Haul ke-96 Eyang Santri, Ulama dan Negarawan dari Trah Mangkunegaran, Digelar di Puncak Gunung Salak
Jumat, 13 Juni 2025 | 14:19 WIB
Sukabumi, NU Online Jabar
Salah satu jalur pendakian menuju Puncak Gunung Salak di Sukabumi menyimpan jejak sejarah spiritual dan kebangsaan. Di Desa Girijaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, terdapat kompleks pemakaman keramat bernama Astana Girijaya.
Di sanalah bersemayam Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Djoyokusumo, ulama dan negarawan dari Trah Mangkunegaran Surakarta Hadiningrat yang lebih dikenal masyarakat dan para peziarah sebagai Kiai Muhammad Santri atau Eyang Santri.
Eyang Santri lahir di Keraton Mangkunegaran Surakarta pada tahun 1771 dari pasangan KPH Prabuwijoyo I dan Tri Kusumo, putri Cakraningrat dari Madura. Ia adalah cucu dari Pangeran Sambernyowo (Raden Mas Sa’id), pendiri Dinasti Mangkunegaran. Sosok kharismatik ini wafat di Girijaya, Cidahu, Sukabumi pada 31 Mei 1929 dalam usia 158 tahun.
Pada masa Perang Jawa (1825–1830), Pangeran Djoyokusumo—yang saat itu belum bergelar Muhammad Santri—berperan penting dalam mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, pamannya sendiri. Bersama Raja Kasunanan Surakarta Sri Susuhunan Pakubuwono VI, ia turut mencarikan dana bagi perjuangan Diponegoro melawan kolonial Belanda.
Untuk mengenang perjuangan dan kiprahnya, keluarga besar Trah Mangkunegaran menggelar Haul ke-96 Eyang Santri. Kegiatan ini diinisiasi oleh Gus Misbahul Mustofa setelah mendapatkan restu dari cucu Eyang Santri, Hj. Raden Ayu Achdiyati Samita atau yang dikenal dengan Hj. Ray Tito.
Haul digelar secara sederhana namun penuh khidmat dan sarat makna, berlangsung di area Astana Girijaya yang berada di ketinggian 2.211 mdpl, dengan panorama perkebunan dan udara sejuk yang menyelimuti. Tema yang diangkat dalam peringatan haul tahun ini adalah “Mengamalkan Agama, Tawadhu Kepada Kepentingan Bangsa dan Negara.”
Rangkaian acara dimulai dengan khataman Al-Qur’an oleh para santri dari Pesantren Tahfizh Al Ittihad Legenda Wisata Cibubur, dilanjutkan dengan ziarah, pembacaan Maulid Nabi SAW, tahlilan, dan ditutup dengan agenda puncak pada malam harinya.
Perwakilan keluarga besar Trah Mangkunegaran, Raden Tino, turut menyampaikan sambutan. Acara dilanjutkan dengan pembacaan manaqib atau biografi singkat Eyang Muhammad Santri oleh Hj. RAY Achdiyati Samita. Tausiah agama kemudian disampaikan oleh KH Heri Khoiruddin Purnomo, SQ, SHI.
Dalam tausiahnya, Kiai Heri menegaskan bahwa Eyang Santri adalah sosok teladan yang mampu menyatukan antara jiwa agamis dan nasionalis.
"Perjuangan beliau yang gigih, patriotisme yang tinggi, kecintaan terhadap tanah air yang murni ditambah spiritualisme-agama yang suci, tepat untuk menjadikannya sebagai panutan," ungkap Kiai Heri.
Sementara itu, menurut inisiator haul, Gus Misbahul Mustofa, kegiatan ini bertujuan mengingatkan masyarakat akan peran penting Eyang Santri dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia serta penyebaran ajaran Islam, khususnya tasawuf dan ajaran Martabat Tujuh.
"Sebagai penganut Thariqah As-Sattariyah, beliau rela meninggalkan gemerlap keraton untuk membina spiritual masyarakat dan berjuang untuk bangsa. Di samping memiliki jiwa patriot tinggi, Eyang Santri juga merupakan ulama kharismatik dan tokoh sufi agung," jelas Gus Misbah.
Ia menambahkan, dari tangan dingin Eyang Santri lahir tokoh-tokoh besar bangsa seperti Mangkunegara IV, Sunan Pakubuwono X, Mangkunegara VII, Dr. HOS Cokroaminoto, Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, RM Abdul Karim Pringgodigdo, Mohammad Yamin, hingga Presiden Soekarno.
Diharapkan, Haul Eyang Santri bisa terus digelar setiap tahunnya sebagai upaya edukasi bagi generasi penerus bangsa agar tidak kehilangan sosok teladan dalam bingkai keberagamaan dan kebangsaan.
Acara haul ke-96 ini turut dihadiri oleh sejumlah lembaga dan organisasi, di antaranya Garda Mangkunegaran, PC GP Ansor Kecamatan Cidahu, MUI Kecamatan Cidahu, serta para santri dari Pesantren Tahfizh Al Ittihad Legenda Wisata Cibubur.