah mata.
Meski sudah berusia delapan dasawarsa, semua rakyat Indonesia berkewajiban untuk tetap menciptakan tatanan bangsa yang sesuai dengan tujuan para pendiri bangsa, yakni berkehidupan yang bebas sesuai norma dan etika bangsa Indonesia. Mesti diingat, perayaan kemerdekaan yang digelar setiap tahunnya hanya bersifat seremonial. Selepas itu, semua komponen bangsa harus kembali menapaki jalan kehidupannya masing-masing.
Apakah bangsa Indonesia hari ini telah sempurna merdeka? Tentu tidak semudah itu. Selagi masih ada kesenjangan ekonomi, sulitnya akses pendidikan gratis, perilaku pejabat yang korup, manipulasi hukum yang masih terjadi, senyatanya belum mencerminkan kemerdekaan yang hakiki. Kemerdekaan hakiki suatu bangsa baru akan dapat dirasakan manakala semua komponen bangsa mampu bersatu, berdaulat, adil, makmur dan mandiri di segala sendi bidang kehidupan bangsa.
Tentu, untuk mewujudkan semua itu diperlukan kerja keras dari semua komponen anak bangsa. Meski tak mudah untuk mewujudkannya, paling tidak harapan akan kemerdekaan yang hakiki layak untuk tetap dimiliki. Menjadi warga negara yang tetap patuh pada hukum dan norma, serta menerima kenyataan identitas diri menjadi cara yang realistis untuk mewujudkan semua itu. Di satu sisi, pemerintah sebagai pengelola negara harus sudah memastikan bahwa program-program yang pro rakyat dapat berjalan dengan baik dan mampu menyasar ke seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Tidak ada yang salah dengan peringatan hari kemerdekaan karena itu merupakan ekspresi dari bentuk rasa suka cita. Memperingati hari kemerdekaan merupakan ungkapan rasa syukur atas apa yang telah didapatkan. Namun, peringatan itu akan lebih bermakna, jika tidak hanya bersifat seremonial saja.
Semua kompenen bangsa perlu memahami bahwa ungkapan rasa syukur yang abadi senyatanya bisa diwujudkan apabila di kehidupan sehari-hari semua orang mampu saling berbagi dan memberi kebahagiaan tanpa batas. Berbagi dan memberi kebahagiaan di sini tidak mesti dipahami dengan hal yang bersifat materi saja.
Peringatan hari kemerdekaan justru akan lebih bermakna apabila setelahnya, semua komponen bangsa terutama pemerintah sebagai pengelola negara mampu mencermati apa yang sudah dan belum dilakukan, program apa yang mesti dan akan diprioritaskan. Itu semua hanya akan didapat jika pemerintah resfek pada persoalan yang ada. Kecermatan membaca persoalan dan pemecahan solusi akan hal itu menjadi keniscayaan bagi bangsa yang ingin peringatan kemerdekaannya selalu bermakna dan berharga.
Peringatan hari kemerdekaan setiap tahun tetap berulang. Perayaannya begitu-gitu saja. Namun yang perlu diingat, peringatan itu jangan sampai membawa euforia berlebihan sehingga semua komponen bangsa melupakan apa sejatinya dari makna kemerdekaan itu.
Sudah dipastikan bahwa hari ini semua komponen bangsa merasakan kebahagian atas kemerdekaan bangsa yang dicintainya. Namun, tidak semua orang dapat merayakannya. Ada sebagian orang yang tidak dapat menikmatinya karena mereka masih terbujur kaku menahan rasa sakit yang dihadapinya.
Ada juga mereka, yaitu para pengemis jalanan, para cacah, para jompo yang masih berjuang demi mencari secercah harapan kehidupan. Hal ini mengisyaratakan bahwa kebahagiaan dan kemerdekaan hakiki bangsa Indonesia belum sepenuhnya dimiliki. Ini seharusnya menjadi catatan bagi kita semua.
Selain itu ada juga mereka yang tidak sempat merayakan kemerdekaan yakni mereka yang sedang bertugas menjaga stabilitas keamananan negara. Bagi mereka, perayaaan kemerdekaan cukup diwakilkan dan tidak mesti dilakukan oleh semua komponen. Ada yang paling berharga dari sebatas perayaan yakni terjaminnya kedaulatan negara dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Dari dulu hingga sekarang, ancaman disintegrasi, separatisme, hingga radikalisme tetap perlu diwaspadai dengan cermat.
Selepas peringatan hari kemerdekaan, semua kompenen bangsa harus kembali pada roda kehidupannya masing-masing. Peringatan kemerdekaan yang digelar harus membawa dampak baik bagi keberlangsungan kehidupan setelahnya. Tak elok, jika setelah hari kemerdekaan, jiwa semangat kebangsaan dan nasionalisme masyarakat memudar. Justru karena pentingnya peringatan kemerdekaan itu perlu dibesar-besarkan dengan harapan mampu menjadi ruang untuk menumbuhkan rasa nasionalime yang kemudian akan membawanya dan bertahan kembali pada perayaan di tahun berikutnya.
Rasa nasionalime yang telah kuat yang didapat di perayaan kemerdekaan tentu harus terus dipelihara. Pemerintah dalam hal ini mesti cermat. Jika rasa nasionalisme kuat dari warga negara itu terus didampingi dengan berbagai pelayanan pro rakyat, bisa jadi rasa nasionalisme yang seperti ini yang tampak tak akan pudar. Hal ini jelas akan berbeda dibanding dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat seremoni dan ilmiah. Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme yang kuat, senyatanya bagi masyarakat Indonesia tak cukup dengan kajian-kajian yang bersifat ilmiah, melainkan lebih efisien dengan aksi di lapangan yang menyasar kepentingan rakyat.
Alhasil, momentum peringatan hari kemerdekaan sangat tepat dijadikan sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan kekuatan rasa nasionalisme warga masyarakat Indonesia. Cita rasa nasionalisme yang tinggi akan menjadi kompas dalam membangun negara sehingga perjalanan bangsa akan terarah tidak akan salah arah. Oleh karena itu, nasionalisme yang didapat dari peringatan hari kemerdekaan hendaknya menjadi stimulus untuk menatap cerah masa depan kehidupan bangsa.
Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut