Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Nasional

Gus Hasan: Membangun Peradaban, Jangan Pernah Tinggalkan Dunia Salafus Shalih

Gus Hasan: Membangun Peradaban, Jangan Pernah Tinggalkan Dunia Salafus Shalih.

Garut, NU Online Jabar
Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasan Nuri Hidayatullah menjelaskan bahwa nafsu itu lebih cenderung melakukan perbuatan ifsad (merusak) dan lebih cenderung melakukan yafsiquddima' karena punya keinginan untuk saling menguasai. Hal tersebut diungkapkan saat menjadi narasumber dalam halaqah fikih peradaban yang bertempat di Pondok Pesantren Nurulhuda Cibojong kabupaten Garut pada Kamis (15/12) lalu yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube PP Nurulhuda Cibojong


Kiai yang akrab disapa Gus Hasan tersebut mengatakan, perlu dicatat bahwa nafsu tersebut adalah sesuatu yang bisa di manage.


"Karenanya disebutkan dalam sebuah nasehat Assa'adah kulla As-sa'adah lirojulin malaka nafsah. wa Asy-syaqowah kulla Asy-syaqowah lirojulin malakathu nafsuhu. Beruntung dan beruntung bagi seseorang yang bisa mengendalikan nafsunya, celaka dan celaka bagi orang yang dikendalikan nafsunya. Jadi nafsu ini tergantung kita mau di manage bagaimana, mau dijadikan sebagai imam kita atau mau kita jadikan sebagai makmum kita," ungkapnya.


Baca Juga:
Mustasyar PBNU Kisahkan Sayidina Khalid bin Walid saat Dicopot dari Panglima Perang


Menurut Gus Hasan, kalau nafsu di jadikan sebagai imam, maka sifat dia itu ada didepan dan manusia ada dibelakangnya yang terjadi adalah ifsad dan saufukddima.


"Tapi kalau nafsu dijadikan sebagai makmum, dimanage oleh manusia, maka manusia akan menjadikan ifsadnya sebagai i'mar, memakmurkan bumi ini, dan saufukddima nya sebagai rahmah​​​​​​​, kasih sayang antara satu dengan yang lainnya. Karena adanya nafsu itulah sehingga terjadi ketika positif menjadi i'mar dan menjadi rahmah terjadilah dibumi ini yang namanya pembangunan dan itulah tugas manusia diciptakan di muka bumi dari bumi untuk melesatriakan bumi," jelasnya.


Pimpinan Pondok Pesantren As-siddiqiyah karawang tersebut juga mengungkapkan, kalau khalifahnya malaikat, maka yang terjadi nahnu nusabbihu bihamdika wanuqoddisu laka atau dengan kata lain tidak akan ada seperti yang dicontohkannya yakni pembangunan tower, pembangunan listrik dan lain sebagainya.


"Jadi, kalau khalifahnya bukan manusia, manusia menerima jadi apa adanya, sengsara hidupnya karena tidak ada pembangunan. Karenanya disini nilai sisi positifnya. Ifsad dan Saufukddima' itu adalah pandangan negatif tentang manusia, tapi ingat didalam diri manusia itu ifsad bisa menjadi i'mar, dan saufukddima' bisa menjadi rahmat," paparnya.


Baca Juga:
Memperebutkan Makna Tanpa Kekerasan


Ia juga mengatakan, tugas khalifah untuk memakmurkan bumi ini tidak berat karena ada dua tanggung jawabnya yakni ​​​​​​​i'mar madliyah (pembangunan fisik), dan i'mar ma'nawiyah (pembangunan mental).


"Itu adalah amanat para pendiri bangsa ini, kalau kita setiap menyanyikan lagu indonesia raya, maka bangunlah jiwanya bangunlah badannya, itulah tugas khalifah. Bangunlah Jiwanya itu ma'nawiyah, bangulah badannya itu madliyah," tegasnya.


"Semua butuh modal. dan modal itu bisa modal materi uang, relasi, komunikasi yang baik dan lain sebagainya, itu adalah modal untuk melakukan pembangunan. Tapi ada modal yang lebih penting dibandingkan modal materi yaitu modal agama atau Ad-Diin sebagai modal dasar," tambahnya.


Makanya, sambung Gus Hasan, kalau kita buka al-Quran dari mulai surat al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas ayat yang berbicara tentang kemakmuran dan rizki selalu jejer ayatnya dengan ayat yang berbicara dengan ibadah atau bahkan dalam satu ayat seolah-olah kemakmuran dan agama sesuatu yang jangan sampai dipisahkan.


"Contoh saja walau annahum aamanu wattaqou, lafatahna alaihim barokatim minassamai wal ardl, tapi persoalannya walaakin kadzdzabu. Ada lagi Allah berfirman Walau annahum aqoomuttauroota wal injiil, berarti berlaku untuk semua fase kehidupan manusia sejak zaman dahulu sampai dengan masa yang akan datang. walau annahum aqoomuttauroota wal injiil wama unzila ilaihim mirrobbihim apa dampaknya?  la akalu min fauqihim wamin tahti arjulihim. Tapi syaratnya walau annahum aqoomuttauroota wal injiil wama unzila ilaihim mirrobbihim, buahnya la akalu, kemakmuran,  min fauqihim wamin tahti arjulihim yang datang dari atas menjadi sesuatu yang berkah keluar dari bumi menjadi sesuatu yang berkah," tuturnya.


"Berarti modal pembangunan baik ma'nawiyah maupun madliyah, mental maupun fisik yang menjadi amanat Allah kepada khalifah yang namanya manusia, modal utamanya adalah ad-Diinn. Tidak bisa tidak, karena kita sebagai makhluk yang beragama," katanya.


Ia menilai, modal agama itu penting. Sehingga kesimpulannya adalah membangun peradaban jangan pernah meninggalkan dunia salafussholih.

​​​​​​​
"Man Arooda taqoddum fa'alaihi an yaqro kutubal mutaqoddimin​​​​​​​. ​​​​​​​Barang siapa yang pengen maju, jangan pernah meninggalkan karya-karyanya ulama salafus sholih, kitabnya, tradisinya, akhlaknya, wiridnya," tandasnya.


Pewarta: Muhammad Rizqy Fauzi

M. Rizqy Fauzi
Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait